BAB III
PENGERTIAN
NASKAH DAN TEKS SERTA SITUASI
PERNASKAHAN
DI INDONESIA
Sebelum masuk pada penjelasan edisi
naskah dan langkah kerjanya: kritik teks, metode penyuntingan, dan
transliterasi yang menjadi inti penelitian filologi, Anda lebih dahulu harus
mengerti perbedaan antara naskah
dan
teks. Kedua istilah
itu dalam filologi dibedakan. Pada bagian ini kedua istilah itu akan diuraikan
pengertiannya dengan agak terperinci disertai dengan contoh. Contoh sangat
berguna untuk Anda agar pemahaman yang diterima benar-benar konkret.
Di samping
pengertian naskah dan teks, pada bagian ini akan dijelaskan pula situasi
pernaskahan di Indonesia. Pengertian naskah di Indonesia mengacu pada berbagai
naskah daerah yang terdapat di Indonesia. Tiap daerah di Indonesia mempunyai
keunikan naskah tersendiri yang ditandai dengan pemakaian alas naskah, aksara,
dan bahasa daerah masing-masing. Dengan aksara dan bahasa daerah itulah sebuah
teks ditulis. Oleh sebab itu, Indonesia menjadi sangat kaya dengan pernaskahan.
Situasi pernaskahan di Indonesia yang akan diuraikan pada kesempatan ini hanya
sebatas pada gambaran sekilas tentang bahan yang digunakan untuk menulis teks,
isi teks, dan beberapa tempat yang penyimpanan naskah-naskah berbagai daerah di
Indonesia (Nusantara).
Setelah
mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat menjelaskan:
1.
perbedaan makna istilah naskah dan teks
sebagai suatu istilah dalam kajian filologi.
2. situasi dari
aksara pernaskahan di Indonesia.
Agar
uraian ini lebih lengkap, dalam materi ini diberikan beberapa contoh aksara
daerah dan beberapa keunikan naskah yang disertai dengan ilustrasi (gambar).
Berhubung naskah Nusantara sangat banyak, dalam bagian ini akan diuraikan tujuh
daerah saja. Hal itu bukan berarti hanya tujuh daerah itu saja yang memiliki
naskah. Pemilihan itu terbatas pada kemudahan pencarian data penelitian. Pernaskahan
ketujuh daerah itu adalah naskah Melayu, naskah Batak, naskah Lampung, naskah
Bugis (Sulawesi Selatan), naskah Jawa, naskah Sunda, dan naskah di Bima.
A. Pengertian Naskah dan Teks
Saat
Anda mempelajari filologi dan Anda niendengar kata naskah, apa yang muncul
dalam benak Anda? Apakah naskah drama, naskah pidato, atau naskah buku yang
siap dicetak? Kalau kata-kata itu yang muncul, berarti Anda salah dan Anda
harus menyingkirkan pengertian vang seperti itu beberapa lama karena dalam
filologi istilah naskah
berbeda
dengan pengertian di atas. Kalau begitu apa yang dimaksud dengan naskah?
Dalam
filologi naskah
dibedakan
pengertiannya dengan teks. Teks adalah apa yang
terdapat di dalam naskah, yaitu isi naskah atau kandungan naskah, sedangkan naskah adalah wujud
fisiknya, kumpulan kertasnya. Di bavvah ini akan diuraikan perbedaan kedua
istilah tersebut dengan lebih terperinci.
1.
Pengertian
Naskah
Istilah
naskah
dalam
filologi adalah terjemahan dari codex yang berasal
dari bahasa Latin. Kata itu pada awalnya dipakai dalam hubungannya dengan
pemanfaatan kayu sebagai alat tulis karena kata itu pada dasarnya berarti
'teras batang pohon'. Kemudian di dalam berbagai bahasa kata itu dipakai untuk
menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah. Naskah dalam pengertian itu
adalah hasil tulisan tangan yang berasal dari abad yang lalu sebelum dikenal
mesin cetak (Mulyadi 1994:1). Ada pakar yang menyebutkan bahwa batas minimal
suatu tulisan tangan dikatakan naskah jika telah berumur di atas 100 tahun.
Sebenarnya
istilah naskah seperti yang dinyatakan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah
karangan yang ditulis tangan. Pengertian itu sangat umum tidak
mementingkan apakah tulisan tangan ituTarna atau bam. Pada perkembangannya
kemudian is rilahitu dalam filologi telah mengalami pergeseran berupa
penyempitan arti sehingga kata itu hanya mempunyai pengertian sebagai karya
yang ditulis tangan dan berasal dari abad yang lalu. Akan tetapi, pada
perkembangannya kemudian filologi tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan
pada naskah cetakan. Namun, tujuan yang hendak dicapai sama dengan filologi.
Baried
(1985:54) mendef iniskan naskah sebagai tulisan
tangan yangmenyimpan berbagaiungkapanpikiran dan perasaan sebagai hasilbudayabangsa
masa lampau.
Dalam bahasa Belanda, naskah disebut handschrift
dan handschriften
bentuk jamakriya
yang
sering
disingkat
dengan
hss.
Dalam,bahasa
Inggris
naskah
disebut manuscript dan manuscripts adalah bentuk jamaknya yang sering disingkat dengan, mss.
Dalam
bahasa
Indonesia
istilah
itu
cukup
disebut
dengan
naskah
saja
atau kadahg-kadang
ada
yang
menyebutnya dengan manuskrip (ditulis sudah dengan ejaan bahasa Indonesia). Dalam buku yang sama Zoetmulder mengatakan bahwa khusus untuk naskah Jawa Kuna, naskah disebut haras. Naskah Jawa memakai lontar dan kertas. tradisional yang disebut dluwang. Tentu saja kertas Eropa juga dipakai dalam naskah Jawa.,
Jadi,
dari
beberapa
pendapat
di atas dapat dikatakan bahwa naskah mengacu pada bahan atau alas tulis naskah merupakan bentuk fisik atau bentuk konkret, benda yang dapat dipegang atau dilihat.
Di Indonesia berbagli daerah menggunakan bahan yang berbeda untuk menuangkan ide pikirannya ke dalam bentuk naskah-Ada yang menggunakan Iontar
(naskah
yang
berasal
dari
sejenispohonpalma),
kertas
(kertas
tradisional
dan kertasEropa),kuhtbinatahg,
kayu,
dan
batu.Pahkanbeberapanegara
mempunyai kekhasart
dalam
penggunaan
naskah
sebagai
bahan.
Gaur
(1974:4—9),
di antaranya, menguraikan
bahwa
berbagai
tulisan
ada
yang
diabadikan
di atas bambu, seperti di Cina; daunpalma digunakan di India dan '&«a Tenggara; papiras digunakan di Mesh"; baja, linen, dan sutra serta perkamenidjgimaj&jm
di Iran dan bagian timur lainnya; di sampmg itu rnasih ada juga beberapa iilisan yang ditulis di atas batu-batuan, hiking, gading,. dan kulit binatang.
Jika
naskah
juga
menggunakan
batu
sebagai
alat
tulis,
kemudian
timbul pertariyaan
dalam
benak
Anda,
apa
bedahya
naskah
dengan
prasasti
karena, prasasti
juga
ditulis
di atas batu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Baried ada tigabutir yang dapat membedakan naskah dan prasasti.
Pertama,
naskah
pada
umumnya
panjang
karena
ia dapat berbentuk cerita, sedangkan prasasti umumnya pendek karena ia hanya memuat soal-soal yang ringkas. Kedua, prasasti umumnya menyebutkannama penulisnya bahkan lengkap dengan angka tahun, tetapi dalam naskah umumnyaanonim dan tanpa penyebutan tahun penulisan. Kebga, naskah biasanya beriurhlah banyak karena ia disahkan beberapa kali, sedangkan prasasti tidak disaliniagi. .
Selain
dari
bahan
yang
dipakai
sebagai
sarana
tulisan
seperti
yang
sudah diuraikan
di atas, sebenarnya apasaja yang menjadi bagian atau unsur-unsur dalam naskah? Yang terlihat pada
kita
adalah naskah dalam wujud fisiknya,
seperti kertas. Namun, sebenarnya banyak unsur yang dapatdikaji dajamhaskah, yakni semua hal yang berhubungan dengan bahan itu, misalnya
alat-alat yang dipakai untuk menulis, seperti,
tinta;pensile
dan
pena,
alas,
tulis
(seperti.kertas
yang
meirtiliki
cap
kertas dan
lontar),
huruf,
ilustrasi,
uurrunasi
(gambaf),
penjilidan,
dan
inf
orrnasi
Iain
yang ada
di luar isi teks, misalnya sejarah pernaskahan. Tinta ada yang dibuat dari bahan-bahan tradisional, yaitu dari berbagai tumbuhan bahkan datah bihatang, ada juga tinta Eropa. Demikian juga dengan alat tulis, di beberapa daerahhdi dari pohon aren atau enau digunakan sebagai alat tulis, tetapi ada juga yang sudah menggunakan alat tulis yang dibuat oleh orang Eropa. Kajian dari proses pembuatan naskah itu merupakan bidang kajian tersendiri, yaitu kajian pernaskahan atau istilahnya kajian kodikologi.
Mulyadi
(1994)
mengatakan
bahwa
ilmu pernaskahan
adalah ilmu
yang
mengkaji
naskah,
bukan
ilmu
yang
mempelajari apa
yang
tertulis
di dalam
naskah.
Tugas
yang
dilakukan
bidang
kajian
ini adalah
sejarah
naskah, sejarah
koleksi
naskah,
penelitian
tempat (skrip
torium),
masalah
penyusunan
katalog,
penyusunan
daftar
katalog,
perdagangan
naskah, dan
penggunaan
naskah.
Informasi yang
lebih
mendalam
tentang
naskah
ini
akan dibahas dalam modul4, yaitu tentang
kodikologi atau ilmu penaskahan. Penelitian ,
kodikologi
belum
berkembangdi
Indonesia,
tetapi
sudah
mulai
dirintis,
seperti Maria
Indra
Rukmi
(1997)
Penyaiinan
Naskah Melayu di Jakarta pada
Abad XIX: Naskah Algemeene Secretarie: Kajian dari segi kodikologi dan
I Kuntara Wiryamartana (BKI:149,
1993) The Scriptoria in The. Merbabu
Area.
2.
Pengertian Teks
Kalau
naskah
adalah
bentuk fisik
yang
dapat
dipegang,
teks
adalah
isi yang ada dalam bentuk fisik itu yang umumnya berupa id&4de atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang. Untuk memperjelas definisi itu
dikutip
kembali
apa
yang disampaikan
Baried
(1985;56) tentang
teks.
Ia mengatakan bahwa teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang
abstraknya yang hanya dapat dibayangkan
saja.
Perbedaan
antara
naskah
dan
teks
menjadi
jelas
apabila
terdapafnaskah
yang muda, tetapi
mengandung teks yang tua. Ilustrasi
yang
dibuat
oleh
Muiyadi (1994:3) berikut ini diharapkan dapat memperjelas perbedaan antara naskah dan teks. Satu naskah dapat saja terdiriatas, beberapa teks, umpamanya naskah yang berjudul Syair PerangKalwungu bernomor ML198F yang terdapat dalam koleksi Perpustakaan
Nasiohal
(Sutaarga
dan
Jusuf et. al: 1972:241).
Dalam
naskah
itu terdapat
enam
teks,
yaitu
(1)
Hikayat Maharaja
Ali, hlm.l -33 ditulis dengan huruf Arab Melayu (Jawi) (2) Hikayat, Darma Taisiah,
him.
33-42 juga ditulis dengan huruf Jawi, (3) Hikayat Abu Samah hlm.43-67 ditulis dengan huruf Latin, (4) Syair Kumkuma/
hlm 68-71
ditulis
dengan
huruf
Latin,
(5)
Hikayat ]entayu, h]m. 71 — 85, ditulis dengan huruf Latin,dan (6) Syair
Perang Kaliwungu, hlm.86 — 174, juga ditulis dengan huruf Latin. "
Sebaliknya
satu
teks
dapat
ditulis
dalam
beberapa
naskah.
Misalnya
Hikayat Negeri Johor ditulis dalam 8 naskah
(Mu'jizah, 1996), Naskah dengan judul Hikayat Negeri Johor itu ada dua buah yang disimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, yaitu naskah W. 192 dan haskah W
196 Jtfaskah
dengan
judul yang sama terdapat juga tiga buah dalam koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belahda, yaitu bernomor Cod. Or; 1741, Cod. Qr3322,.dan H.24. Perpustakaan SQAS (School of Oriental
and Affrican Studies), London, menyimpan dua naskah, yaitu nomor Ms.40507 dan norridr Ms. 297498, Perpustakaan Royal Asiatic Society (London, Inggris) menyimpan satu naskah Hikayat Negeri Johor dengan nomor
Malay 10.
Mengapa
hal seperti itu terjadi, teks yang sama ditulis dalam beberapa naskah atau
dalam satu naskah terdapat beberapa teks, seperti yang dicontohkan di atas?
Jawabannya adalah bahwa proses terjadinya sebuah naskah atau teks kadangkala
sangat rumit. Kerumitan itu terjadi karena naskah ditulis tangan sehingga
produksinya tidak banyak, tidak sama dengan mesin cetak, satu teks dicetak
langsung dalam ratusan naskah (eksemplar).
Berikut
ini digambarkan contoh terjadinya sebuah naskah atau teks. Suatu teks dari karya
seorang pengarang kadangkala tidak berhenti setelah teks itu dicipta menjadi
sebuah naskah. Kadangkala teks tersebut menempuh perjalanan yang panjang. Suatu
teks yang sudah dicipta kadangkala dijadikan dasar atau sumber bagi penciptaan
teks yang baru yang benar-benar sama dengan aslinya. Namun, kadangkala teks itu
tidak sama hasilnya atau berubah. Hal itu terjadi karena pada saat itu sang
pencipta tidak hanya menulis dengan menggunakan satu sumber, tetapi beberapa
sumber. Dari beberapa sumber itu, kemudian ia menggabungkannya menjadi sebuah
teks baru. Pada saat itu, sang pencipta sudah menambah dan mengurangi teks yang
ditulisnya sehingga terjadi teks yang sama sekali baru. Teks baru itu tercipta
karena penulis sudah mulai menambahkan kreativitasnya ketika menulis.
Berdasarkan hal itu, dalam filologi dikenal tradisi penyalinan teks, yaitu tradisi tertutup dan tradisi terbuka. Robson (1978:39
— 40) menyebutkanbahwa dalam tradisi terbuka penurunan naskah tidak terbatas
hanya pada satu garis (naskah) saja, sedangkan dalam tradisi tertutup penurunan
naskah terbatas hanya pada satu garis (naskah) saja. Hasil penyalinan dalam
tradisi tertutup adalah teks yang sama (merupakan varian dari satu teks) dalam
beberapa naskah, sedangkan hasil dalam penyalinan terbuka teks yang lain
(versinya berbeda) terdapat dalam beberapa naskah.
Karena
diturunkan dari satu teks ke teks lain, kadangkala terjadi kesalahan penulisan.
Berdasarkan kesalahan inilah penurunan suatu teks dapat dilacak.
De
Haan pada tahun 1973, melalui Robson (1978), menguraikan 3 (tiga) kemungkinan
terjadinya suatu teks.
(1)
Aslinya teks hanya ada dalam ingatan
pengarang atau pengelola cerita. Penurunan cerita terjadi secara terpisah yang
satu dari yang lain melalui dikte. Teks itu terjadi apabila seseorang ingin
memiliki teks tersendiri. Setiap kali teks diturunkan terjadi variasi. Variasi
itu terjadi selama pengarang menurunkan teksnya kepada seseorang karena setiap
kali mendiktekan teks terjadi perkembangan cerita. Oleh sebab itu, variasi
terjadi selama pengarang itu masih hidup.
(2)
Teks asli ada dalam bentuk tertulis yang
bentuknya lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau
memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin
begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin,
dipinjam, diwarisi, atau dicu ri dan terjadilah cabang tradisi kedua atau
ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita
d'imasukkan. (3)
Teks
aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pemba waannya
karena pengarang telah menentukan piiihan kata, urutan kata, dan komposisi
untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat. Sehubungan dengan ketigahalitu,
dalam penurunan teks dikenaljugacampuran horizontal
(horizontal contamination) dan campuran vertikal (vertical contamination), Penurunan dalam
campuran horizontal terjadi pada tradisi terbuka, sedangkan penurunan vertikal
terjadi pada tradisi tertutup. Penurunan teks "dengan campuran horizontal
terjadi jika penyalin tidak seialu menyalin teks dari satu contoh saja. Hal itu
terjadi karena teksnya sering rnenunjukkan ketidaksempurnaan, maka penyalin
mencari sumber-sumber lain dan penyalin mengambilnya juga sebagai sumber
penyalinan. Kemudian ia memilih bacaan yang baik atau bagian-bagian tertentu
yang menarik lain memasukannya ke dalam teks yang disalinnya. Penurunan teks
dengan campuran vertikal adalah jika penyalin menyalin teks berdasarkan satu
sumber saja. Penyalin dengan setia menyalin sumber itu apa adanya, termasuk
menyalin kesalahan-kesalahan dalam teks sumber tersebut. Hasilnya satu naskah
yang hampir sama dengan naskah turunannya.
(a)
contoh campuran horizontal
(b)
contoh campuran vertikal
A
B
C
Setelah
rrtengetahui tradisi penurunan teks, kita kembali pada esensi sebuah teks.
Bagaimanakah bentuknya dan apa saja isinya? Kalau melihatbentuknya, teks dapat
berbenmk puisi (tembang untuk Jawa, syair dan pantun untuk Melayu) dan prosa.
Keduanya mempunyai aturan-aturan tertentu, pantun misalnya dalam teks Melayu
terdiri atas 4 larik. Larik 1 dan 2 berisi sampir^an dan larik 3 serta 4
merupakan isinya. Pantun juga mempunyai rima tertentu a-b-a-b. Demikian pula
dengan puisi (tembang) dalam teks Jawa yang mempunyai matra tertentu, misalnya
mempunyai guru wilangan dan guru lagu.
Bentuk sebuah
teks menarik untuk dikaji oleh masyarakat masa kini, begitu juga halnya dengan
isi teks atau gagasan yang ada dalam sebuah teks. Apa yang dapat disumbangkan
teks itu bagi kehidupan masyarakat saat ini? Banyak naskah Nusantara yang membicarakan
sejarah masa lalu. Data itu sangat penting untuk merangkai sejarah suatu
daerah, misalnya Hikayat Bandjar (Melayu) dapat
dipakai untuk penyusi man sejarah daerah Banjarmasin, Sejarah Melayu dapat dipakai
untuk penyusunan s ejarah masyarakat Melayu. Demikian juga dengan Hikayat Radja-Radja Pasai, i&i dalam
hikayat itu dapat mengungkap dan mengidentifikasikan sebuah makam yang ada di
daerah Pasai. Babad Buleleng dapat dipakai
untuk mengungkap sejarah masyarakat Bali, Hikayat Dipati Ukur untuk melihat
sejarah dan tokoh sejar. ah dari masyarakat Sunda, Kaba Minagkabau juga dapat
mengungkap data tentang masyarakat Minangkabau pada masa lalu. Masih sederet
teks yang dapat mengungkap sejarah daerah masing-masing. Apakah daerah Anda
kira-kira memiliki naskah sejenis itu? Kalau memilikinya, naskah itu menarik
untuk diteliti karena di dalam naskah itu terdapat teks yang mengandung data
sejarah masa lampauyang da pat dipakai untuk merekonstruksi sejarah masa
kiniyang merupakan lanjutan dari sejarah masa lalu. Akan tetapi, satu hal yang
harus diingat dalam penggunaan tek s sebagai data sejarah, yaitu peneliti harus
berhati-hati sekali walau bagaimana pun karya-karya tersebut sudah memadukan
antara fakta dan fiksi, antara kenyataai y dan dunia rekaan. Untuk itu, diperlukan
dokumen-dokumen lain sebagai pembanding untuk membuktikan unsur sejarahnya.
Anda masih
mengingat cerita-cerita lucu peninggalan nenek moyang kita? Cerita Pak Belalan g berasal dari Melayu, Joko Bodo berasal dari Jawa, dan Si Kabayan dari Sunda. Cerita-cerita itu pada
dasarnya bukan hanya bersif at menghibur karena kelucuan tingkah laku tokohnya,
tetapi juga dapat bersifat mendidik pembaca. Sama halnya dengan cerita-cerita
binatang yang sangat cerdik yang ditemukan dalam Hikayat Sang Kancil dan Hikayat Pelanduk Jenaka dari Melayu.
Selain kedua h
al di atas, naskah undang-undang juga sangat penting diketahui karena kalau
undang-undang itu digunakan dan penting pada masyarakat masa lampau berarti
undang-undang itu penting juga diketahui bagi masyarakat masa kini.
Dalamkhazanvh Melayu banyak ditemukannaskah-naskah seperti itu, Undang-Undang Malaka, Ado t-adatRaja Melayu, dan Undang-undang Palembang. Masyarakat
Minangkabau pun memiliki undang-undang untuk mengatur segala aspek kehidupan
masyara katnya di masa lalu, seperti Undang-undang
Minangkabau.
Bahasa sebagai sarana pengungkap ide
juga dapat diteiiti dalam teks-teks lama.
Bahasa dengan struktur yang bagaimana yang mereka gunakan dulu? Untuk
keperluan itu, beberapa pakar bahasa juga banyak yang tertarik dengan teks,
terutama untuk melihat sejarah perkembangan bahasa. Suwarso (1991) pernah
mengkaji struktur gramatika bahasa Melayu Jama dalam Hikayat Abu Samah. Tiga
hal yang menjadi perhatiannya, yaitu (1) penggunaan partikel penghubung, seperti
mdka, kemudian maka, kalakian maka; (2) konstruksi kalirnat yang menggunakan
partikel pun dan lah; (3) penggunaan klausa dan f rasa. Konstruksi seperti itu apakah
masih digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini? Hal itu merupakan pertanyaan
yang patut dijawab oleh pakar bahasa yang menekuni sejarah perkembangan suatu
baliasa. '
Bahasa dengan struktur yang bagaimana yang mereka gunakan dulu? Untuk
keperluan itu, beberapa pakar bahasa juga banyak yang tertarik dengan teks,
terutama untuk melihat sejarah perkembangan bahasa. Suwarso (1991) pernah
mengkaji struktur gramatika bahasa Melayu Jama dalam Hikayat Abu Samah. Tiga
hal yang menjadi perhatiannya, yaitu (1) penggunaan partikel penghubung, seperti
mdka, kemudian maka, kalakian maka; (2) konstruksi kalirnat yang menggunakan
partikel pun dan lah; (3) penggunaan klausa dan f rasa. Konstruksi seperti itu apakah
masih digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini? Hal itu merupakan pertanyaan
yang patut dijawab oleh pakar bahasa yang menekuni sejarah perkembangan suatu
baliasa. '
Naskah
yang teksnya berisi masalah keagamaan juga sangat banyak diperha tikan
peneliti, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam naskah keagamaan
tersimpan sejarah pemikiran dan pandangan hidup suatu bangsa Kehidupan sastra
keagamaan di Aceh pada abad ke-17, misalnya, banyak mengundangbeberapa peneliti
karena di daerah itu hidup empat orang suf i yang terkenal, yaitu Shamsuddin as-Suma
Irani, Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Singkel, dan Nurudin ar-Raniri. Perdebatan
pendapat di antara mereka tentang hubungan antara manusia dan Tuhan banyak
direkam dalam karya-karya mereka. Abdul Hadi W.M. (1995), misalnya, tertarik
dengan kehidupan Hamzah Fansuri dan kepenyairannya. Ia meneliti penyajr itu.
Penelitiannya diberi judul Hamzah
Fansuri: Risalah Tasawuf dan Pitisi-pu isinya. Buku itu
memberikan gambaranyang luas tentang penyair itu, mulai dari kehidupannya
sampai dengan pemikiran-pemikirannya.
Teks-teks yang
berbentuk cerita, seperti beberapa karya yang sudah disebutkan di atas banyak
juga dikaji dengan berbagai pendekatan tergantung pada teksnya. Teks sastra
misalnya dikaji dengan pendekatan struktural. Pendekatan ini lebih banyak
menyoroti teknik penceritaan, misalnya alur, tokob dan penokohan, latar, sudut
pandang. Kalau teks berbentuk puisi yang diteiiti biasanya gaya bahasa,
perlambangan, dan rima, atau stilistikanya. Di samping itu, masih banyak lagi
pendekatan lain yang dapat diterapkan. Berbagai kajian atas naskah dengan
berbagai pendeka tan yang pernah diterapkan terhadap berbagai teks Nusantara
akan dibahas khusus pada modul 6, yaitu aneka edisi naskah Nusantara dan
kajiaroiya.
Setelah
mengetahui uraian di atas, tentunya Anda yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia juga memiliki khazanah kesastraan dari masa lalu. Dari berbagai
naskah itu banyak butir penting yang patut Anda gali untuk kepentingan daerah
Anda masing-masing. Untuk itu, cobalah meneliti dan menggali isinya.
Setelah
Anda mengikuti uraian di atas dan memahaminya, di bawah ini diberikan beberapa
pertanyaan sebagai latihan. Latihan ini dapat dipakai sebagai titik tolak
keberhasilan Anda dalam memahami materi.
1)
Apa yang Anda ketahui tentang naskah?
2)
Jika Anda tertarik dengan naskah, apa
saja yang dapat Anda kaji?
3)
Apa yang Anda ketahui tentang teks?
Petunjuk jawaban
Latihan
Jika
Anda telah selesai mengerjakan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas,
periksalah kembali jawaban Anda dengan memperhatikan rambu-rambu jawaban di
bawah ini.
1)
Naskah merupakan terjemahan dari codex yang berasal dari bahasa Latin. Kata itu
berarti 'teras batang pohon' dan dipakai dalam hubungan dengan penianfaatan
kayu sebagai alat tulis. Kemudian di dalam berbagai bahasa kata itu mengacu pada
suatu karya klasik dalam bentuk naskah. Dengan begitu, pengertian naskah dapat
diartikan sebagai hasil tulisan tangan yang berasal dari abad lalu sebelum
dikenal mesin percetakan. Tulisan tangan itu digoreskan di atas sebuah alas
yang disebut dengan naskah. Alas naskah itu bermacam-macam bahan dasarnya, ada
yang berasal dari kayu, kulit, bambu, dan kertas. Dengan begitu, naskah adalah
sesuatu yang dapat dipegang dan bentuknya konkret. Dalam bahasa Belanda naskah
disebut dengan handschrif, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut dengan manuscript.
2)
Jika ingin mengkaji naskah, kita dapat
memperhatikan beberapa unsur yang berhubungan dengan naskah, seperti alas
naskah, alat yang dipakai untuk menulis, huruf, cap kertas, ilustrasi,
iluminasi, penjilidan, sejarah pernaskahan, penyalin, dan tempat-tempat
penyalinan (skriptorium), serta informasi lain yang ada di luar isi naskah.
3)
Yang dimaksud dengan teks adalah isi
naskah atau kandungan yang ada dalam naskah, yaitu berupa ide atau gagasan yang
ingin disampaikan pengarang. Teks adalah sesuatu yang abstrak yang hanya dapat
dibayangkan saja.
Dalam bagian ini
diuraikan dua istilah dasar yang dikenal dalam filologi. Kedua istilah itu
adalah naskah dan teks. Naskah adalah hal yang konkret yang
dapat dipegang, misalnya alas tulis (kertas) yang dipakai untuk menulis. Di
atas alas itulah seorang pengarang menuangkan gagasan-gagasannya.
Yang menjadi
unsur dalam naskah adalah hal yang berkaitan dengan fisik naskah, misalnya alas
naskah yang digunakan (kertas, kayu, bambu), tinte, pensil, dan pena, huruf,
kolofon, ilustrasi, Uuminasi (gambar),
penjilidan, dan informasi lain yang ada di luar isi teks, misalnya sejarah
pernaskahan. Tugas yang dilakukan bidang kajianini adalah sejarah naskah,
sejarah koleksi naskah, penelitian tempat- tempat penyalinan naskah
(skriptorium), masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog,
perdagangan naskah, dan penggunaan naskah.
Teks adalah isi
atau kandungan yang ada dalam naskah. Kandungan itu berupa ide atau gagasan
yang ingin disampaikan pengarang. Oleh sebab itu,Uiksbersifatabstrakyanghanyadapatdibayangkansaja.Teksbermacam-macam,
ada yang berisi sejarah, keagamaan, bahasa, cerita, silsilah, adat-istiadat.
Dalam kajian teks digunakan berbagai pendekatan sesuai dengan sifat teks.
Indonesia
terdiri atas berbagai daerah dengan ragam bahasa dan aksaranya. Dengan demikian
Indonesia sangat kaya dengan naskah. Di Sumatra terdapat naskah-naskah dengan
aksara dan bahasa masing-masing, seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Kerinci,
Riau, Siak, Palembang, Bengkulu, Pasemah, dan Lampung. Demikian pula di
Kalimantan, naskah ditemukan di daerah Sambas, Pontianak, Banjarmasin, dan
Kutai. Pulau Jawa memiliki naskah di daerah Banten, Jakarta, Pasundan, Cirebon,
Yogyakarta, Surakarta, Gresik, Madura dan beberapa daerah pegunungan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Bali naskah masih terus dibuat di hampir seluruh
daerah. Nusa Tenggara Barat juga memiliki naskah, seperti Lombok, Bima,
Sumbawa, dan Dompu. Di sepanjang kepulauan Indonesia Timur naskah ditemukan di Ternate
dan Ambon. Di Sulawesi naskah-naskah ditemukan di daerah Bugis, Makasar, dan
Buton.
Dari
sekian banyak kekayaan pernaskahan Indonesia, di mana sajakah naskah tersebut
disimpan? Pada saat ini naskah-naskah di atas penyimpanannya yang pasti
tersebar di berbagai tempat, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam
negeri naskah-naskah daerah disimpan di berbagai perpustakaan dan lembaga resmi
milik pemerintah dan swasta. Selain itu, beberapa penduduk atau perorangan juga
memiliki naskah yang mereka simpan di rumah mereka. Naskah yang mereka miliki
biasanya merupakan warisan dari orang-orang tua mereka terdahul. Naskah yang
disimpan dan menjadi milik lembaga pemerintah atau swasta
mungkin
tidak terlalu mengkhawatirkan pemeliharaannya. Mereka sudah memperhatikan
pemeliharaan itu dan mereka mempunyai dana khusus untuk keperluan itu. Namun,
naskah yang menjadi milik pribadi atau perorangan yang tersebar luas di
masyarakat inilah yang sangat mengkhawatirkan. Naskah yang harus disimpan di
tempat khusus, disimpan di tempat yang tidak layak untuk naskah. Bahkan ada
yang menyimpannya dengan membungkusnya dalam plastik. Dengan begitu, naskah
menjadi cepat rusak. Naskah agar terpelihara dengan baik dan tidak cepat punah
dimakan ngengat (sejenis
serangga pemakan buku) disimpan pada suhu tertentu.Yang
menyedihkan lagi sampai saat ini masyarakat berbagai daerah di Indonesia masih
menganggap naskah itu sebagai barang keramat. Untuk
membacanyasajaperludiadakahupacara. Akibatnya, naskah jarangdibuka sehingga
kemushahannya semakin tinggi.
Jakarta, ibukota
negara, mempunyai satu tempat penyimpanan naskah, yakni Perpustakaan Nasional.
Berbagai naskah daerah disimpan di perpustakaan ini dengan a man. Di tempat itu
disimpan 9.626 naskah yang ditulis dalam berbagai bahasa dan aksara, seperti
Aceh, Bali, Batak, Jawa,Jawa Kuna, Madura, Melayu, Sunda, dan Ternate.
Perpustakaan
Nasional, saat ini, terletak di Jalan Salemba Rava, Jakarta. Pemakaiannya baru
diresmikan pada tahun 1989. Perpustakaan itu memiliki ruang khusus di lantai V
yang menyimpan berbagai naskah daerah tersebut. Naskah-naskah itu sebelumnya
disimpan di Perpustakaan Museum Pusat atau Gedung Gadjah, Jalan Merdeka Barat,
Jakarta. Naskah itu pada awalnya milik Bataviaasch
Genootschap van Kunsten enWetenschappen. Dalam Pedcman Singkat Mengoendjoengi Moeseoem (1948:7 — 33) dijelaskan bahwa
pada akhir abad XVII di Eropa tampak adanya suatu kegiatan dan pembaruan dalam
bidang ilmu. Sehubungan dengan itu, di berbagai negara didirikan
perkumpulan-perkumpulan sarjana. Dari perkumpulan yang ada di Belanda didirikan
satu cabang di Batavia (Jakarta) tahun 1778, yaitu Bataviaasch Genootsclmp van Kunsten en
Wetenschappen.
Menurut Van
Ronkel (1909:1 — IV) koleksi naskah di gedung itu berasal dari berbagai sumber,
di antaranya adalah naskah-naskah yang disusun dalam katalogus Cohen Stuart
tahun 1871. Pada tahun 1875 koleksi bertambah lagi. Tambahan itu dibuat
daftarnya oleh Van den Berg. Di samping itu, Von de Wall juga menghibahkan
koleksmya ke perpustakaan tersebut di atas.
Bukan hanya di
dalamnegeri saja naskah-naskah Indonesia disimpan, melainkan juga di luar
negeri, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Amerika, Jerman, dan Malaysia.
Bagaimana naskah-naskah itu sampai tersebar ke berbagai negara di atas?
Penyebaran naskah itu dilakukan dengan berbagai cara. Inggris misalnya, dalam
perjalanan sejarah Indonesia, pernah menjajah sebagian kawasan .Asia Tenggara,
termasuk Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan sejarah masa lampau itulah
naskah-naskah dari kedua negara itu sangat banyak dikoleksi di negara itu. Naskah-naskah
yang tersimpan di Inggris dicatat dengan teliti dalam katalog vang disusun oleh
Ricklefs dan Voorhoeve (1977), Indonesian
Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in Indonesian
Languages in British Public Collection. Dalam katalogus itu tercatat 1.200
naskah yang disimpan pada tempat yang tersebar di kota-kota di negara itu, di
antaranya Bristol, London, Cambridge, Eidenburgh, Manchester, Oxford, dan
Glasgow.
Sama
halnya dengan Inggris, Belanda pun pernah menjajah Indonesia. Oleh sebab itu,
naskah-naskah Indonesia sangat banyak tersimpan di sana. Katalog yang mencatat
naskah-naskah Indonesia di Belanda, di antaranya katalog yang disusun oleh
Juynboll (1899), Catalogus van de
Maleische' en Sundaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits
Bibliotlieek dan
katalog yang disusun oleh Van Ronkel (1909) Catalogus der Maleische en Minangkabausclie
Handschriften in de Ixidsdie Universiteits-
Bibliotheek. Katalog yang
paling baru yang mencatat koleksi naskah di Belanda adalah yang disunting oleh
Wieringa (1998) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts: In the
Library of Leiden University and other Collections in the Netherlands. Naskah-naskah
yang dicatat dalam katalog itu disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.
Selain di tempat itu, Perpustakaan KITLV ( Koninklijk
Instituut voor Taal Land en Volkenkunde) juga merupakan tempat penyimpanan
naskah-naskah Indonesia di Belanda.
Untuk
mengetahui naskah kekayaan Indonesia, berikut ini diuraikan beberapa situasi
pernaskahan daerah. Karena beragamnya naskah daerah, dalam bagian ini hanya
akan diuraikan beberapa daerah saja. Seperti yang sudah diuraikan di atas
daerah di Indonesia sangat banyak yang memiliki naskah. Dalam uraian ini
diambil beberapa naskah daerah yang pernah diteiiti oleh pakar. Berdasarkan
penelitian itulah situasi pernaskahan disusun. Naskah itu adalah Melayu, Batak,
Lampung, Bugis, Jawa, Sunda, dan E5ima. Bahasa Melayu penyebarannya sangat luas
sehingga terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, naskah Melayu
akan diuraikan pada bagian awal, kemudian disusul dengan beberapa daerah lain.
3.
Pernaskahan Nusantara
a.
Naskah Melayu
Bahasa
Melayu tersebar di berbagai daerah, seperti di Aceh, Minangkabau, Siak, Riau,
Palembang, Bengkulu, Jakarta, dan Bima. Masing-masing daerah itu memiliki
naskah yang ditulis dengan aksara Arab Melayu (Jawi) dalam bahasa Melayu yang
dipengaruhi oleh bahasa daerah masing-masing. Oleh karena tempat asalnya
berbeda, penyebaran dan penyimpanannya pun tersebar di berbagai tempat. Ada
yang disimpan di berbagai perpustakaan, museum, dan di rumah penduduk sebagai
milik pribadi yang merupakan warisan dari para orang tua mereka. Penyimpanan
terbesar yang ada di Indonesia untuk naskah Melayu adalah Perpustakaan
Nasional, Jakarta, dan di luar negeri adalah Perpustakaan Universitas Leiden,
Belanda.
Untuk
mengetahui jumlah naskah Melayu, biasanya masing-masing tempat penyimpanan
naskah membuat daftar atau katalog naskah. Perpustakaan Nasional menerbitkan
katalog terbaru tahun 1998 yang memuat seluruh koleksinya dari berbagai bahasa.
Katalog itu berjudul Katalog Induk
Naskah-naskah Nusantara Mid 4:
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, diterbitkan oleh
Yayasan Obor dan Eeole Francaise d'Extreme-Orient. Sebelumnya para peneliti
masih berpegang pada katalog yang diterbitkan oleh Sutaarga yang berjudul Katalogus
Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat, 1972. Katalog itu disusun
berdasarkan katalog tertua yang disusun oleh Van Ronkel (1909), Catalogus
der Maleische Handschriften in het Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen.
Menurut
Ding Choo Ming (1986) naskah Melayu sebagian besar berasal dari salinan abad ke-19
meskipun ada beberapa naskah yang lebih tua dari abad itu disimpan di
Perpustakaan Universitas Cambridge dan Perpustakaan Universitas Oxford. Hal itu
diketahui melalui daf tar-daf tar naskahyang dibuat oleh F. Valentijn.
Sayangnya, naskah yang disebutkan dalam daf tar tersebut sudah ada beberapa
yang hiiang. Hilangnya satu atau beberapa naskah dalam pernaskahan Melayu dapat
terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Rusaknya naskah karena bahan
naskah terlalu tua tidak dapat dihindari, tetapi penghancuran naskah dengan
sengaja kadangkala terjadi. Peristiwa seperti itu misalnya terjadi pada masa
kesultanan Melayu di Pasai atau di Aceh,. yaitu pembakaran naskah. Karya-karya
Shamsuddin Pasai pada abad ke-17 sengaja dibakar di Aceh karena ajarannya dianggap
bertentangan dengan ajaran Nuruddin ar-Raniri.
Dalam kondisi
yang seperti itu satu keuntungan bagi naskah Melayu adalah dengan hadirnya
beberapa orang Eropa ke Nusantara. Karena mereka, banyak naskah yang aman
tersimpan dalam berbagai koleksi, terutama di Eropa. Hal itu terjadi karena
sambil menjalankan tugas pemerintahan mereka belajar bahasa Melayu. Sambil
belajar bahasa,merekatertarik dengan naskah yangmereka pelajari. Oleh karena
itu, mereka mengoleksi dan memeliharanya selama dua abad sehingga naskah
tersebut aman sampai saat ini. Akan tetapi, sayangnya tempat koleksi itu sangat
teisebar, misalnya di Inggris, Belanda, Malaysia, dan Jerman sehingga peneliti
agak sulit menjangkaunya.
Mengapa naskah
Melayu itu tersebar di negara-negara tersebut? Penyebaran tersebut terjadi
seiring dengan hadirnya pemerintah kolonial di tanah Melayu misalnya Riau. Riau
pada zaman dahulu jaya sebagai kemaharajaan Melayu dart kerajaan Riau-Lingga
pernah menjadi pusatnya. Pada masa lalu di tempat itu penyalinan dan penciptaan
naskah turnbuh subur. Kerajaan menjadi pusat kegiatan kesastiaan. Di tempat
itulah naskah banyak disalin. Roorda van Eysinga datang ke daerah itu ingin
belajar bahasa Melayu Beberapa tahun kemudian ia sudah mahir mempelajari bahasa
dan kesastraan Melayu. Ia pun kemudian mengoleksi beberapa naskah tersebut.
Untuk koleksinya, mereka bukan hanya meminta penyalin lokal untuk menulis,
tetapi juga penyalin Eropa. Untuk koleksi, mereka juga membeli naskah. Kegiatan
seperti itu sudah tersebar di beberapa bagian tanah air seperti Von de Wall dan
A.L. van Hasselt di Riau, Crawford di Penang, Malaka, dan General Sekretariat
di Batavia. Naskah salinan General Sekretariat banyak dikirim ke Akademi Delf
sebagai bahan pelajaran bahasa Melayu bagi mereka yang akan ditugasi ke tanah
jajahan.
Berapa kiranya
jumlah seluruh naskah Melayu yang tempat penyimpanannya tersebar? Meskipun
berbagai katalog. bibliografi, dan daftar naskah sudah dibuat, tetapi beium ada
satu pun yang menyebutkan jumlah yang sama dari seluruh naskah tersebut.
Beberapa peneliti berusaha menghitung naskah itu, di antaranya Ismail Hussein
yang menyebutkan jumiahnya 5.000 naskah, Chambert-Loir mengatakan 4.000 naskah
yang tersebai di 26 negara, dan Russel Jones mengatakan jumiahnya 10.000
naskah.
Tampaknya hampir
seluruh naskah lelayu itu ditulis dengan dua aksara, yaitu aksara Arab Melayu
(Jawi) dan Latin dalam bahasa Melayu. Naskah Melayu agaknya hanya
mengenai kertas sebagai alas tubs. Berikut ini dicontohkan aksara Arab Melayu
yang dipakai dalam naskah. Tabel di bawah ini berisi 4 bentuk pemakaian dari
setiap aksara (Hollander, 1984:6 - 7)
Aksara Arab Melayu (Jawi)
Bagairnana
dengan isi teks yang terkandung dalam naskah Melayu? Isi yang ada di dalamnya
sangat beragam. Kalau melihatpembagian yang pernah dilakukan Liaw Yock Fang
(1991, Jilid I dan II), naskah Melayu dapat diklasifikasi menjadi 10. Sepuluh
kelompok itu adalah kesusastraan rakyat, epos India dan sastra wayang, cerita
psnji, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra
sejarah, undang-undang Melayu, dan pantun serta syair.
Dari
masing-masing kelompok itu sastra Melayu memiliki karya-karya puncak atau karya
yang populer di masyarakat pendukungnya. Misalnya dalam cerita panji, orang
pasti mengenai Hikayat
Panji Semirang. Dalam
sastra kitab diketahui karya Flamzah Fansuri yang berjudul Syair Perahu.
Sejarah Melayu merupakan
karya yang populer yang tidak pernah berhenti diteiiti hingga saat ini. Sama
halnya dengan cerita berbingkai, yaitu Cerita Seribu Satu Malum hingga saat ini
masih terus diceritakan kembali dalam bahasa yang populer agar akrab dengan
pembaca saat ini.
b.
Pernaskahan
Batak
Masyarakat
Batak tinggal di Sumatra Utara.Kalau, mendengar kelompok masyarakat ini, kita
langsung terjngatpada beberapa nama marga yang sangat kuat melekat pada
nama-nama masyarakat pendukungnya sehingga mereka dapat dengan cepat diidentifikasi
sebagai mayarakat Batak. Kita mengenai beberapa marga, di antaranya Nababan,
Nasution, Sembiring, dan Tarigan. Suku Batak Toba dan Karo merupakaninduk dari
beberapa marga di daerah itu. Mereka menggunakan bahasa Batak dengan berbagai
dialeknya. Bahasa itu pada masa lalu menggunakan aksara khas masyarakat
tersebut, yaitu aksara Batak. Beberapa peneliti pernah membahas pernaskahan
Batak di antaranya K.F. Holle (1882), Voorhoeve (1927— 1985), Uh
Kozok
(1991 dan 1996).
Masyarakat
Batak menggunakan bahasa Batak dengan empat dialek. Dialek Karo dipakai oleh
orang Karo; dialek Pakpak dipakai oleh orang Pakpak; dialek Simalungun menjadi
ragam bahasa orang Simalungun; dan dialek Toba dipakai oleh masyarakat Toba,
Angkola, serta Mandailing. Di antara para peneliti ada pendapat yang berbeda
antara satu dengan yang lain karena ada juga peneliti yang membagi bahasa tidak
seperti di atas. Bahasa Mandailing, Angkola, dan Toba merupakan dialek-dialek
tersendiri, tidak termasuk dialek Toba.
Naskah
Batak yang menggunakan aksara Batak, seperti yang diungkap beberapa penelitian
di atas, memiliki variasi karena di daerah itu tinggal beberapa suku Karo,
Pakpak, Simalungun, Toba, dan Mandailing. Variasi dapat diketahui dari
penyematan vokalnya. Ada usaha penyeragaman (Pudjiastuti, 1997:38) olehSuruhen
Purba dari kelima variasi itu menjadi aksara Batak atau Surat Pustaha yang
disempurnakan. Surat Pustaha yang disempurnakan inilah yang diajarkan kepada
murid SD dan SMP sebagai aksara Batak yang sekarang. Di bawah ini dicontohkan
variasi kelima aksara Batak dari Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, dan
Mandailing. Data ini diambil dari Pudjiastuti (1997:50).
Aksara Batak
Masih dari
sumber yang sama diperoleh informasi bahwa aksara Batak itu ditulis di atas
bahan atau alas naskah yang beragam. Yang paling terkenal dari naskah Batak
adalah yang disebut pustaha yang berarti
buku. Bentuknya seperti buku yang lembarannya bersambungan dan dilipat-lipat
seperti sebuah akordeon
sejenis
alat musik). Bahan utama naskah itu adalah kayu, yakni kayu alim yang banyak
terdapat di daerah itu. Ternyata model naskah seperti itu terdapat juga di
Cina, Jepang, Laos, dan Thailand. Selain kayu, bahan lain yang digunakan adalah
bambu. Bambu yang digunakan dari jenis bambu betung. Naskah dengan bahan itu
vang utama digunakan untuk menulis tanggal atau kalender (perlwlaun). Rotan, tulang
binatang, kulit binatang, dan kertas juga merupakan bahan lain yang digunakan
untuk naskah Batak.
Kalau bahan atau alas naskahnya seperti yang
disebutkan di atas, bagairnana dengan alat tulis yang digunakan? Karena alasnya
berbeda, alat tulisnya juga berbeda ka rena alat tulis yang dipakai tergantung
pada bahan naskah, lidi dari ijuk enau (iarugi) dan lidi dari
pohon pakis (sampipil)
digunakan
untuk menulis naskah yang berasal dari kayu. Pisau kecil (panggorit) dipakai untuk
menulis bahan yang keras, seperti tulang, bambu, rotan, dan tanduk binatang.
Tinta dipakai untuk kertas. Tinta itu ada yang tradisional, dibuat dari
berbagai tumbuhan, darahhewan, dan nunyak. Di samping itu, ada juga tinta yang
berasal dari jelaga lampu. Baja, sejenis tinta, dihasilkan bukan dari jelaga
lampu, tetapi dari jelaga kayu bakar. Tinta bervvarna dibuat dari campuran
anggur dan cuka atau dari getah damar dicampur dengan minyak. Di samping tinta
tradisional itu, dipakai juga tinta rmpor yang dipakai untuk menulis bahan dari
kertas (Pudjiastuti, 1997).
Bahan-bahan di
atas berhubungan dengan naskah, bagairnana dengan teksnya? Masai aii apa saja
yang ada di dalam naskah itu? Kembali pada beberapa penelitian di atas,.
kandungan naskah Batak juga sangatberagam, mulai dari cerita, ramalan,
obat-obatan, jimat, kekuatan magis, beragam surat, undang-undang, dan sejarah.
Namun, dari beberapa masalah itu yang terbanyak ditulis adalah jimat,
obat-obatan, dan ramalan. Dalam koleksi naskah di London, ada naskah yang
berisi obat-obatan, terutama cara menangkal racun dalam tubuh. Teks seperti itu
terdapat dalam Tambar
Simangaraprap dan
Tambar
Sirnanuwasah (Ms.
Jav.C4) Teks seperti itu banyak ditemukan dalam naskah Batak dan biasanya
disertai dengan beberapa ilustrasi, seperti Tambar (Ms. Jav. g.l).
Ada juga naskah yang isinya tentang astrologi. Naskah itu Poda ni
Pangarambui ari na tolu oulu (E. 5185).
Di rnanakah
naskah-naskah tersebut di simpan? Tempat penyimpanan sangat tersebar, dalam dan
luar negeri. Di dalam negeri tentunya kalangan masyarakat umum banyak yang
menyimpannya sebagai milik pribadi. Lembaga formal juga ada yang menyimpan,
seperti Museum Negeri Propinsi Sumatra Utaia.
Perpustakaan
Nasional, Jakarta, banyak menyimpan naskah Batak yang berasal dari berbagai
koleksi, di antaranya koleksi Cohen Stuart. Sayangnya, naskah-naskah itu sudah
dimasukkan dalam katalog Perpustakaan Nasional yang terbaru (1998), tetapi
belum dideskripsikan dengan memadai Di dalam buku itu baru daf'tar saja yang
dimuat. Pendaftarannya diabjad berdasarkan judul naskah.
Perpustakaan
luar negeri yang menyimpan di antaranya adalah Perpustakaan Universitas Leiden
(Belanda), beberapa perpustakaan di London (Inggris, seperti India Office
Library dan
Perpustakaan School
of Oriental and African Studies, Perpustakaan Bodlein. Beberapa naskah
yang disebutkan judulnya di atas adalah koleksi yang disimpan di London. Selain
tempat itu, masih ada beberapa tempat lain di Inggris yang menyimpan naskah
Batak.
c.
Pernaskahan
Lampung
Lampung
merupakan provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, penduduknya yang ad a di
daerah lampung, Komering, dan Krui menggunakan bahasa Lampung. Bahasa itu
mempunyai beberapa dialek. Ada yang membaginya atas dialek abung dan dialek
paminggir dan ada juga yang membaginya atas dialek Ny ou dan dialek Api.
Masing-masing dialek terdiri atas beberapa logat.
Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan Pudjiastuti (1995:60) naskah Lampung ditulis
dengan aksara Lampung yang dikenal dengan had Lampung atau surat
Lampung.Aksara Lampung
jika dirunut dalam sejarah dapat dimasukkan dalam rumpun tulisan Kaganga. Menurut beberapa
ahli, aksara itu mirip dengan aksara Rejang, Pasemah, Batak, dan Makasar. Bagi
Hadikusuma (1988:18) aksara Lampung sebenarnya aksara yang dipakai oleh
masyarakat di seluruh Sumatra Selatan. Orang-orang tua di daerah Sumatra
Selatan kadang-kadang menyebut aksara Lampung dengan "Surat Ulu" atau
Surat Ugan". Namun, pada kenyataannya, sejak sebelum perang hingga kini,
aksara itu hanya dipakai oleh orang Lampung. Kebanyakan peneliti beranggapan
bahwa aksara Lampung sebenarnya merupakan perkembangan dari aksara devanagari
yang berasal dari India. Tulisan itu terdiri atas tigaunsur, yakniindukhuruf (kalabaisurat), anakhuruf atau
tandabunyi (benah
surat), dan.tanda
baca. Sistem menulis aksara Lampung dimulai dari kiri ke kanan, sama halnya
dengan tulisan Latin. Tulisan Lampung disebut juga dengan huruf Kaganga.
Dalam naskah
Lampung, selain aksara Kaganga, ditemukan juga naskah yang ditulis dengan
aksara Arab berbahasa Arab, aksara Jawi berbahasa Melayu, dan aksara
Pegonberbahasa Lampung. Aksara Arab digunakan untuk menulis masalah agama
Islam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di atas, bahan atau alas
naskah yang digunakan untuk menulis aksara Lampung, hampir sama dengan Batak.
Naskah yang alasnya dari kayu dibentuk seperti akordeon juga dibuat dari
kayu halim.
Di
samping itu, bambu, rotan, dan kertas juga digunakan sebagai bahan naskah. Alat
tulis yang digunakan adalah lidi (kemasi) dan pisau kecil
yang runcing (lading
lancip).Tintanya
ada yang berasal dari tinta tradisional yang dibuat dari campuran buah deduruk, arang, dan getah
kayu kuyung.
Selain
itu, tinta dapat juga dibuat dari campuran arang dan buah serdang.
Di bawah ini
contoh aksara Lampung Lama yang terdiri atas 19 huruf (Pudjiastuti, 1995).
Perbandingan aksara
Lampung dengan aksara daerah lain
Di mana sajakah
naskah-naskah Lampung disimpan? Berdasarkan beberapa katalogus, kita ketahui
bahwa naskah Lampung ada yang masih disimpan di rumah-rumah sebagai milik
pribadi atau perorangan. Beberapa lembaga formal di daerah itu juga ada yang
menyimpan, seperti Museum Negeri Propinsi Lampung.
Perpustakaan
Nasional, Jakarta, tidak memiliki koleksi naskah Lampung karena tidak tercatat
dalam katalog, 1998. Lain halnya dengan Perpustakaan Universitas Leiden,
Belanda. Di tempat itu ditemukan beberapa naskah Lampung. Perpustakaan School
of Oriental and African Studies dan India Office Library di London, Inggris,
dalam katalognya mencatat beberapa naskah Lampung yang menjadi milik mereka. Dalam
Ricklefs dan Voorhoeve dicatatsatu naskah Lampung yang terdapat dalam koleksi
India Office Library, Surat Pantun cara Lampung (Malay A.4) yang
berbentuk wayak,
semacam
pantun yang berpola a-b-a-b.
Isi naskah
Lampung banyak ragamnya. Menurut Pudjiastuti, 1997, ada teks yang membicarakan
mantra, doa, dan rajah (khajah). Di daerah itu
dikenal mantra pekasih, mantra penolak bala, mantra pembenci, mantra untuk
mengambil madu, dan mantra kekebalan. Doa juga banyak ditemukan dalam naskah
tersebut. Doa disebut dengan memang. Sama halnya
dengan mantra, memang
juga
terdapat dalam berbagai. ragam; ada memang untuk para
bujang dan gadis agar dapat saling menyintai; memang untuk mengobati
orang sakit; dan memang
untuk
memohon dan meminta kepada Tuhan. Ramalan, doa, dan primbon juga sering dibahas
dalam naskah Lampung. Di samping itu, silsilah yang berisi daftar keturunan
dari nenek moyang yang melahirkan penduduk di daerah itu. Di samping silsilah,
hukum adat dan undang-undang juga ada.
d.
Pernaskahan Bugis dan Makasar
Di Sulawesi
Selatan tinggal empat suku yang besar, suku Bugis (50 %), suku Makasar (30 %),
suku Toraja (5 %), dan suku Mandar (5 %). Toraja masih hidup dalam tradisi
lisan sehingga di daerah itu agaknya tidak ditemukan naskah. Suku lainnya
banyak yang memiliki naskah yang mereka sebut dengan lontarak. Penyebutan itu
lebih dikenal dalam naskah Bugis/Makasar. Penyebutan nama lontarak karena bahan
naskah yang digunakan berasal dari lontar, yaitu bahan naskah yang dibuat dari
sejenis daun palma dengan proses tertentu sehingga dapat ditulis. Alat tulisnya
dapat berupa pisau kecil yang ujungnya sangat lancip. Dengan pisau itulah
lontar yang sudah siap ditulis dipotong dengan ukuran tertentu kemudian baru
ditulis. Setelah selesai, di atas tulisan itu diberi minyak yang berwarna hitam
(biasanya campuran minyak dan kemiri yang sudah diolah kalau di Jawa). Lontar
bukan satu-satunya alas tulis yang dikenal di daerah itu, kertas juga dikenal
mereka.
Aksara Lontarak,
berdasarkan pendapat beberapa peneliti, berasal dari aksara Pallawa. Akasaranya
oleh masyarakat di daerah itu disebutnya aksara lontarak. Aksara itu dikenal
juga dengan aksara Bugis/Makasar. Menurut penelitian Noorduyn aksara itu
ditulis dengan berbagai variasi dan banyak pakar yang sudah menefctinya,
seperti Raffles, Crawfurd, 'Ihomsen. Berikut ini dicontohkan aksara itu yang
dicunbil dari penelitian Noorduyn (1993:539) dalam makalahnya yang berjudul Variation in the
Bugis/Makasarese Script, yang diterbitkan dalam majalah BKl, 149. Apakah Anda
mengenai akasara ini?
Aksara Bugis
Naskah-naskah
Sulawesi Selatan disimpan di beberapa lembaga formal dan di rumah perorangan
yang menjadi milik pribadi. Naskah yang menjadi nulik pribadi biasanya sangat
jarang dibuka, apalagi untuk diketahui isinya. Pembukaan naskah biasanya
dilakukan dengan suatu upat ara khusus, hampir sama dengan kebanyakan
naskah-naskah daerah lain di Indonesia. Karena jarang dibuka, banyak
para pemilik yang baru sadar setelah melihat bahwa naskah sudah rusak
ketika dalam
waktu lama tidak dibuka. Cara penyimpanan naskah ini pun sangat menyedihkan
karena disimpan di antara onggokan padi di rangkiang bersama dengan
benda pustaka lain, seperti keris dan badik. Padahal kedua benda itu bahannya
berbeda dengan lontar serta kertas. Lontar dan kertas memerlukan suhu tertentu
di tempat penyimpanannya. Kondisi itu berbeda dengan tempat penyimpanan naskah
yang ada di beberapa lembaga formal, seperti perpustakaan dan museum. Mereka
sudah lebih layak menyimpannya meskipun tentunya belum memenuhi sy arat
sepenuhnya untuk pemeliharaan naskah.
Naskah dari
daerah itu, bukan hanya di Sulawesi Selatan saja disimpan, Perpustakaan
Nasional, Jakarta, juga menyimpannya. Bahkan, beberapa perpustakaan di luar
negeri seperti di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dan beberapa
perpustakaan di London, Inggris. Suatu peristiwa yakni pembakaran naskah yang
sangat merugikan menimpa pernaskahan di daerah itu. Peristiwa itu terjadi pada
masa DI/TII. Peristiwa pembakaran itu terjadi di beberapa daerah yang
dikuasainya. Menurut Gani (1991:172) pada masa itu anggota gerombolan banyak
yang merampas nakah-naskah peninggalan nenek moyang mereka yang disimpan para
penduduk. Naskah itu dimusnahkan karena mereka menganggap penduduk
menyembahnya. Dan penyembahan pada naskah itu disamakan dengan penyembahan berhala.
Penyembahan seperti itubertentangan dengan ajaran agama Islam yang murni. Pada
saat itu, memang pada kenyataannya para pemilik naskah sering melakukan upacara
penghormatan terhadap naskah. Peristiwa itu menjadi semacam trauma bagi
beberapa pemilik naskah di daerah itu sehingga dampaknya sampai saat ini masih
terlihat. Kalau ada peneliti yang mencari atau akan meminjam naskah, mereka
curiga bahwa mereka juga akan memusnahkan naskah yang masih ada. Oleh sebab
itu, para peneliti harus pandai membujuk dan memberi keyakinan sehingga mereka
dapat mengeluarkan naskah mereka.
Naskah yang
berasal dari Sulawesi Selatan isinya sangat beragam. Kembali pada penelitian
Gani (1991:171), ia mengelompokkan isi naskah tersebut atas delapan bidang ilmu
yang uraiannya seperti di bawah ini.
(1)
Naskah yang berisi asal-usul atau
silsilah raja-raja, keluarga bangsawan yang disebutnyaattoriolong. Naskahjenis
inisangatbaikuntuk dijadikanbahan dalam penyusunan sejarah atau daftar
silsilah. Dalam naskah yang semacam ini kadang-kadang ditemukan juga
catatan-catatan peristiwa yang pernah terjadi pada masa silam.
(2)
Lontarak bilang yang isinya
hampir mirip dengan ottoriolong, tetapi lebih
terperinci dan lebih rumit. Naskah ini dapat dianggap sebagai catatan harian.
(3)
Nasihat yang dapat dijadikan pedoman
hidup bagi masyarakat disebut pappangaja.
(4)
Ulu ada yaitu lontarak yang berisi
berbagai perjanjian, terutama perjanjian yang bertalian dengan negara atau
kerajaan.
(5)
Undang-undang atau peraturan yang
berasal dari adat leluhur yang disebut sure bicara attoriolong.
(6)
Berbagai naskah yang isinya tentang
obat-obatan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan biasa digunakan oleh
masyarakat setecnpat. Naskah berjenis ini disebut lontarak
pabbura.
(7)
Lontarak palakia berisi tentang
ilmu perbintangan (ilmu falaq).
Pada
dasarnya berbagai jenis isi yang disebutkah di atas juga terdapat dalam naskah
lain, seperti Melayu, Jawa, dan Sunda. Hanya keunikan berbagai ragam isi naskah
sudah dinamakan dalam bahasa asli Bugis.
e.
Pernaskahan
Jawa
Naskah jawa
tidak kalah kayanya jika dibandingkan dengan Melayu yang penyebarannya sangat
luas di berbagai kepulauan Naskah Jawa juga tersebar di beberapa tempa t,
tetapi terbatas pada Pvdau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Naskah itu ditemukan,
di antaranya diCirebort, Solo, Surakarta, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Banten.
Jumiahnya juga sangat besar. Behrend (1993:407) mengatakan 19.000 naskah Jawa
yang penyimpanannya tersebar di beberapa lembaga di Indonesia dan Eropa, belum
termasuk yang dikoleksi oleh perorangan. Naskah Jawa tersimpan hampir di 27
negara, di antaranya Indonesia, Inggris, Belanda, Rusiajerman, dan Itali. Di
Indonesia penyimpanannya tersebar, seperti di Jakarta, Surakarta, Yogyakarta,
Denpasar.
Bahasa
yang digunakan ada tiga, yakni bahasa Jawa Kuna, Jawa
Tengahan, dan Jawa Baru. Aksara yang digunakan dalam naskah yang berbahasa Jawa
disebut aksara Jawa atau hanacaraka, sedangkan aksara
Arab yang mtnggunakan bahasa Jawa disebut pegon. Naskah beraksara
pegon biasanya ditulis di daerah Banten, Madura, dan Cirebon.
Contoh aksara
Jawa (hanacaraka) diambil dari Simuh (1988:vii)
Bagairnana
dengan bahan atau alas naskah? Masyarakat Jawa mengenai lontar sebagai alas
naskah yang dibuat dari sejenis pohon palma. Bahan yang sama juga dipakai untuk
naskah Bugis, Bali, dan Sunda. Alat tulisnya disebut pengutik, sedangkan
tintanya dibuat dari minyak kemiri. Selain lontar, naskah Jawa juga ditulis di
atas kertas baik kertas tradisional maupun kertas Eropa. Kertas tradisional
disebut dluwang.
Kertas
ini dibuat dari bahan khusus dari kulit sebuah pohon yang kemudian diproses
secara tradisional. Untuk menulis naskah yang berasal dari bahan itu adalah
tinta. Tinta. itu ada yang dibuat secara tradisional.
Jika kita ingin
mengetahui keragaman naskah Jawa, ada beberapa katalog yang dapat dipakai untuk
mengecek kekayaan naskah itu. Dalam Caraka no .4 disebutkan
beberapa katalog yang mendeskripsikan keadaan naskah Jawa. Katalog yang paling
lengkap dan sering dipakai, di antaranya Juynboll, 1907, dengan judul Supplement of
den catalogus van de Javaansche en Madoeresche Handschriften der Leidsclte
Universiteits Bibliotheek. Katalog Nikolaus Girardet yang
diterbitkan pada tahun 1983 yang berjudul Descriptive
Catalogue of the Javanese Manuscripts and Printed Book in Main Libraries of
Surakarta and Yogyakarta.
Bagairnana
dengan isi naskah? 'Naskah Jawa sangat kaya, sesuai dengan perkembangan
kebudayaannya yang dilatarbelakangi oleh agama Hindu, Budha, dan Islam.
Sehubungan dengan itu, isi yang ada dalam naskah juga sangat beragam, di
antaranya obat-obatan, primbon, cerita panji, cerita wayang, sastra sejarah,
dan masih banyak yang lainnya. Pada bagian ini hanya dicontohkan beberapa karya
sastra sejarah, primbon, dan cerita panji.
Dalam sastra
Jawa, banyak sekali ditemukan sastra sejarah. Anda tentu pernah mendengar Babad Tanah
Jawi. Karya
itu sangat terkenal. Kata babad tampaknya
dipakai untuk karya-karya yang bersifat kesejarahan. Dalam khazanah sastra itu
dikenal juga Babad
Diponegoro (KBG:5)
yang mengisahkan peristiwa Perang Diponegoro pada tahunl813. Dalam karya itu
diceritakan pengalaman Caradiwirya yang memerangi pasukan Diponegoro di
berbagai daerah. Sesudah peperangan ia diangkat menjadi Adipati Diponegoro.
Naskah yang berisi ramalan atau primbon, seperti Nalatruna (KBG:681) sangat
unik karena disertai dengan berbagai gambar raja dan disertai berbagai mantra.
Yang tidak kalah menariknya adalah cerita panji. Dalam sastra itu, di antaranya
dikenal Panji
Angreni, Panji Dewakusuma Kembar, dan
Panji
Kuda Semirang. Karya
sejenis itu dapat dikertali dari beberapa tokohnya yang selalu mer.ampilkan
tokoh Panji dan Candra Kirana atau nama-nama samaran lain yang sering mereka
pakai. Selain cerita panji, dikenal juga cerita yang hampir mirip dengan cerita
itu karena berbagai petualangan dikisahkan. Cerita itu adalah cerita wayang.
Wayang merupakan pertunjukan yang menarik dalam kebudayaan ini dan sangat
digemari bahkan di mancan egara. Cerita wayangbukanhanya ditemukan dalam
pertunjukan, melainkan juga dalam bentuk naskah, seperti Bharatayuddha (Add. 12279),
Serat
Kitab Tufah dan
Serat
Wirid Hidayat membahas
hubungan manusia dan Tuhan juga merupakan naskah keagamaan yang menarik. Simuh
(1988) mengambil Wirid
Hidayat Jati menjadi
bahan disertasinya. Ia memberi judul peneliiiaimva dengan Mistik Islam
Kejuwen Raden Ngabehi Ranggaxvarsita: Dalam naskah itu digambarkan hubungan
manusia dengan Tuhan
f.
Situasi
Pernaskahan Bima
Kalau
ingin mengetahui khazanah naskah Bima, kita dapat melihat katalogus yang
disusun oleh Mulyadi dan Salahuddin (1990 dan 1992) yang berjudul Katalogus Naskah
Melayu Bima, jilid
1 dan II. Di dalam buku itu diuraikan dan
dideskripsikan keadaan naskah Bima yang saat ini menjadi koleksi Museum
Kebudayaan Sampuraga, Bima, Museum Negara Nusa Tenggara Barat, Mataram, dan
naskah yang menjadi koleksi Desa Maria, Kampung Dara, Bima. Naskah yang
dideskripsikan dalam katalogus tersebut adalah naskah yang menjadi koleksi
istana Sultan Muhammad Salahuddin (1915 — 1951), Sultan Birna terakhir.
Naskah
Bima, menurut kedua peny usun tersebut, tidak banyak yang merupakan cata tan
dari periode pra-Islam yang ditulis dalam aksara Bima denganbahasa Bima. Mereka
hanya menemukan satu atau dua naskah saja yang berbahasa Bima. Timbul dugaan
bahwa besar kemungkinan hilangnya naskah dari periode ini karena suatu
kebakaran besar yang terjadi pada masa pemerintahanSultan Abdul Kadim Zilullah fial Alam, tahun
1751 — 1773. Menurut Noorduyn kebaka ran itu telahmemusnahkan banyak naskah.
Rupanya naskah pada periode pra-islam ke periode masuknya Islam, di Bima pada
akhir abad ke-16 sampai awal abad ke-17, membawa perubahan besar sehingga bahasa
yang digunakan kerajaan Bima adalah bahasa Melayu. Bahasa itu menjadibahasa
resmi negara. Oleh karena itu, i iaskah~naskah peninggalan dari periode
inilah yang banyak ditemukan saat ini. Berdasarkan deskripsi dua. katalog di
atas, naskah Bima tampaknya hampir semua ditulis di atas kertas. Naskah itu
ditulis dalam aksara Arab-Melayu (Jawi) dalam bahasa Melayu, aksara Arab dengan
bahasa Arab, dan aksara Arab dengan bahasa Bima.
Seperti
yang diuraikan dalam kedua katalog itu, kita dapat mengetahui isi naskah Bima.
Kedua penyusun katalog itu membagi teks Buna menjadi tujuh jenis, yaitu Bo, sejenis catatan
harian yang sangat lengkap uraiannya disertai dengan penanggalan waktu
terjadinya suatu peristiwa, doa dan ilmu agama, filsafat, hikayat, silsilah,
surat, dan surat keputusan. Ketujuh jenis itu kemudian ditambah lagi dengan dua
jenis pada Katalogus Naskah Melayu Bima II, yakni surat
peraturan dan surat perjanjian kontrak serta ilmu tua.
Contoh aksara Bima yang diambil dari
Mulyadi dan H.S. Maryam (1991:72)
g.
Pernaskahan Sunda
Naskah yang
berasal dari suku Sunda (Jawa Barat) bahannya juga beragam seperti daerah lain
karena di daerah itu ditemukan juga naskah yang ditulis di atas daun pair aa
(daun lontar, daun kelapa, daun pandan, dan daun nipah), bambu, dan kertas.
Kertas yang digunakan terdiri atas dua macam, yaitu kertas tradisional yang
disebut daluwang dan kertas Eropa.
Bahasa
yang digunakan ada yang berbahasa Sunda, Jawa, dan Melayu. Bahasa Sunda dibagi
lagi atas Sunda Kuna yang digunakan pada naskah yang dibuat sekitar abad 16 —
18 dan Sunda Baru digunakan dalam naskah yang berasal dari abad 19. Naskah
berbahasa Jawa biasanya digunakan bahasa jawa-Cirebon, Jawa-Periangan, dan
Jawa-Banten. Bahasa Melayu digunakan dalam naskah yang ditulis pada akhir abad
19 yang jumiahnya tidak terlalu banyak. Aksara yang digunakan adalah aksara
yang disebut Sunda Lama (digunakan pada naskah-naskah yang berasal dari sebelum
abad 18), Cacarakan
(Jawa-Sunda
yang dipakai pada sekitar akhir abad 17), Arab dan Latin (naskah-naskah yang
berasal dari abad 19).
Naskah
yang berasal dari daerah itu diperkirakan jumiahnya mencapai 1.500 buah. Di
antara naskah-naskah itu masih banyak yang disimpan oleh masyarakat sebagai
milik pribadi dan beberapa lembaga formal di tanah air. Museum Negeri Jawa
Barat dan Kantor EFEO (Bandung), MuseumCigugur (Kuningan) di antaranya yang
menyimpan naskah Sunda. Selain itu, beberapa perpustakaan di luar negeri ju ga
menyimpannya, yakni Perpustakaan Universitas Leiden, perpustakaan KITLV di
Belanda, dan The British Library serta Bodleian Library di London. Di samping
itu, beberapa pesantren juga ada yang menyimpannya. Untuk melihat berbagai
naskah Sunda dan tempat koleksinya dapat dilihat dalam katalog Naskah Sunda (Bandung:
Universitas Padjadjaran,1988) yang disusun oleh sebuah tim yang diketuai oleh
EdiS. Ekadjati. Katalog lain yang dapat dipakai adalah Katalog
Naskah-naskah Sunda di Museum Pusat (Yumsari Yusuf), dan R. Memed
Sastrahadiprawira dengan judul Katalogus Naskah-naskah Sunda di Museum
Nasional Jakarta
Menurut
Ekadjati (1988), naskah Sunda banyak yang sudah hancur danmusnah yang tidak
mungkin dapat diketahui lagi isinya. Kehancuran itu disebabkan oleh musibah,
seperti terbakar, tertimpa banjir, hilang, dan rusak dimakan hama. Selain itu,
ada pula karena kelalaianpemiliknya, misalnya diunggal mengungsi sehingga tidak
terpeiihara lagi.
Naskah
Sunda yang masih diselarnatkan hingga kini jika dilihat dari isinya hampir sama
dengan naskah lain dari bagian Nusantara lainnya. Naskah itu ada yang
mengisahkan tentang silsilah, sejarah, ajaran agama, dan adat istiadat, serta
ajaran moral.
Berikut ini salah satu contoh naskah
Sunda yang bentuknya seperti kipas yang diambil dari buku Illuminations
(1996).
Sebagai informasi
para peneliti yang membahas naskah Sunda adalah Atja 1968, Tjarita
Parahyangan. Bandung:
Jajasan Kebudajaan Nusalarang, Edi S. Eka Djati, 1982. Cerita Dipati
Ukur: Karya Sastra Sejarah Sunda, Jakarta: Dunia Pustaka Djaja, dan
Joedawikarta, 1933, Sadjarah Soekapoera, Parakanmoentjang
Sareng Gadjah, Bandung:
Pengharepan.
Setelah Anda mengikuti
uraian di atas dan memahaminya, di bawah ini diberikan beberapa pertanyaan
sebagai latihan. Latihan ini dapat dipakai sebagai titik tolak keberhasilan
Anda dalam memahami materi.
1)
Sebutkan daerah mana saja yang memiliki naskah?
2)
Di mana saja naskah-naskah itu disimpan
saat ini dan sebutkan tiga perpustakaan di luar negeri yang menyimpan naskah?
3)
Sebutkan nama aksara di daerah yang ada di
Indonesia?
Petunjuk jawaban Latihan
Jika
Anda telah selesai mengerjakan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas,
periksalah kembali jawaban Anda dengan memperhatikan rambu-rambu jawaban di
bawah ini.
1)
Daerah yang memiliki naskah di Indonesia
ini sangat banyak. Di Sumatra terdapat naskah-naskah dengan aksara dan bahasa
masing-masing, seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Kerinci, Riau, Siak,
Palembang, Bengkulu, Pasemah, dan Lampung. Di Kalimantan, naskah ditemukan di
daerah Sambas, Pontianak, Banjarmasin, dan Kutai. Pulau jawa memiliki naskah di
daerah Banten, Jakarta, Pasundan, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Gresik,
Madura dan beberapa daerah pegunungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Bali
dan Nusa Tenggara Barat juga memiliki naskah, seperti Lombok, Bima, Sumbawa,
dan Dompu. Di sepanjang kepulauan Indonesia Timur naskah ditemukan di Ternate
dan Ambon. Di Sulawesi naskah-naskah ditemukan di daerah Bugis, Makasar, dan
Buton.
2)
Naskah-naskah Indonesia ada yang
disimpan di dalam dan di luar negeri. Di dalamnegerinaskah disimpan di
daerah-daerah masing-masing sebagai pemilik naskah, yaitu di perpustakaan dan
lembaga daerah serta di rumah beberapa penduduk yang masih memilikinya. Di
Jakarta disimpan berbagai naskah daerah Indonesia, yaitu di Perpustakaan
Nasional. Di luar negeri ada juga naskah yang disimpan di Perpustakaan
Universitas Leiden dan Perpustakaan KITLV di Belanda serta di Perpustakaan
School of Oriental and African Studies di London.
3)
Lima aksara yang ada di Indonesia adalah
aksara Batak, aksara Lampung, aksara Jawa (hanacaraka), aksara Arab Melayu
(Jawi), dan aksara Bima.
Sehubungan
derigannaskah dan teks, Indonesia yang terdiri atas berbagai daerah ini sangat
kaya dengan kedua hal itu. Hampir setiap daerah mempunyai naskah yang ditulis
dalam bahasa daerah masing-masing dengan aksara atau huruf daerah. Oleh sebab
itu, penelitian pernaskahan Indonesia sangat perlu dilakukan. Untuk melihat
kekayaan naskah Indonesia, berbagai daerah yang memiliki naskah itu patut
ditampilkan, misalnya naskah apa saja yang mereka dimiliki, naskah ditulis
dalam aksara daerah apa, dan di mana saat ini naskah itu disimpan. Uraian itu
penting agar Anda mengetahui latar balakang pernaskahan sebelum melakukan
sebuah penelitian. Dari berbagai pernaskahan di Indonesia, dalam bagian ini
hanya diambil tujuh pernaskahan daerah. Pemilihan ketujuh daerah itu berhubungan
dengan hasil penelitian yang mudah dijangkau. Pernaskahan daerah itu adalah
Melayu, Batak, Lampung, Bugis/Makasar, Jawa, Bima, dan Sunda.
BAB III
PENGERTIAN
NASKAH DAN TEKS SERTA SITUASI
PERNASKAHAN
DI INDONESIA
Sebelum masuk pada penjelasan edisi
naskah dan langkah kerjanya: kritik teks, metode penyuntingan, dan
transliterasi yang menjadi inti penelitian filologi, Anda lebih dahulu harus
mengerti perbedaan antara naskah
dan
teks. Kedua istilah
itu dalam filologi dibedakan. Pada bagian ini kedua istilah itu akan diuraikan
pengertiannya dengan agak terperinci disertai dengan contoh. Contoh sangat
berguna untuk Anda agar pemahaman yang diterima benar-benar konkret.
Di samping
pengertian naskah dan teks, pada bagian ini akan dijelaskan pula situasi
pernaskahan di Indonesia. Pengertian naskah di Indonesia mengacu pada berbagai
naskah daerah yang terdapat di Indonesia. Tiap daerah di Indonesia mempunyai
keunikan naskah tersendiri yang ditandai dengan pemakaian alas naskah, aksara,
dan bahasa daerah masing-masing. Dengan aksara dan bahasa daerah itulah sebuah
teks ditulis. Oleh sebab itu, Indonesia menjadi sangat kaya dengan pernaskahan.
Situasi pernaskahan di Indonesia yang akan diuraikan pada kesempatan ini hanya
sebatas pada gambaran sekilas tentang bahan yang digunakan untuk menulis teks,
isi teks, dan beberapa tempat yang penyimpanan naskah-naskah berbagai daerah di
Indonesia (Nusantara).
Setelah
mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat menjelaskan:
1.
perbedaan makna istilah naskah dan teks
sebagai suatu istilah dalam kajian filologi.
2. situasi dari
aksara pernaskahan di Indonesia.
Agar
uraian ini lebih lengkap, dalam materi ini diberikan beberapa contoh aksara
daerah dan beberapa keunikan naskah yang disertai dengan ilustrasi (gambar).
Berhubung naskah Nusantara sangat banyak, dalam bagian ini akan diuraikan tujuh
daerah saja. Hal itu bukan berarti hanya tujuh daerah itu saja yang memiliki
naskah. Pemilihan itu terbatas pada kemudahan pencarian data penelitian. Pernaskahan
ketujuh daerah itu adalah naskah Melayu, naskah Batak, naskah Lampung, naskah
Bugis (Sulawesi Selatan), naskah Jawa, naskah Sunda, dan naskah di Bima.
A. Pengertian Naskah dan Teks
Saat
Anda mempelajari filologi dan Anda niendengar kata naskah, apa yang muncul
dalam benak Anda? Apakah naskah drama, naskah pidato, atau naskah buku yang
siap dicetak? Kalau kata-kata itu yang muncul, berarti Anda salah dan Anda
harus menyingkirkan pengertian vang seperti itu beberapa lama karena dalam
filologi istilah naskah
berbeda
dengan pengertian di atas. Kalau begitu apa yang dimaksud dengan naskah?
Dalam
filologi naskah
dibedakan
pengertiannya dengan teks. Teks adalah apa yang
terdapat di dalam naskah, yaitu isi naskah atau kandungan naskah, sedangkan naskah adalah wujud
fisiknya, kumpulan kertasnya. Di bavvah ini akan diuraikan perbedaan kedua
istilah tersebut dengan lebih terperinci.
1.
Pengertian
Naskah
Istilah
naskah
dalam
filologi adalah terjemahan dari codex yang berasal
dari bahasa Latin. Kata itu pada awalnya dipakai dalam hubungannya dengan
pemanfaatan kayu sebagai alat tulis karena kata itu pada dasarnya berarti
'teras batang pohon'. Kemudian di dalam berbagai bahasa kata itu dipakai untuk
menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah. Naskah dalam pengertian itu
adalah hasil tulisan tangan yang berasal dari abad yang lalu sebelum dikenal
mesin cetak (Mulyadi 1994:1). Ada pakar yang menyebutkan bahwa batas minimal
suatu tulisan tangan dikatakan naskah jika telah berumur di atas 100 tahun.
Sebenarnya
istilah naskah seperti yang dinyatakan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah
karangan yang ditulis tangan. Pengertian itu sangat umum tidak
mementingkan apakah tulisan tangan ituTarna atau bam. Pada perkembangannya
kemudian is rilahitu dalam filologi telah mengalami pergeseran berupa
penyempitan arti sehingga kata itu hanya mempunyai pengertian sebagai karya
yang ditulis tangan dan berasal dari abad yang lalu. Akan tetapi, pada
perkembangannya kemudian filologi tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan
pada naskah cetakan. Namun, tujuan yang hendak dicapai sama dengan filologi.
Baried
(1985:54) mendef iniskan naskah sebagai tulisan
tangan yangmenyimpan berbagaiungkapanpikiran dan perasaan sebagai hasilbudayabangsa
masa lampau.
Dalam bahasa Belanda, naskah disebut handschrift
dan handschriften
bentuk jamakriya
yang
sering
disingkat
dengan
hss.
Dalam,bahasa
Inggris
naskah
disebut manuscript dan manuscripts adalah bentuk jamaknya yang sering disingkat dengan, mss.
Dalam
bahasa
Indonesia
istilah
itu
cukup
disebut
dengan
naskah
saja
atau kadahg-kadang
ada
yang
menyebutnya dengan manuskrip (ditulis sudah dengan ejaan bahasa Indonesia). Dalam buku yang sama Zoetmulder mengatakan bahwa khusus untuk naskah Jawa Kuna, naskah disebut haras. Naskah Jawa memakai lontar dan kertas. tradisional yang disebut dluwang. Tentu saja kertas Eropa juga dipakai dalam naskah Jawa.,
Jadi,
dari
beberapa
pendapat
di atas dapat dikatakan bahwa naskah mengacu pada bahan atau alas tulis naskah merupakan bentuk fisik atau bentuk konkret, benda yang dapat dipegang atau dilihat.
Di Indonesia berbagli daerah menggunakan bahan yang berbeda untuk menuangkan ide pikirannya ke dalam bentuk naskah-Ada yang menggunakan Iontar
(naskah
yang
berasal
dari
sejenispohonpalma),
kertas
(kertas
tradisional
dan kertasEropa),kuhtbinatahg,
kayu,
dan
batu.Pahkanbeberapanegara
mempunyai kekhasart
dalam
penggunaan
naskah
sebagai
bahan.
Gaur
(1974:4—9),
di antaranya, menguraikan
bahwa
berbagai
tulisan
ada
yang
diabadikan
di atas bambu, seperti di Cina; daunpalma digunakan di India dan '&«a Tenggara; papiras digunakan di Mesh"; baja, linen, dan sutra serta perkamenidjgimaj&jm
di Iran dan bagian timur lainnya; di sampmg itu rnasih ada juga beberapa iilisan yang ditulis di atas batu-batuan, hiking, gading,. dan kulit binatang.
Jika
naskah
juga
menggunakan
batu
sebagai
alat
tulis,
kemudian
timbul pertariyaan
dalam
benak
Anda,
apa
bedahya
naskah
dengan
prasasti
karena, prasasti
juga
ditulis
di atas batu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Baried ada tigabutir yang dapat membedakan naskah dan prasasti.
Pertama,
naskah
pada
umumnya
panjang
karena
ia dapat berbentuk cerita, sedangkan prasasti umumnya pendek karena ia hanya memuat soal-soal yang ringkas. Kedua, prasasti umumnya menyebutkannama penulisnya bahkan lengkap dengan angka tahun, tetapi dalam naskah umumnyaanonim dan tanpa penyebutan tahun penulisan. Kebga, naskah biasanya beriurhlah banyak karena ia disahkan beberapa kali, sedangkan prasasti tidak disaliniagi. .
Selain
dari
bahan
yang
dipakai
sebagai
sarana
tulisan
seperti
yang
sudah diuraikan
di atas, sebenarnya apasaja yang menjadi bagian atau unsur-unsur dalam naskah? Yang terlihat pada
kita
adalah naskah dalam wujud fisiknya,
seperti kertas. Namun, sebenarnya banyak unsur yang dapatdikaji dajamhaskah, yakni semua hal yang berhubungan dengan bahan itu, misalnya
alat-alat yang dipakai untuk menulis, seperti,
tinta;pensile
dan
pena,
alas,
tulis
(seperti.kertas
yang
meirtiliki
cap
kertas dan
lontar),
huruf,
ilustrasi,
uurrunasi
(gambaf),
penjilidan,
dan
inf
orrnasi
Iain
yang ada
di luar isi teks, misalnya sejarah pernaskahan. Tinta ada yang dibuat dari bahan-bahan tradisional, yaitu dari berbagai tumbuhan bahkan datah bihatang, ada juga tinta Eropa. Demikian juga dengan alat tulis, di beberapa daerahhdi dari pohon aren atau enau digunakan sebagai alat tulis, tetapi ada juga yang sudah menggunakan alat tulis yang dibuat oleh orang Eropa. Kajian dari proses pembuatan naskah itu merupakan bidang kajian tersendiri, yaitu kajian pernaskahan atau istilahnya kajian kodikologi.
Mulyadi
(1994)
mengatakan
bahwa
ilmu pernaskahan
adalah ilmu
yang
mengkaji
naskah,
bukan
ilmu
yang
mempelajari apa
yang
tertulis
di dalam
naskah.
Tugas
yang
dilakukan
bidang
kajian
ini adalah
sejarah
naskah, sejarah
koleksi
naskah,
penelitian
tempat (skrip
torium),
masalah
penyusunan
katalog,
penyusunan
daftar
katalog,
perdagangan
naskah, dan
penggunaan
naskah.
Informasi yang
lebih
mendalam
tentang
naskah
ini
akan dibahas dalam modul4, yaitu tentang
kodikologi atau ilmu penaskahan. Penelitian ,
kodikologi
belum
berkembangdi
Indonesia,
tetapi
sudah
mulai
dirintis,
seperti Maria
Indra
Rukmi
(1997)
Penyaiinan
Naskah Melayu di Jakarta pada
Abad XIX: Naskah Algemeene Secretarie: Kajian dari segi kodikologi dan
I Kuntara Wiryamartana (BKI:149,
1993) The Scriptoria in The. Merbabu
Area.
2.
Pengertian Teks
Kalau
naskah
adalah
bentuk fisik
yang
dapat
dipegang,
teks
adalah
isi yang ada dalam bentuk fisik itu yang umumnya berupa id&4de atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang. Untuk memperjelas definisi itu
dikutip
kembali
apa
yang disampaikan
Baried
(1985;56) tentang
teks.
Ia mengatakan bahwa teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang
abstraknya yang hanya dapat dibayangkan
saja.
Perbedaan
antara
naskah
dan
teks
menjadi
jelas
apabila
terdapafnaskah
yang muda, tetapi
mengandung teks yang tua. Ilustrasi
yang
dibuat
oleh
Muiyadi (1994:3) berikut ini diharapkan dapat memperjelas perbedaan antara naskah dan teks. Satu naskah dapat saja terdiriatas, beberapa teks, umpamanya naskah yang berjudul Syair PerangKalwungu bernomor ML198F yang terdapat dalam koleksi Perpustakaan
Nasiohal
(Sutaarga
dan
Jusuf et. al: 1972:241).
Dalam
naskah
itu terdapat
enam
teks,
yaitu
(1)
Hikayat Maharaja
Ali, hlm.l -33 ditulis dengan huruf Arab Melayu (Jawi) (2) Hikayat, Darma Taisiah,
him.
33-42 juga ditulis dengan huruf Jawi, (3) Hikayat Abu Samah hlm.43-67 ditulis dengan huruf Latin, (4) Syair Kumkuma/
hlm 68-71
ditulis
dengan
huruf
Latin,
(5)
Hikayat ]entayu, h]m. 71 — 85, ditulis dengan huruf Latin,dan (6) Syair
Perang Kaliwungu, hlm.86 — 174, juga ditulis dengan huruf Latin. "
Sebaliknya
satu
teks
dapat
ditulis
dalam
beberapa
naskah.
Misalnya
Hikayat Negeri Johor ditulis dalam 8 naskah
(Mu'jizah, 1996), Naskah dengan judul Hikayat Negeri Johor itu ada dua buah yang disimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, yaitu naskah W. 192 dan haskah W
196 Jtfaskah
dengan
judul yang sama terdapat juga tiga buah dalam koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belahda, yaitu bernomor Cod. Or; 1741, Cod. Qr3322,.dan H.24. Perpustakaan SQAS (School of Oriental
and Affrican Studies), London, menyimpan dua naskah, yaitu nomor Ms.40507 dan norridr Ms. 297498, Perpustakaan Royal Asiatic Society (London, Inggris) menyimpan satu naskah Hikayat Negeri Johor dengan nomor
Malay 10.
Mengapa
hal seperti itu terjadi, teks yang sama ditulis dalam beberapa naskah atau
dalam satu naskah terdapat beberapa teks, seperti yang dicontohkan di atas?
Jawabannya adalah bahwa proses terjadinya sebuah naskah atau teks kadangkala
sangat rumit. Kerumitan itu terjadi karena naskah ditulis tangan sehingga
produksinya tidak banyak, tidak sama dengan mesin cetak, satu teks dicetak
langsung dalam ratusan naskah (eksemplar).
Berikut
ini digambarkan contoh terjadinya sebuah naskah atau teks. Suatu teks dari karya
seorang pengarang kadangkala tidak berhenti setelah teks itu dicipta menjadi
sebuah naskah. Kadangkala teks tersebut menempuh perjalanan yang panjang. Suatu
teks yang sudah dicipta kadangkala dijadikan dasar atau sumber bagi penciptaan
teks yang baru yang benar-benar sama dengan aslinya. Namun, kadangkala teks itu
tidak sama hasilnya atau berubah. Hal itu terjadi karena pada saat itu sang
pencipta tidak hanya menulis dengan menggunakan satu sumber, tetapi beberapa
sumber. Dari beberapa sumber itu, kemudian ia menggabungkannya menjadi sebuah
teks baru. Pada saat itu, sang pencipta sudah menambah dan mengurangi teks yang
ditulisnya sehingga terjadi teks yang sama sekali baru. Teks baru itu tercipta
karena penulis sudah mulai menambahkan kreativitasnya ketika menulis.
Berdasarkan hal itu, dalam filologi dikenal tradisi penyalinan teks, yaitu tradisi tertutup dan tradisi terbuka. Robson (1978:39
— 40) menyebutkanbahwa dalam tradisi terbuka penurunan naskah tidak terbatas
hanya pada satu garis (naskah) saja, sedangkan dalam tradisi tertutup penurunan
naskah terbatas hanya pada satu garis (naskah) saja. Hasil penyalinan dalam
tradisi tertutup adalah teks yang sama (merupakan varian dari satu teks) dalam
beberapa naskah, sedangkan hasil dalam penyalinan terbuka teks yang lain
(versinya berbeda) terdapat dalam beberapa naskah.
Karena
diturunkan dari satu teks ke teks lain, kadangkala terjadi kesalahan penulisan.
Berdasarkan kesalahan inilah penurunan suatu teks dapat dilacak.
De
Haan pada tahun 1973, melalui Robson (1978), menguraikan 3 (tiga) kemungkinan
terjadinya suatu teks.
(1)
Aslinya teks hanya ada dalam ingatan
pengarang atau pengelola cerita. Penurunan cerita terjadi secara terpisah yang
satu dari yang lain melalui dikte. Teks itu terjadi apabila seseorang ingin
memiliki teks tersendiri. Setiap kali teks diturunkan terjadi variasi. Variasi
itu terjadi selama pengarang menurunkan teksnya kepada seseorang karena setiap
kali mendiktekan teks terjadi perkembangan cerita. Oleh sebab itu, variasi
terjadi selama pengarang itu masih hidup.
(2)
Teks asli ada dalam bentuk tertulis yang
bentuknya lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau
memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin
begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin,
dipinjam, diwarisi, atau dicu ri dan terjadilah cabang tradisi kedua atau
ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita
d'imasukkan. (3)
Teks
aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pemba waannya
karena pengarang telah menentukan piiihan kata, urutan kata, dan komposisi
untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat. Sehubungan dengan ketigahalitu,
dalam penurunan teks dikenaljugacampuran horizontal
(horizontal contamination) dan campuran vertikal (vertical contamination), Penurunan dalam
campuran horizontal terjadi pada tradisi terbuka, sedangkan penurunan vertikal
terjadi pada tradisi tertutup. Penurunan teks "dengan campuran horizontal
terjadi jika penyalin tidak seialu menyalin teks dari satu contoh saja. Hal itu
terjadi karena teksnya sering rnenunjukkan ketidaksempurnaan, maka penyalin
mencari sumber-sumber lain dan penyalin mengambilnya juga sebagai sumber
penyalinan. Kemudian ia memilih bacaan yang baik atau bagian-bagian tertentu
yang menarik lain memasukannya ke dalam teks yang disalinnya. Penurunan teks
dengan campuran vertikal adalah jika penyalin menyalin teks berdasarkan satu
sumber saja. Penyalin dengan setia menyalin sumber itu apa adanya, termasuk
menyalin kesalahan-kesalahan dalam teks sumber tersebut. Hasilnya satu naskah
yang hampir sama dengan naskah turunannya.
(a)
contoh campuran horizontal
(b)
contoh campuran vertikal
A
B
C
Setelah
rrtengetahui tradisi penurunan teks, kita kembali pada esensi sebuah teks.
Bagaimanakah bentuknya dan apa saja isinya? Kalau melihatbentuknya, teks dapat
berbenmk puisi (tembang untuk Jawa, syair dan pantun untuk Melayu) dan prosa.
Keduanya mempunyai aturan-aturan tertentu, pantun misalnya dalam teks Melayu
terdiri atas 4 larik. Larik 1 dan 2 berisi sampir^an dan larik 3 serta 4
merupakan isinya. Pantun juga mempunyai rima tertentu a-b-a-b. Demikian pula
dengan puisi (tembang) dalam teks Jawa yang mempunyai matra tertentu, misalnya
mempunyai guru wilangan dan guru lagu.
Bentuk sebuah
teks menarik untuk dikaji oleh masyarakat masa kini, begitu juga halnya dengan
isi teks atau gagasan yang ada dalam sebuah teks. Apa yang dapat disumbangkan
teks itu bagi kehidupan masyarakat saat ini? Banyak naskah Nusantara yang membicarakan
sejarah masa lalu. Data itu sangat penting untuk merangkai sejarah suatu
daerah, misalnya Hikayat Bandjar (Melayu) dapat
dipakai untuk penyusi man sejarah daerah Banjarmasin, Sejarah Melayu dapat dipakai
untuk penyusunan s ejarah masyarakat Melayu. Demikian juga dengan Hikayat Radja-Radja Pasai, i&i dalam
hikayat itu dapat mengungkap dan mengidentifikasikan sebuah makam yang ada di
daerah Pasai. Babad Buleleng dapat dipakai
untuk mengungkap sejarah masyarakat Bali, Hikayat Dipati Ukur untuk melihat
sejarah dan tokoh sejar. ah dari masyarakat Sunda, Kaba Minagkabau juga dapat
mengungkap data tentang masyarakat Minangkabau pada masa lalu. Masih sederet
teks yang dapat mengungkap sejarah daerah masing-masing. Apakah daerah Anda
kira-kira memiliki naskah sejenis itu? Kalau memilikinya, naskah itu menarik
untuk diteliti karena di dalam naskah itu terdapat teks yang mengandung data
sejarah masa lampauyang da pat dipakai untuk merekonstruksi sejarah masa
kiniyang merupakan lanjutan dari sejarah masa lalu. Akan tetapi, satu hal yang
harus diingat dalam penggunaan tek s sebagai data sejarah, yaitu peneliti harus
berhati-hati sekali walau bagaimana pun karya-karya tersebut sudah memadukan
antara fakta dan fiksi, antara kenyataai y dan dunia rekaan. Untuk itu, diperlukan
dokumen-dokumen lain sebagai pembanding untuk membuktikan unsur sejarahnya.
Anda masih
mengingat cerita-cerita lucu peninggalan nenek moyang kita? Cerita Pak Belalan g berasal dari Melayu, Joko Bodo berasal dari Jawa, dan Si Kabayan dari Sunda. Cerita-cerita itu pada
dasarnya bukan hanya bersif at menghibur karena kelucuan tingkah laku tokohnya,
tetapi juga dapat bersifat mendidik pembaca. Sama halnya dengan cerita-cerita
binatang yang sangat cerdik yang ditemukan dalam Hikayat Sang Kancil dan Hikayat Pelanduk Jenaka dari Melayu.
Selain kedua h
al di atas, naskah undang-undang juga sangat penting diketahui karena kalau
undang-undang itu digunakan dan penting pada masyarakat masa lampau berarti
undang-undang itu penting juga diketahui bagi masyarakat masa kini.
Dalamkhazanvh Melayu banyak ditemukannaskah-naskah seperti itu, Undang-Undang Malaka, Ado t-adatRaja Melayu, dan Undang-undang Palembang. Masyarakat
Minangkabau pun memiliki undang-undang untuk mengatur segala aspek kehidupan
masyara katnya di masa lalu, seperti Undang-undang
Minangkabau.
Bahasa sebagai sarana pengungkap ide
juga dapat diteiiti dalam teks-teks lama.
Bahasa dengan struktur yang bagaimana yang mereka gunakan dulu? Untuk
keperluan itu, beberapa pakar bahasa juga banyak yang tertarik dengan teks,
terutama untuk melihat sejarah perkembangan bahasa. Suwarso (1991) pernah
mengkaji struktur gramatika bahasa Melayu Jama dalam Hikayat Abu Samah. Tiga
hal yang menjadi perhatiannya, yaitu (1) penggunaan partikel penghubung, seperti
mdka, kemudian maka, kalakian maka; (2) konstruksi kalirnat yang menggunakan
partikel pun dan lah; (3) penggunaan klausa dan f rasa. Konstruksi seperti itu apakah
masih digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini? Hal itu merupakan pertanyaan
yang patut dijawab oleh pakar bahasa yang menekuni sejarah perkembangan suatu
baliasa. '
Bahasa dengan struktur yang bagaimana yang mereka gunakan dulu? Untuk
keperluan itu, beberapa pakar bahasa juga banyak yang tertarik dengan teks,
terutama untuk melihat sejarah perkembangan bahasa. Suwarso (1991) pernah
mengkaji struktur gramatika bahasa Melayu Jama dalam Hikayat Abu Samah. Tiga
hal yang menjadi perhatiannya, yaitu (1) penggunaan partikel penghubung, seperti
mdka, kemudian maka, kalakian maka; (2) konstruksi kalirnat yang menggunakan
partikel pun dan lah; (3) penggunaan klausa dan f rasa. Konstruksi seperti itu apakah
masih digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini? Hal itu merupakan pertanyaan
yang patut dijawab oleh pakar bahasa yang menekuni sejarah perkembangan suatu
baliasa. '
Naskah
yang teksnya berisi masalah keagamaan juga sangat banyak diperha tikan
peneliti, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam naskah keagamaan
tersimpan sejarah pemikiran dan pandangan hidup suatu bangsa Kehidupan sastra
keagamaan di Aceh pada abad ke-17, misalnya, banyak mengundangbeberapa peneliti
karena di daerah itu hidup empat orang suf i yang terkenal, yaitu Shamsuddin as-Suma
Irani, Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Singkel, dan Nurudin ar-Raniri. Perdebatan
pendapat di antara mereka tentang hubungan antara manusia dan Tuhan banyak
direkam dalam karya-karya mereka. Abdul Hadi W.M. (1995), misalnya, tertarik
dengan kehidupan Hamzah Fansuri dan kepenyairannya. Ia meneliti penyajr itu.
Penelitiannya diberi judul Hamzah
Fansuri: Risalah Tasawuf dan Pitisi-pu isinya. Buku itu
memberikan gambaranyang luas tentang penyair itu, mulai dari kehidupannya
sampai dengan pemikiran-pemikirannya.
Teks-teks yang
berbentuk cerita, seperti beberapa karya yang sudah disebutkan di atas banyak
juga dikaji dengan berbagai pendekatan tergantung pada teksnya. Teks sastra
misalnya dikaji dengan pendekatan struktural. Pendekatan ini lebih banyak
menyoroti teknik penceritaan, misalnya alur, tokob dan penokohan, latar, sudut
pandang. Kalau teks berbentuk puisi yang diteiiti biasanya gaya bahasa,
perlambangan, dan rima, atau stilistikanya. Di samping itu, masih banyak lagi
pendekatan lain yang dapat diterapkan. Berbagai kajian atas naskah dengan
berbagai pendeka tan yang pernah diterapkan terhadap berbagai teks Nusantara
akan dibahas khusus pada modul 6, yaitu aneka edisi naskah Nusantara dan
kajiaroiya.
Setelah
mengetahui uraian di atas, tentunya Anda yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia juga memiliki khazanah kesastraan dari masa lalu. Dari berbagai
naskah itu banyak butir penting yang patut Anda gali untuk kepentingan daerah
Anda masing-masing. Untuk itu, cobalah meneliti dan menggali isinya.
Setelah
Anda mengikuti uraian di atas dan memahaminya, di bawah ini diberikan beberapa
pertanyaan sebagai latihan. Latihan ini dapat dipakai sebagai titik tolak
keberhasilan Anda dalam memahami materi.
1)
Apa yang Anda ketahui tentang naskah?
2)
Jika Anda tertarik dengan naskah, apa
saja yang dapat Anda kaji?
3)
Apa yang Anda ketahui tentang teks?
Petunjuk jawaban
Latihan
Jika
Anda telah selesai mengerjakan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas,
periksalah kembali jawaban Anda dengan memperhatikan rambu-rambu jawaban di
bawah ini.
1)
Naskah merupakan terjemahan dari codex yang berasal dari bahasa Latin. Kata itu
berarti 'teras batang pohon' dan dipakai dalam hubungan dengan penianfaatan
kayu sebagai alat tulis. Kemudian di dalam berbagai bahasa kata itu mengacu pada
suatu karya klasik dalam bentuk naskah. Dengan begitu, pengertian naskah dapat
diartikan sebagai hasil tulisan tangan yang berasal dari abad lalu sebelum
dikenal mesin percetakan. Tulisan tangan itu digoreskan di atas sebuah alas
yang disebut dengan naskah. Alas naskah itu bermacam-macam bahan dasarnya, ada
yang berasal dari kayu, kulit, bambu, dan kertas. Dengan begitu, naskah adalah
sesuatu yang dapat dipegang dan bentuknya konkret. Dalam bahasa Belanda naskah
disebut dengan handschrif, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut dengan manuscript.
2)
Jika ingin mengkaji naskah, kita dapat
memperhatikan beberapa unsur yang berhubungan dengan naskah, seperti alas
naskah, alat yang dipakai untuk menulis, huruf, cap kertas, ilustrasi,
iluminasi, penjilidan, sejarah pernaskahan, penyalin, dan tempat-tempat
penyalinan (skriptorium), serta informasi lain yang ada di luar isi naskah.
3)
Yang dimaksud dengan teks adalah isi
naskah atau kandungan yang ada dalam naskah, yaitu berupa ide atau gagasan yang
ingin disampaikan pengarang. Teks adalah sesuatu yang abstrak yang hanya dapat
dibayangkan saja.
Dalam bagian ini
diuraikan dua istilah dasar yang dikenal dalam filologi. Kedua istilah itu
adalah naskah dan teks. Naskah adalah hal yang konkret yang
dapat dipegang, misalnya alas tulis (kertas) yang dipakai untuk menulis. Di
atas alas itulah seorang pengarang menuangkan gagasan-gagasannya.
Yang menjadi
unsur dalam naskah adalah hal yang berkaitan dengan fisik naskah, misalnya alas
naskah yang digunakan (kertas, kayu, bambu), tinte, pensil, dan pena, huruf,
kolofon, ilustrasi, Uuminasi (gambar),
penjilidan, dan informasi lain yang ada di luar isi teks, misalnya sejarah
pernaskahan. Tugas yang dilakukan bidang kajianini adalah sejarah naskah,
sejarah koleksi naskah, penelitian tempat- tempat penyalinan naskah
(skriptorium), masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog,
perdagangan naskah, dan penggunaan naskah.
Teks adalah isi
atau kandungan yang ada dalam naskah. Kandungan itu berupa ide atau gagasan
yang ingin disampaikan pengarang. Oleh sebab itu,Uiksbersifatabstrakyanghanyadapatdibayangkansaja.Teksbermacam-macam,
ada yang berisi sejarah, keagamaan, bahasa, cerita, silsilah, adat-istiadat.
Dalam kajian teks digunakan berbagai pendekatan sesuai dengan sifat teks.
Indonesia
terdiri atas berbagai daerah dengan ragam bahasa dan aksaranya. Dengan demikian
Indonesia sangat kaya dengan naskah. Di Sumatra terdapat naskah-naskah dengan
aksara dan bahasa masing-masing, seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Kerinci,
Riau, Siak, Palembang, Bengkulu, Pasemah, dan Lampung. Demikian pula di
Kalimantan, naskah ditemukan di daerah Sambas, Pontianak, Banjarmasin, dan
Kutai. Pulau Jawa memiliki naskah di daerah Banten, Jakarta, Pasundan, Cirebon,
Yogyakarta, Surakarta, Gresik, Madura dan beberapa daerah pegunungan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Bali naskah masih terus dibuat di hampir seluruh
daerah. Nusa Tenggara Barat juga memiliki naskah, seperti Lombok, Bima,
Sumbawa, dan Dompu. Di sepanjang kepulauan Indonesia Timur naskah ditemukan di Ternate
dan Ambon. Di Sulawesi naskah-naskah ditemukan di daerah Bugis, Makasar, dan
Buton.
Dari
sekian banyak kekayaan pernaskahan Indonesia, di mana sajakah naskah tersebut
disimpan? Pada saat ini naskah-naskah di atas penyimpanannya yang pasti
tersebar di berbagai tempat, baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam
negeri naskah-naskah daerah disimpan di berbagai perpustakaan dan lembaga resmi
milik pemerintah dan swasta. Selain itu, beberapa penduduk atau perorangan juga
memiliki naskah yang mereka simpan di rumah mereka. Naskah yang mereka miliki
biasanya merupakan warisan dari orang-orang tua mereka terdahul. Naskah yang
disimpan dan menjadi milik lembaga pemerintah atau swasta
mungkin
tidak terlalu mengkhawatirkan pemeliharaannya. Mereka sudah memperhatikan
pemeliharaan itu dan mereka mempunyai dana khusus untuk keperluan itu. Namun,
naskah yang menjadi milik pribadi atau perorangan yang tersebar luas di
masyarakat inilah yang sangat mengkhawatirkan. Naskah yang harus disimpan di
tempat khusus, disimpan di tempat yang tidak layak untuk naskah. Bahkan ada
yang menyimpannya dengan membungkusnya dalam plastik. Dengan begitu, naskah
menjadi cepat rusak. Naskah agar terpelihara dengan baik dan tidak cepat punah
dimakan ngengat (sejenis
serangga pemakan buku) disimpan pada suhu tertentu.Yang
menyedihkan lagi sampai saat ini masyarakat berbagai daerah di Indonesia masih
menganggap naskah itu sebagai barang keramat. Untuk
membacanyasajaperludiadakahupacara. Akibatnya, naskah jarangdibuka sehingga
kemushahannya semakin tinggi.
Jakarta, ibukota
negara, mempunyai satu tempat penyimpanan naskah, yakni Perpustakaan Nasional.
Berbagai naskah daerah disimpan di perpustakaan ini dengan a man. Di tempat itu
disimpan 9.626 naskah yang ditulis dalam berbagai bahasa dan aksara, seperti
Aceh, Bali, Batak, Jawa,Jawa Kuna, Madura, Melayu, Sunda, dan Ternate.
Perpustakaan
Nasional, saat ini, terletak di Jalan Salemba Rava, Jakarta. Pemakaiannya baru
diresmikan pada tahun 1989. Perpustakaan itu memiliki ruang khusus di lantai V
yang menyimpan berbagai naskah daerah tersebut. Naskah-naskah itu sebelumnya
disimpan di Perpustakaan Museum Pusat atau Gedung Gadjah, Jalan Merdeka Barat,
Jakarta. Naskah itu pada awalnya milik Bataviaasch
Genootschap van Kunsten enWetenschappen. Dalam Pedcman Singkat Mengoendjoengi Moeseoem (1948:7 — 33) dijelaskan bahwa
pada akhir abad XVII di Eropa tampak adanya suatu kegiatan dan pembaruan dalam
bidang ilmu. Sehubungan dengan itu, di berbagai negara didirikan
perkumpulan-perkumpulan sarjana. Dari perkumpulan yang ada di Belanda didirikan
satu cabang di Batavia (Jakarta) tahun 1778, yaitu Bataviaasch Genootsclmp van Kunsten en
Wetenschappen.
Menurut Van
Ronkel (1909:1 — IV) koleksi naskah di gedung itu berasal dari berbagai sumber,
di antaranya adalah naskah-naskah yang disusun dalam katalogus Cohen Stuart
tahun 1871. Pada tahun 1875 koleksi bertambah lagi. Tambahan itu dibuat
daftarnya oleh Van den Berg. Di samping itu, Von de Wall juga menghibahkan
koleksmya ke perpustakaan tersebut di atas.
Bukan hanya di
dalamnegeri saja naskah-naskah Indonesia disimpan, melainkan juga di luar
negeri, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Amerika, Jerman, dan Malaysia.
Bagaimana naskah-naskah itu sampai tersebar ke berbagai negara di atas?
Penyebaran naskah itu dilakukan dengan berbagai cara. Inggris misalnya, dalam
perjalanan sejarah Indonesia, pernah menjajah sebagian kawasan .Asia Tenggara,
termasuk Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan sejarah masa lampau itulah
naskah-naskah dari kedua negara itu sangat banyak dikoleksi di negara itu. Naskah-naskah
yang tersimpan di Inggris dicatat dengan teliti dalam katalog vang disusun oleh
Ricklefs dan Voorhoeve (1977), Indonesian
Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in Indonesian
Languages in British Public Collection. Dalam katalogus itu tercatat 1.200
naskah yang disimpan pada tempat yang tersebar di kota-kota di negara itu, di
antaranya Bristol, London, Cambridge, Eidenburgh, Manchester, Oxford, dan
Glasgow.
Sama
halnya dengan Inggris, Belanda pun pernah menjajah Indonesia. Oleh sebab itu,
naskah-naskah Indonesia sangat banyak tersimpan di sana. Katalog yang mencatat
naskah-naskah Indonesia di Belanda, di antaranya katalog yang disusun oleh
Juynboll (1899), Catalogus van de
Maleische' en Sundaneesche Handschriften der Leidsche Universiteits
Bibliotlieek dan
katalog yang disusun oleh Van Ronkel (1909) Catalogus der Maleische en Minangkabausclie
Handschriften in de Ixidsdie Universiteits-
Bibliotheek. Katalog yang
paling baru yang mencatat koleksi naskah di Belanda adalah yang disunting oleh
Wieringa (1998) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts: In the
Library of Leiden University and other Collections in the Netherlands. Naskah-naskah
yang dicatat dalam katalog itu disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden.
Selain di tempat itu, Perpustakaan KITLV ( Koninklijk
Instituut voor Taal Land en Volkenkunde) juga merupakan tempat penyimpanan
naskah-naskah Indonesia di Belanda.
Untuk
mengetahui naskah kekayaan Indonesia, berikut ini diuraikan beberapa situasi
pernaskahan daerah. Karena beragamnya naskah daerah, dalam bagian ini hanya
akan diuraikan beberapa daerah saja. Seperti yang sudah diuraikan di atas
daerah di Indonesia sangat banyak yang memiliki naskah. Dalam uraian ini
diambil beberapa naskah daerah yang pernah diteiiti oleh pakar. Berdasarkan
penelitian itulah situasi pernaskahan disusun. Naskah itu adalah Melayu, Batak,
Lampung, Bugis, Jawa, Sunda, dan E5ima. Bahasa Melayu penyebarannya sangat luas
sehingga terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu, naskah Melayu
akan diuraikan pada bagian awal, kemudian disusul dengan beberapa daerah lain.
3.
Pernaskahan Nusantara
a.
Naskah Melayu
Bahasa
Melayu tersebar di berbagai daerah, seperti di Aceh, Minangkabau, Siak, Riau,
Palembang, Bengkulu, Jakarta, dan Bima. Masing-masing daerah itu memiliki
naskah yang ditulis dengan aksara Arab Melayu (Jawi) dalam bahasa Melayu yang
dipengaruhi oleh bahasa daerah masing-masing. Oleh karena tempat asalnya
berbeda, penyebaran dan penyimpanannya pun tersebar di berbagai tempat. Ada
yang disimpan di berbagai perpustakaan, museum, dan di rumah penduduk sebagai
milik pribadi yang merupakan warisan dari para orang tua mereka. Penyimpanan
terbesar yang ada di Indonesia untuk naskah Melayu adalah Perpustakaan
Nasional, Jakarta, dan di luar negeri adalah Perpustakaan Universitas Leiden,
Belanda.
Untuk
mengetahui jumlah naskah Melayu, biasanya masing-masing tempat penyimpanan
naskah membuat daftar atau katalog naskah. Perpustakaan Nasional menerbitkan
katalog terbaru tahun 1998 yang memuat seluruh koleksinya dari berbagai bahasa.
Katalog itu berjudul Katalog Induk
Naskah-naskah Nusantara Mid 4:
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, diterbitkan oleh
Yayasan Obor dan Eeole Francaise d'Extreme-Orient. Sebelumnya para peneliti
masih berpegang pada katalog yang diterbitkan oleh Sutaarga yang berjudul Katalogus
Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat, 1972. Katalog itu disusun
berdasarkan katalog tertua yang disusun oleh Van Ronkel (1909), Catalogus
der Maleische Handschriften in het Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen.
Menurut
Ding Choo Ming (1986) naskah Melayu sebagian besar berasal dari salinan abad ke-19
meskipun ada beberapa naskah yang lebih tua dari abad itu disimpan di
Perpustakaan Universitas Cambridge dan Perpustakaan Universitas Oxford. Hal itu
diketahui melalui daf tar-daf tar naskahyang dibuat oleh F. Valentijn.
Sayangnya, naskah yang disebutkan dalam daf tar tersebut sudah ada beberapa
yang hiiang. Hilangnya satu atau beberapa naskah dalam pernaskahan Melayu dapat
terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Rusaknya naskah karena bahan
naskah terlalu tua tidak dapat dihindari, tetapi penghancuran naskah dengan
sengaja kadangkala terjadi. Peristiwa seperti itu misalnya terjadi pada masa
kesultanan Melayu di Pasai atau di Aceh,. yaitu pembakaran naskah. Karya-karya
Shamsuddin Pasai pada abad ke-17 sengaja dibakar di Aceh karena ajarannya dianggap
bertentangan dengan ajaran Nuruddin ar-Raniri.
Dalam kondisi
yang seperti itu satu keuntungan bagi naskah Melayu adalah dengan hadirnya
beberapa orang Eropa ke Nusantara. Karena mereka, banyak naskah yang aman
tersimpan dalam berbagai koleksi, terutama di Eropa. Hal itu terjadi karena
sambil menjalankan tugas pemerintahan mereka belajar bahasa Melayu. Sambil
belajar bahasa,merekatertarik dengan naskah yangmereka pelajari. Oleh karena
itu, mereka mengoleksi dan memeliharanya selama dua abad sehingga naskah
tersebut aman sampai saat ini. Akan tetapi, sayangnya tempat koleksi itu sangat
teisebar, misalnya di Inggris, Belanda, Malaysia, dan Jerman sehingga peneliti
agak sulit menjangkaunya.
Mengapa naskah
Melayu itu tersebar di negara-negara tersebut? Penyebaran tersebut terjadi
seiring dengan hadirnya pemerintah kolonial di tanah Melayu misalnya Riau. Riau
pada zaman dahulu jaya sebagai kemaharajaan Melayu dart kerajaan Riau-Lingga
pernah menjadi pusatnya. Pada masa lalu di tempat itu penyalinan dan penciptaan
naskah turnbuh subur. Kerajaan menjadi pusat kegiatan kesastiaan. Di tempat
itulah naskah banyak disalin. Roorda van Eysinga datang ke daerah itu ingin
belajar bahasa Melayu Beberapa tahun kemudian ia sudah mahir mempelajari bahasa
dan kesastraan Melayu. Ia pun kemudian mengoleksi beberapa naskah tersebut.
Untuk koleksinya, mereka bukan hanya meminta penyalin lokal untuk menulis,
tetapi juga penyalin Eropa. Untuk koleksi, mereka juga membeli naskah. Kegiatan
seperti itu sudah tersebar di beberapa bagian tanah air seperti Von de Wall dan
A.L. van Hasselt di Riau, Crawford di Penang, Malaka, dan General Sekretariat
di Batavia. Naskah salinan General Sekretariat banyak dikirim ke Akademi Delf
sebagai bahan pelajaran bahasa Melayu bagi mereka yang akan ditugasi ke tanah
jajahan.
Berapa kiranya
jumlah seluruh naskah Melayu yang tempat penyimpanannya tersebar? Meskipun
berbagai katalog. bibliografi, dan daftar naskah sudah dibuat, tetapi beium ada
satu pun yang menyebutkan jumlah yang sama dari seluruh naskah tersebut.
Beberapa peneliti berusaha menghitung naskah itu, di antaranya Ismail Hussein
yang menyebutkan jumiahnya 5.000 naskah, Chambert-Loir mengatakan 4.000 naskah
yang tersebai di 26 negara, dan Russel Jones mengatakan jumiahnya 10.000
naskah.
Tampaknya hampir
seluruh naskah lelayu itu ditulis dengan dua aksara, yaitu aksara Arab Melayu
(Jawi) dan Latin dalam bahasa Melayu. Naskah Melayu agaknya hanya
mengenai kertas sebagai alas tubs. Berikut ini dicontohkan aksara Arab Melayu
yang dipakai dalam naskah. Tabel di bawah ini berisi 4 bentuk pemakaian dari
setiap aksara (Hollander, 1984:6 - 7)
Aksara Arab Melayu (Jawi)
Bagairnana
dengan isi teks yang terkandung dalam naskah Melayu? Isi yang ada di dalamnya
sangat beragam. Kalau melihatpembagian yang pernah dilakukan Liaw Yock Fang
(1991, Jilid I dan II), naskah Melayu dapat diklasifikasi menjadi 10. Sepuluh
kelompok itu adalah kesusastraan rakyat, epos India dan sastra wayang, cerita
psnji, kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, sastra kitab, sastra
sejarah, undang-undang Melayu, dan pantun serta syair.
Dari
masing-masing kelompok itu sastra Melayu memiliki karya-karya puncak atau karya
yang populer di masyarakat pendukungnya. Misalnya dalam cerita panji, orang
pasti mengenai Hikayat
Panji Semirang. Dalam
sastra kitab diketahui karya Flamzah Fansuri yang berjudul Syair Perahu.
Sejarah Melayu merupakan
karya yang populer yang tidak pernah berhenti diteiiti hingga saat ini. Sama
halnya dengan cerita berbingkai, yaitu Cerita Seribu Satu Malum hingga saat ini
masih terus diceritakan kembali dalam bahasa yang populer agar akrab dengan
pembaca saat ini.
b.
Pernaskahan
Batak
Masyarakat
Batak tinggal di Sumatra Utara.Kalau, mendengar kelompok masyarakat ini, kita
langsung terjngatpada beberapa nama marga yang sangat kuat melekat pada
nama-nama masyarakat pendukungnya sehingga mereka dapat dengan cepat diidentifikasi
sebagai mayarakat Batak. Kita mengenai beberapa marga, di antaranya Nababan,
Nasution, Sembiring, dan Tarigan. Suku Batak Toba dan Karo merupakaninduk dari
beberapa marga di daerah itu. Mereka menggunakan bahasa Batak dengan berbagai
dialeknya. Bahasa itu pada masa lalu menggunakan aksara khas masyarakat
tersebut, yaitu aksara Batak. Beberapa peneliti pernah membahas pernaskahan
Batak di antaranya K.F. Holle (1882), Voorhoeve (1927— 1985), Uh
Kozok
(1991 dan 1996).
Masyarakat
Batak menggunakan bahasa Batak dengan empat dialek. Dialek Karo dipakai oleh
orang Karo; dialek Pakpak dipakai oleh orang Pakpak; dialek Simalungun menjadi
ragam bahasa orang Simalungun; dan dialek Toba dipakai oleh masyarakat Toba,
Angkola, serta Mandailing. Di antara para peneliti ada pendapat yang berbeda
antara satu dengan yang lain karena ada juga peneliti yang membagi bahasa tidak
seperti di atas. Bahasa Mandailing, Angkola, dan Toba merupakan dialek-dialek
tersendiri, tidak termasuk dialek Toba.
Naskah
Batak yang menggunakan aksara Batak, seperti yang diungkap beberapa penelitian
di atas, memiliki variasi karena di daerah itu tinggal beberapa suku Karo,
Pakpak, Simalungun, Toba, dan Mandailing. Variasi dapat diketahui dari
penyematan vokalnya. Ada usaha penyeragaman (Pudjiastuti, 1997:38) olehSuruhen
Purba dari kelima variasi itu menjadi aksara Batak atau Surat Pustaha yang
disempurnakan. Surat Pustaha yang disempurnakan inilah yang diajarkan kepada
murid SD dan SMP sebagai aksara Batak yang sekarang. Di bawah ini dicontohkan
variasi kelima aksara Batak dari Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, dan
Mandailing. Data ini diambil dari Pudjiastuti (1997:50).
Aksara Batak
Masih dari
sumber yang sama diperoleh informasi bahwa aksara Batak itu ditulis di atas
bahan atau alas naskah yang beragam. Yang paling terkenal dari naskah Batak
adalah yang disebut pustaha yang berarti
buku. Bentuknya seperti buku yang lembarannya bersambungan dan dilipat-lipat
seperti sebuah akordeon
sejenis
alat musik). Bahan utama naskah itu adalah kayu, yakni kayu alim yang banyak
terdapat di daerah itu. Ternyata model naskah seperti itu terdapat juga di
Cina, Jepang, Laos, dan Thailand. Selain kayu, bahan lain yang digunakan adalah
bambu. Bambu yang digunakan dari jenis bambu betung. Naskah dengan bahan itu
vang utama digunakan untuk menulis tanggal atau kalender (perlwlaun). Rotan, tulang
binatang, kulit binatang, dan kertas juga merupakan bahan lain yang digunakan
untuk naskah Batak.
Kalau bahan atau alas naskahnya seperti yang
disebutkan di atas, bagairnana dengan alat tulis yang digunakan? Karena alasnya
berbeda, alat tulisnya juga berbeda ka rena alat tulis yang dipakai tergantung
pada bahan naskah, lidi dari ijuk enau (iarugi) dan lidi dari
pohon pakis (sampipil)
digunakan
untuk menulis naskah yang berasal dari kayu. Pisau kecil (panggorit) dipakai untuk
menulis bahan yang keras, seperti tulang, bambu, rotan, dan tanduk binatang.
Tinta dipakai untuk kertas. Tinta itu ada yang tradisional, dibuat dari
berbagai tumbuhan, darahhewan, dan nunyak. Di samping itu, ada juga tinta yang
berasal dari jelaga lampu. Baja, sejenis tinta, dihasilkan bukan dari jelaga
lampu, tetapi dari jelaga kayu bakar. Tinta bervvarna dibuat dari campuran
anggur dan cuka atau dari getah damar dicampur dengan minyak. Di samping tinta
tradisional itu, dipakai juga tinta rmpor yang dipakai untuk menulis bahan dari
kertas (Pudjiastuti, 1997).
Bahan-bahan di
atas berhubungan dengan naskah, bagairnana dengan teksnya? Masai aii apa saja
yang ada di dalam naskah itu? Kembali pada beberapa penelitian di atas,.
kandungan naskah Batak juga sangatberagam, mulai dari cerita, ramalan,
obat-obatan, jimat, kekuatan magis, beragam surat, undang-undang, dan sejarah.
Namun, dari beberapa masalah itu yang terbanyak ditulis adalah jimat,
obat-obatan, dan ramalan. Dalam koleksi naskah di London, ada naskah yang
berisi obat-obatan, terutama cara menangkal racun dalam tubuh. Teks seperti itu
terdapat dalam Tambar
Simangaraprap dan
Tambar
Sirnanuwasah (Ms.
Jav.C4) Teks seperti itu banyak ditemukan dalam naskah Batak dan biasanya
disertai dengan beberapa ilustrasi, seperti Tambar (Ms. Jav. g.l).
Ada juga naskah yang isinya tentang astrologi. Naskah itu Poda ni
Pangarambui ari na tolu oulu (E. 5185).
Di rnanakah
naskah-naskah tersebut di simpan? Tempat penyimpanan sangat tersebar, dalam dan
luar negeri. Di dalam negeri tentunya kalangan masyarakat umum banyak yang
menyimpannya sebagai milik pribadi. Lembaga formal juga ada yang menyimpan,
seperti Museum Negeri Propinsi Sumatra Utaia.
Perpustakaan
Nasional, Jakarta, banyak menyimpan naskah Batak yang berasal dari berbagai
koleksi, di antaranya koleksi Cohen Stuart. Sayangnya, naskah-naskah itu sudah
dimasukkan dalam katalog Perpustakaan Nasional yang terbaru (1998), tetapi
belum dideskripsikan dengan memadai Di dalam buku itu baru daf'tar saja yang
dimuat. Pendaftarannya diabjad berdasarkan judul naskah.
Perpustakaan
luar negeri yang menyimpan di antaranya adalah Perpustakaan Universitas Leiden
(Belanda), beberapa perpustakaan di London (Inggris, seperti India Office
Library dan
Perpustakaan School
of Oriental and African Studies, Perpustakaan Bodlein. Beberapa naskah
yang disebutkan judulnya di atas adalah koleksi yang disimpan di London. Selain
tempat itu, masih ada beberapa tempat lain di Inggris yang menyimpan naskah
Batak.
c.
Pernaskahan
Lampung
Lampung
merupakan provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, penduduknya yang ad a di
daerah lampung, Komering, dan Krui menggunakan bahasa Lampung. Bahasa itu
mempunyai beberapa dialek. Ada yang membaginya atas dialek abung dan dialek
paminggir dan ada juga yang membaginya atas dialek Ny ou dan dialek Api.
Masing-masing dialek terdiri atas beberapa logat.
Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan Pudjiastuti (1995:60) naskah Lampung ditulis
dengan aksara Lampung yang dikenal dengan had Lampung atau surat
Lampung.Aksara Lampung
jika dirunut dalam sejarah dapat dimasukkan dalam rumpun tulisan Kaganga. Menurut beberapa
ahli, aksara itu mirip dengan aksara Rejang, Pasemah, Batak, dan Makasar. Bagi
Hadikusuma (1988:18) aksara Lampung sebenarnya aksara yang dipakai oleh
masyarakat di seluruh Sumatra Selatan. Orang-orang tua di daerah Sumatra
Selatan kadang-kadang menyebut aksara Lampung dengan "Surat Ulu" atau
Surat Ugan". Namun, pada kenyataannya, sejak sebelum perang hingga kini,
aksara itu hanya dipakai oleh orang Lampung. Kebanyakan peneliti beranggapan
bahwa aksara Lampung sebenarnya merupakan perkembangan dari aksara devanagari
yang berasal dari India. Tulisan itu terdiri atas tigaunsur, yakniindukhuruf (kalabaisurat), anakhuruf atau
tandabunyi (benah
surat), dan.tanda
baca. Sistem menulis aksara Lampung dimulai dari kiri ke kanan, sama halnya
dengan tulisan Latin. Tulisan Lampung disebut juga dengan huruf Kaganga.
Dalam naskah
Lampung, selain aksara Kaganga, ditemukan juga naskah yang ditulis dengan
aksara Arab berbahasa Arab, aksara Jawi berbahasa Melayu, dan aksara
Pegonberbahasa Lampung. Aksara Arab digunakan untuk menulis masalah agama
Islam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di atas, bahan atau alas
naskah yang digunakan untuk menulis aksara Lampung, hampir sama dengan Batak.
Naskah yang alasnya dari kayu dibentuk seperti akordeon juga dibuat dari
kayu halim.
Di
samping itu, bambu, rotan, dan kertas juga digunakan sebagai bahan naskah. Alat
tulis yang digunakan adalah lidi (kemasi) dan pisau kecil
yang runcing (lading
lancip).Tintanya
ada yang berasal dari tinta tradisional yang dibuat dari campuran buah deduruk, arang, dan getah
kayu kuyung.
Selain
itu, tinta dapat juga dibuat dari campuran arang dan buah serdang.
Di bawah ini
contoh aksara Lampung Lama yang terdiri atas 19 huruf (Pudjiastuti, 1995).
Perbandingan aksara
Lampung dengan aksara daerah lain
Di mana sajakah
naskah-naskah Lampung disimpan? Berdasarkan beberapa katalogus, kita ketahui
bahwa naskah Lampung ada yang masih disimpan di rumah-rumah sebagai milik
pribadi atau perorangan. Beberapa lembaga formal di daerah itu juga ada yang
menyimpan, seperti Museum Negeri Propinsi Lampung.
Perpustakaan
Nasional, Jakarta, tidak memiliki koleksi naskah Lampung karena tidak tercatat
dalam katalog, 1998. Lain halnya dengan Perpustakaan Universitas Leiden,
Belanda. Di tempat itu ditemukan beberapa naskah Lampung. Perpustakaan School
of Oriental and African Studies dan India Office Library di London, Inggris,
dalam katalognya mencatat beberapa naskah Lampung yang menjadi milik mereka. Dalam
Ricklefs dan Voorhoeve dicatatsatu naskah Lampung yang terdapat dalam koleksi
India Office Library, Surat Pantun cara Lampung (Malay A.4) yang
berbentuk wayak,
semacam
pantun yang berpola a-b-a-b.
Isi naskah
Lampung banyak ragamnya. Menurut Pudjiastuti, 1997, ada teks yang membicarakan
mantra, doa, dan rajah (khajah). Di daerah itu
dikenal mantra pekasih, mantra penolak bala, mantra pembenci, mantra untuk
mengambil madu, dan mantra kekebalan. Doa juga banyak ditemukan dalam naskah
tersebut. Doa disebut dengan memang. Sama halnya
dengan mantra, memang
juga
terdapat dalam berbagai. ragam; ada memang untuk para
bujang dan gadis agar dapat saling menyintai; memang untuk mengobati
orang sakit; dan memang
untuk
memohon dan meminta kepada Tuhan. Ramalan, doa, dan primbon juga sering dibahas
dalam naskah Lampung. Di samping itu, silsilah yang berisi daftar keturunan
dari nenek moyang yang melahirkan penduduk di daerah itu. Di samping silsilah,
hukum adat dan undang-undang juga ada.
d.
Pernaskahan Bugis dan Makasar
Di Sulawesi
Selatan tinggal empat suku yang besar, suku Bugis (50 %), suku Makasar (30 %),
suku Toraja (5 %), dan suku Mandar (5 %). Toraja masih hidup dalam tradisi
lisan sehingga di daerah itu agaknya tidak ditemukan naskah. Suku lainnya
banyak yang memiliki naskah yang mereka sebut dengan lontarak. Penyebutan itu
lebih dikenal dalam naskah Bugis/Makasar. Penyebutan nama lontarak karena bahan
naskah yang digunakan berasal dari lontar, yaitu bahan naskah yang dibuat dari
sejenis daun palma dengan proses tertentu sehingga dapat ditulis. Alat tulisnya
dapat berupa pisau kecil yang ujungnya sangat lancip. Dengan pisau itulah
lontar yang sudah siap ditulis dipotong dengan ukuran tertentu kemudian baru
ditulis. Setelah selesai, di atas tulisan itu diberi minyak yang berwarna hitam
(biasanya campuran minyak dan kemiri yang sudah diolah kalau di Jawa). Lontar
bukan satu-satunya alas tulis yang dikenal di daerah itu, kertas juga dikenal
mereka.
Aksara Lontarak,
berdasarkan pendapat beberapa peneliti, berasal dari aksara Pallawa. Akasaranya
oleh masyarakat di daerah itu disebutnya aksara lontarak. Aksara itu dikenal
juga dengan aksara Bugis/Makasar. Menurut penelitian Noorduyn aksara itu
ditulis dengan berbagai variasi dan banyak pakar yang sudah menefctinya,
seperti Raffles, Crawfurd, 'Ihomsen. Berikut ini dicontohkan aksara itu yang
dicunbil dari penelitian Noorduyn (1993:539) dalam makalahnya yang berjudul Variation in the
Bugis/Makasarese Script, yang diterbitkan dalam majalah BKl, 149. Apakah Anda
mengenai akasara ini?
Aksara Bugis
Naskah-naskah
Sulawesi Selatan disimpan di beberapa lembaga formal dan di rumah perorangan
yang menjadi milik pribadi. Naskah yang menjadi nulik pribadi biasanya sangat
jarang dibuka, apalagi untuk diketahui isinya. Pembukaan naskah biasanya
dilakukan dengan suatu upat ara khusus, hampir sama dengan kebanyakan
naskah-naskah daerah lain di Indonesia. Karena jarang dibuka, banyak
para pemilik yang baru sadar setelah melihat bahwa naskah sudah rusak
ketika dalam
waktu lama tidak dibuka. Cara penyimpanan naskah ini pun sangat menyedihkan
karena disimpan di antara onggokan padi di rangkiang bersama dengan
benda pustaka lain, seperti keris dan badik. Padahal kedua benda itu bahannya
berbeda dengan lontar serta kertas. Lontar dan kertas memerlukan suhu tertentu
di tempat penyimpanannya. Kondisi itu berbeda dengan tempat penyimpanan naskah
yang ada di beberapa lembaga formal, seperti perpustakaan dan museum. Mereka
sudah lebih layak menyimpannya meskipun tentunya belum memenuhi sy arat
sepenuhnya untuk pemeliharaan naskah.
Naskah dari
daerah itu, bukan hanya di Sulawesi Selatan saja disimpan, Perpustakaan
Nasional, Jakarta, juga menyimpannya. Bahkan, beberapa perpustakaan di luar
negeri seperti di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dan beberapa
perpustakaan di London, Inggris. Suatu peristiwa yakni pembakaran naskah yang
sangat merugikan menimpa pernaskahan di daerah itu. Peristiwa itu terjadi pada
masa DI/TII. Peristiwa pembakaran itu terjadi di beberapa daerah yang
dikuasainya. Menurut Gani (1991:172) pada masa itu anggota gerombolan banyak
yang merampas nakah-naskah peninggalan nenek moyang mereka yang disimpan para
penduduk. Naskah itu dimusnahkan karena mereka menganggap penduduk
menyembahnya. Dan penyembahan pada naskah itu disamakan dengan penyembahan berhala.
Penyembahan seperti itubertentangan dengan ajaran agama Islam yang murni. Pada
saat itu, memang pada kenyataannya para pemilik naskah sering melakukan upacara
penghormatan terhadap naskah. Peristiwa itu menjadi semacam trauma bagi
beberapa pemilik naskah di daerah itu sehingga dampaknya sampai saat ini masih
terlihat. Kalau ada peneliti yang mencari atau akan meminjam naskah, mereka
curiga bahwa mereka juga akan memusnahkan naskah yang masih ada. Oleh sebab
itu, para peneliti harus pandai membujuk dan memberi keyakinan sehingga mereka
dapat mengeluarkan naskah mereka.
Naskah yang
berasal dari Sulawesi Selatan isinya sangat beragam. Kembali pada penelitian
Gani (1991:171), ia mengelompokkan isi naskah tersebut atas delapan bidang ilmu
yang uraiannya seperti di bawah ini.
(1)
Naskah yang berisi asal-usul atau
silsilah raja-raja, keluarga bangsawan yang disebutnyaattoriolong. Naskahjenis
inisangatbaikuntuk dijadikanbahan dalam penyusunan sejarah atau daftar
silsilah. Dalam naskah yang semacam ini kadang-kadang ditemukan juga
catatan-catatan peristiwa yang pernah terjadi pada masa silam.
(2)
Lontarak bilang yang isinya
hampir mirip dengan ottoriolong, tetapi lebih
terperinci dan lebih rumit. Naskah ini dapat dianggap sebagai catatan harian.
(3)
Nasihat yang dapat dijadikan pedoman
hidup bagi masyarakat disebut pappangaja.
(4)
Ulu ada yaitu lontarak yang berisi
berbagai perjanjian, terutama perjanjian yang bertalian dengan negara atau
kerajaan.
(5)
Undang-undang atau peraturan yang
berasal dari adat leluhur yang disebut sure bicara attoriolong.
(6)
Berbagai naskah yang isinya tentang
obat-obatan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan biasa digunakan oleh
masyarakat setecnpat. Naskah berjenis ini disebut lontarak
pabbura.
(7)
Lontarak palakia berisi tentang
ilmu perbintangan (ilmu falaq).
Pada
dasarnya berbagai jenis isi yang disebutkah di atas juga terdapat dalam naskah
lain, seperti Melayu, Jawa, dan Sunda. Hanya keunikan berbagai ragam isi naskah
sudah dinamakan dalam bahasa asli Bugis.
e.
Pernaskahan
Jawa
Naskah jawa
tidak kalah kayanya jika dibandingkan dengan Melayu yang penyebarannya sangat
luas di berbagai kepulauan Naskah Jawa juga tersebar di beberapa tempa t,
tetapi terbatas pada Pvdau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Naskah itu ditemukan,
di antaranya diCirebort, Solo, Surakarta, Yogyakarta, Banyuwangi, dan Banten.
Jumiahnya juga sangat besar. Behrend (1993:407) mengatakan 19.000 naskah Jawa
yang penyimpanannya tersebar di beberapa lembaga di Indonesia dan Eropa, belum
termasuk yang dikoleksi oleh perorangan. Naskah Jawa tersimpan hampir di 27
negara, di antaranya Indonesia, Inggris, Belanda, Rusiajerman, dan Itali. Di
Indonesia penyimpanannya tersebar, seperti di Jakarta, Surakarta, Yogyakarta,
Denpasar.
Bahasa
yang digunakan ada tiga, yakni bahasa Jawa Kuna, Jawa
Tengahan, dan Jawa Baru. Aksara yang digunakan dalam naskah yang berbahasa Jawa
disebut aksara Jawa atau hanacaraka, sedangkan aksara
Arab yang mtnggunakan bahasa Jawa disebut pegon. Naskah beraksara
pegon biasanya ditulis di daerah Banten, Madura, dan Cirebon.
Contoh aksara
Jawa (hanacaraka) diambil dari Simuh (1988:vii)
Bagairnana
dengan bahan atau alas naskah? Masyarakat Jawa mengenai lontar sebagai alas
naskah yang dibuat dari sejenis pohon palma. Bahan yang sama juga dipakai untuk
naskah Bugis, Bali, dan Sunda. Alat tulisnya disebut pengutik, sedangkan
tintanya dibuat dari minyak kemiri. Selain lontar, naskah Jawa juga ditulis di
atas kertas baik kertas tradisional maupun kertas Eropa. Kertas tradisional
disebut dluwang.
Kertas
ini dibuat dari bahan khusus dari kulit sebuah pohon yang kemudian diproses
secara tradisional. Untuk menulis naskah yang berasal dari bahan itu adalah
tinta. Tinta. itu ada yang dibuat secara tradisional.
Jika kita ingin
mengetahui keragaman naskah Jawa, ada beberapa katalog yang dapat dipakai untuk
mengecek kekayaan naskah itu. Dalam Caraka no .4 disebutkan
beberapa katalog yang mendeskripsikan keadaan naskah Jawa. Katalog yang paling
lengkap dan sering dipakai, di antaranya Juynboll, 1907, dengan judul Supplement of
den catalogus van de Javaansche en Madoeresche Handschriften der Leidsclte
Universiteits Bibliotheek. Katalog Nikolaus Girardet yang
diterbitkan pada tahun 1983 yang berjudul Descriptive
Catalogue of the Javanese Manuscripts and Printed Book in Main Libraries of
Surakarta and Yogyakarta.
Bagairnana
dengan isi naskah? 'Naskah Jawa sangat kaya, sesuai dengan perkembangan
kebudayaannya yang dilatarbelakangi oleh agama Hindu, Budha, dan Islam.
Sehubungan dengan itu, isi yang ada dalam naskah juga sangat beragam, di
antaranya obat-obatan, primbon, cerita panji, cerita wayang, sastra sejarah,
dan masih banyak yang lainnya. Pada bagian ini hanya dicontohkan beberapa karya
sastra sejarah, primbon, dan cerita panji.
Dalam sastra
Jawa, banyak sekali ditemukan sastra sejarah. Anda tentu pernah mendengar Babad Tanah
Jawi. Karya
itu sangat terkenal. Kata babad tampaknya
dipakai untuk karya-karya yang bersifat kesejarahan. Dalam khazanah sastra itu
dikenal juga Babad
Diponegoro (KBG:5)
yang mengisahkan peristiwa Perang Diponegoro pada tahunl813. Dalam karya itu
diceritakan pengalaman Caradiwirya yang memerangi pasukan Diponegoro di
berbagai daerah. Sesudah peperangan ia diangkat menjadi Adipati Diponegoro.
Naskah yang berisi ramalan atau primbon, seperti Nalatruna (KBG:681) sangat
unik karena disertai dengan berbagai gambar raja dan disertai berbagai mantra.
Yang tidak kalah menariknya adalah cerita panji. Dalam sastra itu, di antaranya
dikenal Panji
Angreni, Panji Dewakusuma Kembar, dan
Panji
Kuda Semirang. Karya
sejenis itu dapat dikertali dari beberapa tokohnya yang selalu mer.ampilkan
tokoh Panji dan Candra Kirana atau nama-nama samaran lain yang sering mereka
pakai. Selain cerita panji, dikenal juga cerita yang hampir mirip dengan cerita
itu karena berbagai petualangan dikisahkan. Cerita itu adalah cerita wayang.
Wayang merupakan pertunjukan yang menarik dalam kebudayaan ini dan sangat
digemari bahkan di mancan egara. Cerita wayangbukanhanya ditemukan dalam
pertunjukan, melainkan juga dalam bentuk naskah, seperti Bharatayuddha (Add. 12279),
Serat
Kitab Tufah dan
Serat
Wirid Hidayat membahas
hubungan manusia dan Tuhan juga merupakan naskah keagamaan yang menarik. Simuh
(1988) mengambil Wirid
Hidayat Jati menjadi
bahan disertasinya. Ia memberi judul peneliiiaimva dengan Mistik Islam
Kejuwen Raden Ngabehi Ranggaxvarsita: Dalam naskah itu digambarkan hubungan
manusia dengan Tuhan
f.
Situasi
Pernaskahan Bima
Kalau
ingin mengetahui khazanah naskah Bima, kita dapat melihat katalogus yang
disusun oleh Mulyadi dan Salahuddin (1990 dan 1992) yang berjudul Katalogus Naskah
Melayu Bima, jilid
1 dan II. Di dalam buku itu diuraikan dan
dideskripsikan keadaan naskah Bima yang saat ini menjadi koleksi Museum
Kebudayaan Sampuraga, Bima, Museum Negara Nusa Tenggara Barat, Mataram, dan
naskah yang menjadi koleksi Desa Maria, Kampung Dara, Bima. Naskah yang
dideskripsikan dalam katalogus tersebut adalah naskah yang menjadi koleksi
istana Sultan Muhammad Salahuddin (1915 — 1951), Sultan Birna terakhir.
Naskah
Bima, menurut kedua peny usun tersebut, tidak banyak yang merupakan cata tan
dari periode pra-Islam yang ditulis dalam aksara Bima denganbahasa Bima. Mereka
hanya menemukan satu atau dua naskah saja yang berbahasa Bima. Timbul dugaan
bahwa besar kemungkinan hilangnya naskah dari periode ini karena suatu
kebakaran besar yang terjadi pada masa pemerintahanSultan Abdul Kadim Zilullah fial Alam, tahun
1751 — 1773. Menurut Noorduyn kebaka ran itu telahmemusnahkan banyak naskah.
Rupanya naskah pada periode pra-islam ke periode masuknya Islam, di Bima pada
akhir abad ke-16 sampai awal abad ke-17, membawa perubahan besar sehingga bahasa
yang digunakan kerajaan Bima adalah bahasa Melayu. Bahasa itu menjadibahasa
resmi negara. Oleh karena itu, i iaskah~naskah peninggalan dari periode
inilah yang banyak ditemukan saat ini. Berdasarkan deskripsi dua. katalog di
atas, naskah Bima tampaknya hampir semua ditulis di atas kertas. Naskah itu
ditulis dalam aksara Arab-Melayu (Jawi) dalam bahasa Melayu, aksara Arab dengan
bahasa Arab, dan aksara Arab dengan bahasa Bima.
Seperti
yang diuraikan dalam kedua katalog itu, kita dapat mengetahui isi naskah Bima.
Kedua penyusun katalog itu membagi teks Buna menjadi tujuh jenis, yaitu Bo, sejenis catatan
harian yang sangat lengkap uraiannya disertai dengan penanggalan waktu
terjadinya suatu peristiwa, doa dan ilmu agama, filsafat, hikayat, silsilah,
surat, dan surat keputusan. Ketujuh jenis itu kemudian ditambah lagi dengan dua
jenis pada Katalogus Naskah Melayu Bima II, yakni surat
peraturan dan surat perjanjian kontrak serta ilmu tua.
Contoh aksara Bima yang diambil dari
Mulyadi dan H.S. Maryam (1991:72)
g.
Pernaskahan Sunda
Naskah yang
berasal dari suku Sunda (Jawa Barat) bahannya juga beragam seperti daerah lain
karena di daerah itu ditemukan juga naskah yang ditulis di atas daun pair aa
(daun lontar, daun kelapa, daun pandan, dan daun nipah), bambu, dan kertas.
Kertas yang digunakan terdiri atas dua macam, yaitu kertas tradisional yang
disebut daluwang dan kertas Eropa.
Bahasa
yang digunakan ada yang berbahasa Sunda, Jawa, dan Melayu. Bahasa Sunda dibagi
lagi atas Sunda Kuna yang digunakan pada naskah yang dibuat sekitar abad 16 —
18 dan Sunda Baru digunakan dalam naskah yang berasal dari abad 19. Naskah
berbahasa Jawa biasanya digunakan bahasa jawa-Cirebon, Jawa-Periangan, dan
Jawa-Banten. Bahasa Melayu digunakan dalam naskah yang ditulis pada akhir abad
19 yang jumiahnya tidak terlalu banyak. Aksara yang digunakan adalah aksara
yang disebut Sunda Lama (digunakan pada naskah-naskah yang berasal dari sebelum
abad 18), Cacarakan
(Jawa-Sunda
yang dipakai pada sekitar akhir abad 17), Arab dan Latin (naskah-naskah yang
berasal dari abad 19).
Naskah
yang berasal dari daerah itu diperkirakan jumiahnya mencapai 1.500 buah. Di
antara naskah-naskah itu masih banyak yang disimpan oleh masyarakat sebagai
milik pribadi dan beberapa lembaga formal di tanah air. Museum Negeri Jawa
Barat dan Kantor EFEO (Bandung), MuseumCigugur (Kuningan) di antaranya yang
menyimpan naskah Sunda. Selain itu, beberapa perpustakaan di luar negeri ju ga
menyimpannya, yakni Perpustakaan Universitas Leiden, perpustakaan KITLV di
Belanda, dan The British Library serta Bodleian Library di London. Di samping
itu, beberapa pesantren juga ada yang menyimpannya. Untuk melihat berbagai
naskah Sunda dan tempat koleksinya dapat dilihat dalam katalog Naskah Sunda (Bandung:
Universitas Padjadjaran,1988) yang disusun oleh sebuah tim yang diketuai oleh
EdiS. Ekadjati. Katalog lain yang dapat dipakai adalah Katalog
Naskah-naskah Sunda di Museum Pusat (Yumsari Yusuf), dan R. Memed
Sastrahadiprawira dengan judul Katalogus Naskah-naskah Sunda di Museum
Nasional Jakarta
Menurut
Ekadjati (1988), naskah Sunda banyak yang sudah hancur danmusnah yang tidak
mungkin dapat diketahui lagi isinya. Kehancuran itu disebabkan oleh musibah,
seperti terbakar, tertimpa banjir, hilang, dan rusak dimakan hama. Selain itu,
ada pula karena kelalaianpemiliknya, misalnya diunggal mengungsi sehingga tidak
terpeiihara lagi.
Naskah
Sunda yang masih diselarnatkan hingga kini jika dilihat dari isinya hampir sama
dengan naskah lain dari bagian Nusantara lainnya. Naskah itu ada yang
mengisahkan tentang silsilah, sejarah, ajaran agama, dan adat istiadat, serta
ajaran moral.
Berikut ini salah satu contoh naskah
Sunda yang bentuknya seperti kipas yang diambil dari buku Illuminations
(1996).
Sebagai informasi
para peneliti yang membahas naskah Sunda adalah Atja 1968, Tjarita
Parahyangan. Bandung:
Jajasan Kebudajaan Nusalarang, Edi S. Eka Djati, 1982. Cerita Dipati
Ukur: Karya Sastra Sejarah Sunda, Jakarta: Dunia Pustaka Djaja, dan
Joedawikarta, 1933, Sadjarah Soekapoera, Parakanmoentjang
Sareng Gadjah, Bandung:
Pengharepan.
Setelah Anda mengikuti
uraian di atas dan memahaminya, di bawah ini diberikan beberapa pertanyaan
sebagai latihan. Latihan ini dapat dipakai sebagai titik tolak keberhasilan
Anda dalam memahami materi.
1)
Sebutkan daerah mana saja yang memiliki naskah?
2)
Di mana saja naskah-naskah itu disimpan
saat ini dan sebutkan tiga perpustakaan di luar negeri yang menyimpan naskah?
3)
Sebutkan nama aksara di daerah yang ada di
Indonesia?
Petunjuk jawaban Latihan
Jika
Anda telah selesai mengerjakan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas,
periksalah kembali jawaban Anda dengan memperhatikan rambu-rambu jawaban di
bawah ini.
1)
Daerah yang memiliki naskah di Indonesia
ini sangat banyak. Di Sumatra terdapat naskah-naskah dengan aksara dan bahasa
masing-masing, seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Kerinci, Riau, Siak,
Palembang, Bengkulu, Pasemah, dan Lampung. Di Kalimantan, naskah ditemukan di
daerah Sambas, Pontianak, Banjarmasin, dan Kutai. Pulau jawa memiliki naskah di
daerah Banten, Jakarta, Pasundan, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Gresik,
Madura dan beberapa daerah pegunungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Bali
dan Nusa Tenggara Barat juga memiliki naskah, seperti Lombok, Bima, Sumbawa,
dan Dompu. Di sepanjang kepulauan Indonesia Timur naskah ditemukan di Ternate
dan Ambon. Di Sulawesi naskah-naskah ditemukan di daerah Bugis, Makasar, dan
Buton.
2)
Naskah-naskah Indonesia ada yang
disimpan di dalam dan di luar negeri. Di dalamnegerinaskah disimpan di
daerah-daerah masing-masing sebagai pemilik naskah, yaitu di perpustakaan dan
lembaga daerah serta di rumah beberapa penduduk yang masih memilikinya. Di
Jakarta disimpan berbagai naskah daerah Indonesia, yaitu di Perpustakaan
Nasional. Di luar negeri ada juga naskah yang disimpan di Perpustakaan
Universitas Leiden dan Perpustakaan KITLV di Belanda serta di Perpustakaan
School of Oriental and African Studies di London.
3)
Lima aksara yang ada di Indonesia adalah
aksara Batak, aksara Lampung, aksara Jawa (hanacaraka), aksara Arab Melayu
(Jawi), dan aksara Bima.
Sehubungan
derigannaskah dan teks, Indonesia yang terdiri atas berbagai daerah ini sangat
kaya dengan kedua hal itu. Hampir setiap daerah mempunyai naskah yang ditulis
dalam bahasa daerah masing-masing dengan aksara atau huruf daerah. Oleh sebab
itu, penelitian pernaskahan Indonesia sangat perlu dilakukan. Untuk melihat
kekayaan naskah Indonesia, berbagai daerah yang memiliki naskah itu patut
ditampilkan, misalnya naskah apa saja yang mereka dimiliki, naskah ditulis
dalam aksara daerah apa, dan di mana saat ini naskah itu disimpan. Uraian itu
penting agar Anda mengetahui latar balakang pernaskahan sebelum melakukan
sebuah penelitian. Dari berbagai pernaskahan di Indonesia, dalam bagian ini
hanya diambil tujuh pernaskahan daerah. Pemilihan ketujuh daerah itu berhubungan
dengan hasil penelitian yang mudah dijangkau. Pernaskahan daerah itu adalah
Melayu, Batak, Lampung, Bugis/Makasar, Jawa, Bima, dan Sunda.