DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………... i
DAFTAR ISI………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….. 1
A.
Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1
B.
Rumusan Masalah………………………………………………….. 2
C.
Tujuan Penulisan…………………………………………………… 2
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………... 3
A.
Pengertian……………...…………………………...………………. 3
B.
Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal, Intonasi,
Penghayatan dan
Ekspresi yang Sesuai………..…………..…………………………... 3
C. Macam-Macam
Ekpresi Dalam Puisi ……………….…...………… 5
D. Ketidaklangsungan
Ekspresi Puisi …………………..…………….. 6
BAB III PENUTUP…………………………………………………... 12
A.
Kesimpulan…………………………………………………………. 12
B.
Saran………………………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puisi adalah rangkaian atau susunan kata
yang indah, bermakna dan memiliki aturan serta unsur-unsur bunyi. Puisi terdiri
dari diksi, gaya bahasa, dan tema. Ada dua unsur-unsur pembangun dalam puisi
yaitu struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri dari
diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi dan tipografi.
Sedangkan struktur batin terdiri dari tema, perasaan penyair, nada dan suasana
serta amanat.
Menulis puisi sangat bertolak-belakang
dengan menulis artikel, kalau dalam penulisan artikel kita dituntut untuk
menggunakan kata yang tegas dan tidak berbelit-belit, maka dalam puisi malah
sebaliknya. Kita dituntut untuk pandai mengimprovisasikan sebuah keadaan
menjadi rangkaian kata-kata yang enak dibaca dan penuh dengan makna
tersembunyi. Didalam membuat puisi kita harus memperhatikan gaya bahasa, rima,
diksi, dan tema yang diangkat, agar puisi yang dibuat semakin bagus.
Di dalam membaca puisi terkadang kita
hanya membaca seperti membaca sebuah bacaan, tidak memperhatikan cara-caranya.
Puisi harus dibacakan dengan baik dan tepat yaitu dari segi lafal, intonasi dan
ekspresi. Lafal adalah cara mengucapkan huruf vokal didalam sebuah puisi,
intonasi adalah lagu kalimat, peruabahan tinggi rendahnya sebuah kalimat.
Sedangkan ekspresi (mimik) yaitu perubahan raut muka didalam memperlihatkan
perasaan tertentu didalam sebuah puisi. Hal ini penting dilakukan didalam
membaca puisi karena puisi berbeda dengan membaca bacaan biasa yang hanya
memmperhatikan vokal sedangkan pusi harus memperhatikan lafal, intonasi dan ekspresi
yang tepat, agar pembacaan puisinya lebih dimaknai dan dipahami makna yang
terkandung dalam puisi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekspresi puisi?
2. Bagaimana cara membaca puisi
dengan ekspresi yang sesuai?
3. Apa saja macam-macam ekspresi
puisi?
4. Apa yang dimaksud dengan
ketidaklangsungan ekspresi puisi?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian
ekspresi puisi.
2. Untuk mengetahui cara membaca
puisi dengan ekspresi yang sesuai.
3. Untuk mengetahui macam-macam
ekspresi puisi.
4. Untuk mengetahui tentang
ketidaklangsungan ekspresi puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekspresi
adalah raut wajah dan gerak tubuh yang menunjukkan perasaan pembaca puisi.
Ekspresi pembaca puisi harus disesuaikan dengan isi puisi yang dibacakannya.
Hal tersebut membantu penonton memahami isi puisi yang dibacakan. Dengan
ekspresi yang baik dan tepat, penonton juga akan ikut merasakan suasana dalam
puisi yang sedang mereka saksikan.
Sama
halnya dengan lafal dan intonasi, seorang pembaca puisi juga perlu berlatih mengekspresikan
puisi yang dibacakannya dengan tepat. Hal paling penting yang harus dilakukan
adalah membaca berulang kali dan memahami isi puisi yang akan dibacakan.
Setelah itu, menghayati isi puisi tersebut dan berlatih memainkan raut muka dan
gerak tubuh yang sesuai dengan isi puisi. Berlatihlah di depan cermin agar kita
dapat menilai, apakah ekspresi yang ditunjukkan sudah sesuai atau tidak.
B.
Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal, Intonasi, Penghayatan dan Ekspresi yang
Sesuai
Membaca pusi tidak sekedar membaca saja.
Namun, disini harus memperhatikan beberapa syarat yaitu dari segi lafal,
intonasi dan ekspresi. Apresiasi puisi dapat ditempuh dengan berbagai bentuk
yaitu:
1. Pembacaan puisi: Dititikberatkan pada
pemahaman, keindahan vokal, dan ekspresi wajah.
2. Deklamasi puisi: Menekankan kepada
ketepatan pemahaman, keindahan vokal, dan ekspresi wajah disertai dengan
gerak-gerik tubuh yang lebih bebas dan ekspersi wajah yang lebih kuat.
3. Dramatisasi puisi: Puisi dipandang
sebagai suatu kesatuan peristiwa yang dapat diperagakan dalam suatu pementasan.
Oleh karena itu pembaca akan memeragakan peristiwa-peristiwa dalam pusi dengan
lakuan tubuh (akting) yang sesuai.
4. Musikalisasi puisi: Puisi
dinotasikan sebagaimana musik lirik puisi dijadikan syair lagu.
Pembacaan atau pendeklamasian puisi
mengutamakan kejelasan, ketepatan, dan keakuratan lafal, volume, intonasi,
ekspresi, gesture dan penghayatan.
1. Lafal: cara menyembunyikan
atau mengucapkan huruf (bagaimana mengucapkan misalnya f, v, p, z, j, dan
sebagainya).
2. Volume suara: tingkat kenyaringan atau
kekuatan bunyi atau suara
3. Intonasi: lagu kalimat,
perubahan nada pengucapan tuturan (kata, frasa, klausa kalimat yang menimbulkan
makna atau arti.
4. Ekspresi: perubahan atau
pandangan air muka (raut wajah) untuk memperlihatkan perasaan tertentu.
5. Gestur: gerak anggota tubuh
(tangan, kaki, kepala, dan sebagainya) untuk memperkuat kesan tertentu atau untuk
mengungkapkan perasaan.
6. Penghayatan: cara memahami atau
memaknai sebuah puisi.
Di samping hal-hal tersebut, pembacaan
puisi hendaknya didahului kegiatan memberi tanda bantu pada puisi sehingga
pembacaannya tidak keliru atau menyimpang dari rencana. Tanda-tanda yang lazim
digunakan dan bisa dikreasi sendiri, antara lain:
/ = Perhentian sejenak
di antara kata atau frasa tanpa menarik napas.
// = Perhentian sesaat untuk
mengambil napas (menandai koma atau titik).
/// = Perhentian relatif lebih lama
untuk mengambil napas beberapa kali.
Pembacaan puisi dapat dikatakan berhasil
apabila pendengar terhanyut dalam suasana pembacaan. Untuk mencapai
tujuan itu, pembaca hendaknya berlatih dan melalui beberapa tahapan sebagai
berikut.
a. Tahap pertama, pembaca hapan secara jelas,
misalnyarus mempelajari dan memahami puisi yang akan dibaca.
b. Tahap kedua, pembaca memahami
pemenggalan (jeda) baik pada kata, frasa, atau kalimat.
c. Tahap ketiga, pembaca memahami
siapa yang menjadi yang menjadi pendengarnya.
d. Tahap keempat, pembaca harus senang
terhadap puisi yang akan dibaca.
Di samping tahapan-tahapan diatas, perlu
juga memperhatikan pelafalan atau pengucapan secara jelas, misalnya:
a. Fonem diucapkan secara jelas,
misalnya huruf a dengan mulut terbuka lebar.
b. Pemberian tekanan atau aksentuasi
c. Penekanan terhadap intonasi
(nada naik, turun atau datar) secara tepat.
C. Macam-Macam Ekpresi
Dalam Puisi
Ekspresi dalam membaca puisi ada dua
macam, ekspresi wajah dan ekspresi gerak. Setiap bentuk dan gaya baca
puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan,
dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan:
a. jenis
acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll,
b. pencarian
jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan,
perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan,
dll,
c. pemahaman
puisi yang utuh,
d. pemilihan
bentuk dan gaya baca puisi,
e. tempat
acara: indoor atau outdoor,
f. audien,
g. kualitas
komunikasi,
h. totalitas
performansi: penghayatan, ekspresi,
i.
kualitas vokal,
j.
kesesuaian gerak, dan
k. jika
menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan
§ pemilihan
kostum yang tepat,
§ penggunaan
properti yang efektif dan efisien,
§ setting
yang sesuai dan mendukung tema puisi,
§ musik
yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi.
D.
Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi
1. Penggantian Arti
Pada
umunya kata-kata kiasan mengganti sesuatu yang lain, lebih-lebih metafora dan metomini
Riffaterre (dalam Pradopo, 2009: 212). Dalam penggantian arti ini suatu kata
(kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti yang sesungguhnya).
Misalnya
dalam sajak Chairil ini.
SAJAK PUTIH
Bersandar
pada tari warna pelangi
Kau
depanku bertudung sutra senja
Di
hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum
rambutmu mangalun bergelut senda
Sepi
menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak
muka air kolam jiwa
Dan
dalam dadaku memerdu lagu
Menarik
menari seluruh aku
Hidup
dari hidupku, pintu terbuka
Selama
matamu bagiku menengadah
Selama
kau darah mangalir luka
Antara
kita mati datang tidak membela…..
Dihitam
matamu kembang mawar dan melati: mawar dan melati adalah metafora dalam baris
ini, berarti yang lain: sesuatu yang indah, atau cinta yang murni. Jadi, dalam
mata kekasih si aku itu tampak sesuatu (cinta) yang indah atau cinta yang
menggairahkan dan murni seperti keindahan bunga mawar (yang merah) dan melati
(putih) yang mekar. Metafora itu bahasa kiasan yang menyatakan sesuatu seharga
dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama, Altenbernd (dalam Pradopo, 2009:
212). Secara umum dalam pembicaraan puisi, bahasa kiasan seperti perbandingan,
personifikasi, sinekdoki, dan metonimi itu bisa disebut saja dengan metafora
meskipun sesungguhnya metafora itu berbeda dengan kiasan yang lain, mempunyai
sifat sendiri. Metafora itu melhat sesuatu dengan perantaraan hal atau benda
lain.
2. Penyimpangan Arti
Menurut
Riffaterre (dalam Pradopo, 209: 213) penyimpangan terjadi bila dalam sajak ada
abiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.
a.
Ambiguitas
Dalam
puisi kata-kata, frase, dan kalimat sering mempunyai arti ganda, menimbulkan
banyak tafsir atau ambigu. Sebuah contoh sajak Sutardji Calzoum Bachri.
TAPI
aku bawakan bunga padamu
tapi
kau bilang masih
aku
bawakan resahku padamu
tapi
kau bilang hanya
aku
bawakan darahku padamu
tapi
kau bilang Cuma
aku
bawakan mimpiku padamu
tapi
kau bilang meski
aku
bawakan dukaku padamu
tapi
kau bilang tapi
aku
bawakan mayatku padamu
tapi
kau bilang hamper
aku
bawakan arwahku padamu
tapi
kau bilang kalau
tanpa
apa aku datang padamu
wah!
Dengan
ambiguitas seperti itu puisi member kesempatan kepada pembaca untuk memberikan
arti sesuai dengan asosiasinya. Dengan demikian, setiap kali sajak ini dibaca
selalu memberikan arti baru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Julia
Kristeva (tokoh semiotic terkenal) (Preminger dkk, 1974: 982) bahwa dalam puisi
arti tidak terletak “di balik” penanda (tanda bahasa: kata), seperti sesuatu
yang “dipikirkan” oleh pengarang, melainkan tanda itu (kata-kata itu)
menjanjikan sebuah arti (arti-arti) yang harus diusahakan diproduksi oleh
pembaca.
b.
Kontradiksi
Dalam
sajak modern banyak ironi, yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara
berlawanan atau kebalikan. Ironi ini biasanya untuk mengejek sesuatu yang
keterlaluan. Ironi ini menarik perhatian dengan cara membuat pembaca berpikir.
Sering juga membuat orang tersenyum atau membuat orang berbelaskasihan terhadap
sesuatu yang menyedihkan. Dalam puisi Indonesia, penyair Subagio Sastrowardojo
sering menulis ironi, misalnya yang terkenal “Afrika Selatan”, yang lain,
“Bulan Ruwah”, “Katechisasi”, “Nyayian Ladang”.
NYAYIAN LADANG
Kau
akan cukup punya istirah
Di
hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak
tani, jangan menangis
Kau
akan cukup punya sandang
Buat
nikah, jangan menangis.
Kau
akan cukup punya pangan
Buat
si ujang, setelah selesai pergi kondangan.
Pak
tani, jangan menangis.
Kau
akan cukup punya lading
Buat
sawah. Setelah selesai mendirikan kandang.
Pak
tani, jangan menangis.
(Daerah
Perbatasan, 1970: 19).
Dalam
sajak tersebut si penyair seolah-olah menghibur pak tani, yang tampaknya serba
kecukupan, tetapi sebenarnya hidupnya sangat sederhana da sengsara. Seolah
segala-galanya sudah cukup bagi pak tani: akan cukup istirah, cukup punya kerja
di sawah, cukup sandang, punya sandang setelah lunas sandang, cukup punya
pangan sesudah kondangan (kenduri)!, cukup punya ladang buat sawah.
Kehidupan
petani sesungguhnya sangat sederhana, dan sengsara, semua serba: akan! Pak tani
jangan menangis−itu sesungguhnya malah: Pak tani harus menangis dalam keadaan
yang menderita itu, dalam keadaan melarat, hidup penuh hutang, hanya punya
makan pun sehabis pergi kondangan, dan sawahnya hanya lading, dalam arti tak
cukup baik untuk menanam padi.
c.
Nonsense
Nonsense
merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistic tidak mempunyai art sebab
tidak terdapat dalam kosakata, misalnya penggabungan dua kata atau lebih
(sepisaupi, sepisaupa) menjadi bentuk baru, pengulangan suku kata dalam satu
kata: tekekehkekeh-kehkehkeh. Nonsense ini menimbulkan asosiasi-asosiasi
tertentu, menimbulkan arti dua segi, menimbulkan suasana aneh, suasana gaib,
ataupun suasana lucu. Misalnya sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri anyak
mengandung nonsense demikian itu. Misalnya dalam sajak “pot” (1981: 30): pot apa
pot itu pot kaukah pot aku?, dalam “Herman”: tak bisa pegang di tangan tak bias
tak bias tak bisa…., dalam “Kakek-kakek & Bocah-bocah”: dan bocah-bocah
tertawa terkekeh-kekeh. Dalam sajak “Sepisaupi” (1981: 87) sebagai berikut.
SEPISAUPI
sepisau luka sepisau duri
sepikul
dosa sepukau sepi
sepisau
duka serisau diri
sepisau
sepi sepisau nyanyi
sepisaupa
sepisaupi
sepisapanya
sepikau sepi
sepisaupa
sepisaupi
sepikul
diri keranjang duri
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sampai
pisauNya kedalam nyanyian
Sutardji
menggabungkan kata sepi dan pisau dan sapa menjadi sepisau, sepisaupi, dan
sepisaupa, sepisapanya, maka sapanya dalam sepi itu menusuk seperti pisau. Di
situ arti sepi dan pisau digabungkan hingga terjadi makna sepi seperti pisau
yang menusuk. Juga, sepi digabungkan dengan pikul, menjdi sepikul dosa: rasanya
dosa itu betapa berat dan sepi mencekam. Dalam sajak terkandung makna: dasa itu
menimbulkan derita seperti tusukan duri dan pisau dan membuat sepi terasing.
3. Penciptaan Arti
Terjadi
penciptaan arti (Riffaterre, 1978: 2) bila ruang teks (spasi teks) berlaku
sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dar hal-hal
ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistic tidak ada artinya, misalnya
simitri, rima, enjebement, atau ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik)
diantara persamaan-persamaan posisi dalam bait (homologues). Dalam puisi sering
terdapat keseimbangan (simitri) berupa persejajaran arti antara bait-bait atau
antara baris-baris dalam bait.
Homologues
(persamaan posisi) itu misalnya tampa dalam sajak pantun atau yang semacam
pantun. Semua tanda di luar kebahasaan itu menciptakan makna di luar arti
kebahasaan. Misalnya makna yang mengeras (intensitas arti) dan kejelasan yang
diciptakan oleh ulang bunyi dan parlelisme. Misalnya bait sajak Rendra ini.
Elang
yang gugur tergeletak
Elang
yang tergugur terebah
Satu
harapku pada anak
Ingatkan
pulang pabila lelah
Dalam
bait sajak itu ada persejajaran bentuk menimbulkan persejajaran arti: bahwa
bagaimanapun hebatnya elang, sekali-kali ia gugur tergeletak dan terebah,
begitu juga si anak akan lelah juga dan ngatlah akan pulang. Di bawah ini sajak
Sutardji (1981: 25) yang penuh persejajaran bentuk dan arti. Oleh ulang yang
berturut-turut terjadilah orkestrasi (bunyi masak) dan irama. Orkestrasi ini
menyebabkan liris dan konsentrasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
materi yang sudah diulas pada bab II maka secara garis besar dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu:
a. Dalam
penggantian arti ini suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti
yang sesungguhnya).
b. penyimpangan
terjadi bila dalam sajak ada abiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.
c. bila
ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat
tanda-tanda keluar dar hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara
linguistic tidak ada artinya, misalnya simitri, rima, enjebement, atau
ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik) diantara persamaan-persamaan posisi
dalam bait (homologues).
B. Saran
Sebaiknya
kita memahami tentang Teori dan Apresiasi Puisi, pemahaman bahan ajar ini akan
membantu kita dalam menentukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan pendidikan sehingga akan tercapai hasil belajar yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
http://inspirasi-wahanapendidikan.blogspot.co.id/2011/11/makalah-tentang-puisi.html
kami menyediakan jasa pembuatan HURUF TIMBUL untuk membuat nama atau brand:
BalasHapus*Restoran
*perusahaan
*kantor
*sekolah
*salon
*bank dan masih banyak lagi kegunaannya
bahan yang kita gunakan yaitu:
-Stenlis
-Akrilik
-Galnavil
-Kuningan
untuk harga nya mulai dari 20 - 40rb/ cm
harga dapat menyesuaikan dari banyaknya huruf, disain huruf dan bahan yang akan di gunakan.
selain itu kami juga menyediakan jasa pembuatan TOTEM DAN NEON BOX untuk PLN, SPBU, RUMAH SAKIT,BANK, STASIUN, DLL
jasa layanan kami dapat di gunakan di seluruh daerah di Indonesia.
untuk informasi lebih lanjut, anda dapat hubungi kami di :
Tlp: 081996000567
Wa : 081977000899
office : Cv. Bahagia Sukses makmur
Alamat : Taman Ubud Cendana 1 no.19 Lippo Village
#HURUFTIMBULSTENLIS #HURUFTIMBULAKRILIK #HURUFTIMBULGALVANIL #HURUFTIMBULKUNINGAN #NEONBOX #TOTEMPLN #TOTEMSPBU https://id.pinterest.com/jasahuruftimbuli/
https://jasahuruftimbulindonesia.wordpress.com/
https://jasahuruftimbulindonesia.blogspot.com/
https://twitter.com/jasahuruftimbu1
https://www.instagram.com/jasahuruftimbulindonesia/
https://huruftimbuljakarta14.blogspot.com/