BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam KBBI digital Vol 1.2, kata “Hakikat” bermakna intisari
atau dasar dan kenyataan yang sebenarnya (kesungguhan). Dalam konteks
pembahasan puisi, tentu makna pertama (intisari atau dasar) yang sesuai untuk
kita sandingkan dengan kata puisi. Sekarang pertanyaannya adalah apakah hakikat
puisi itu?
William Wordsworth, Penyair Romantik Inggris, menghayati
puisi sebagai suatu luapan spontan dari perasaan-perasaan yang kuat-a
spontaneous overflow of powerful feelings. Maksudnya, puisi hadir dalam diri
seseorang sebagai akibat adanya suatu perasaan kuat spontan tertentu sebagai
hasil dari merasakan peristiwa tertentu sehingga secara spontan ide/gagasan
(notion) muncul yang kemudian divisualisasikan ke dalam bentuk teks dengan
bahasa yang dipadatkan.
Lalu apakah intisari atau dasar yang membentuk puisi itu
sendiri? Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat puisi.
B.
Ruang Lingkup
1. Tema Puisi
2. Makna Puisi
3. Rasa Puisi
4. Nada Puisi
5. Amanat Puisi
BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat sebuah puisi terdiri dari
empat hal di antaranya: tema, rasa, nada, dan amanat. Tema adalah gagasan atau
ide utama seorang penyair yang ingin disampaikan dalam puisinya. Rasa adalah
suasana yang dibawakan penyair dalam puisinya yang dapat dirasakan oleh
pembaca. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Dan amanat atau pesan
adalah kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca tuntas sebuah puisi.
Berdasarkan keempat hal pembangun
hakikat puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat puisi adalah unsur-unsur
inti yang bersifat batiniah pada puisi itu sendiri. Satu kesatuan keempat hal
itulah yang disebut hakikat puisi.
A.
Tema
Mengutip dari Aminuddin (1987: 151), ide dasar dari suatu
puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam suatu puisi itulah yang
dimaksud dengan theme atau tema. Tema berbeda dengan pandangan moral
ataupun message meskipun tema itu dapat berupa sesuatu yang memiliki
nilai rohaniah. Disebut tidak sama dengan pandangan moral maupun message karena
tema hanya dapat diambil dengan jalan menyimpulkan inti dasar yang terdapat
dalam totalitas makna puisi, sedangkan pandangan moral atau message dapat
saja terdapat dalam butir-butir pokok pikiran yang ditampilkannnya. Dengan kata
lain, bidang cakupan tema lebih luas daripada pandangan moral
maupun message.
Waluyo (2002: 17) menyebutkan, tema adalah gagasan pokok
atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya.
Tema atau theme haruslah bersifat khusus, objektif, dan lugas.
Berikut ini adalah beberapa tema yang biasa ditemukan dalam puisi (Waluyo,
2002: 18):
1. Tema Ketuhanan
Tema ketuhanan atau tema religius filosofis ialah tema puisi
yang mampu membawa manusia untuk lebih bertakwa, lebih merenungkan kekuasaan
tuhan, dan menghargai alam seisinya (Waluyo, 2002: 18-19). Berikut adalah
contoh puisi bertema ketuhanan :
Ritual Tengah Malam
Setiap malam, kulihat kaukeluar
kamar menyalakan lampu untuk memastikan masihkah ada cahaya dalam gelap yang
beberapa jam lalu, sebelum kautidur, lampu-lampu itu tidur tak mendengkur.
Langkahmu menuju ruang belakang: kamar mandi, dapur, dan meja makan
Disebut yang pertama kau ada di
dalamnya, mengambil air wudu yang kaugunakan untuk basah-basahan, membasuh dan
mengusap anggota tubuh yang perlu disetubuhi air.
Tengah malam, kau mulai berzikir
dan berucap Bismillahirrahmanirrahim
Aku melihat dan mendengarnya dengan mata dan telinga yang terjaga
Kau ambil secarik kertas, pulpen, dan pikiranmu yang kauletakkan di atas meja
Kau merapal kata-kata, "Ritual tengah malam ini adalah nutrisi untukku
dan juga untuk orang-orang yang ingin berteman dengan kata-kata
seperti para pujangga.
Aku melihat dan mendengarnya dengan mata dan telinga yang terjaga
Kau ambil secarik kertas, pulpen, dan pikiranmu yang kauletakkan di atas meja
Kau merapal kata-kata, "Ritual tengah malam ini adalah nutrisi untukku
dan juga untuk orang-orang yang ingin berteman dengan kata-kata
seperti para pujangga.
"Ritual tengah malam ini adalah tangga awal untuk dipijak
agar kuat melangkah pada pijakan-pijakan tangga selanjutnya.
Pada pertengahan ritual, matamu jatuh di atas meja tanpa kau sadari,ia berkedip sebagai tanda lelah. Kau mengacuhkannya
Kau ambil matamu itu dan kau letakkan
ke tempat semula
Kau lanjutkan tarian-tarian
jemarimu dengan sukacita
Matamu nanar, melihat jemarimu
tanpa beban bergoyang ke kiri ke kanan
Sampai azan subuh berkumandang, kau
berhenti.
Melanjutkan perjalanan!
(Faliq
Ayken, Puisi Malam, 2014)
Dalam puisi di atas, penyair menceritakan seseorang yang
bertakwa. Tiap tengah malam sosok kau melakukan aktivitas beribadah
yang menggunakan kata ritual. Kebiasaan ritual ini sepatutnya
diterapkan di kehidupan sehari-hari agar selalu dekat dengan Tuhan.
2. Tema Kemanusiaan
Tema ini berisi tentang nilai-nilai kemanusiaan yang
menyangkut martabat manusia seperti saling menghargai, menghormati, adil, dan
manusiawi. Berikut adalah contoh puisi bertema kemanusiaan (Waluyo, 2002:
19-20):
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil
berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka
Tengadah padaku, pada bulan merah
jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang
ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup
dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira
dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor,
tapi yang begitu kau hafal
....................................................
(Toto Soedarto Bachtiar, Suara, 1956)
(Toto Soedarto Bachtiar, Suara, 1956)
Penyair mengungkapkan bahwa gadis kecil berkaleng
kecil itu harus dihargai, diperhatikan, dan manusia yang memiliki martabat
yang mungkin lebih tinggi darimenara katedral.
3. Tema Patriotisme
Puisi bertema patriotisme, penyair mangajak pembaca untuk
meneladani orang-orang yang telah berkorban demi bangsa dan tanah air. Berikut
adalah contoh puisi bertema patriotisme (Waluyo, 2002: 21-22):
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus
kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bisa
mati
Maju
Ini
barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan
tanda menyerbu
Sekali
berarti
Sudah
itu mati
............
.
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Chairil Anwar, Kerikil Tajam, 1978)
Serbu
Serang
Terjang
(Chairil Anwar, Kerikil Tajam, 1978)
4. Tema Cinta Tanah
Air
Waluyo (2002: 23-24) membedakan puisi bertema patriotisme dan
cinta tanah air. Puisi bertema patriotisme mengungkapkan perjuangan membela
bangsa dan tanah air, sedangkan puisi bertema cinta tanah air berupa pujian
kepada tanah kelahiran atau negeri tercinta. Berikut adalah contoh puisi
bertema cinta tanah air (Waluyo, 2002: 23-24):
Tanah Sunda
Ke mana pun berjalan, terpandang
daerah ramah di sana
Ke mana pun ngembara, kujumpa
manusia hati terbuka mesra menerima
................
Riak
sungai pagi-pagi
Angin
keras menyibak rambut di dahi
Dan
kulihat tanah penuh darah tubuh beku berbaring kuyu menggapai tangan
sia-sia berseru pun sia-sia
Ah, di mana pun kaubukakan
rangkuman
Ku kan menetap di sana
Kapan pun kaulambaikan tangan
Ku kan dating menekankan jantung ke
tanah hitam
(Ajip
Rosidi, Surat Cinta Enday Rasidin, 1960)
Penyair menunjukkan cinta kepada tanah kelahiran melalui
puisinya. Tanah kelahirannya, Sunda, merupakan daerah yang ramah,
orang-orangnya selalu mesra menerima si penyair.
5. Tema Cinta Kasih
antara Pria dan Wanita
Puisi banyak yang bertema cinta kasih antara pria dan wanita.
Penyair biasanya berusaha mengungkapkan rasa cintanya kepada seseorang melalui
puisinya. Beberapa puisi memiliki tema cinta yang meliputi perkenalan, asmara,
perpisahan, atau cinta yang bertepuk sebelah tangan (Waluyo, 2002: 24). Berikut
ini adalah puisi yang bertema cinta antara pria dan wanita
Demam Rindu
Buat Rinrin Sri Annisa
Biarkan waktu yang 'kan menjawab
Semua teka-teki keraguan kita
Sebab yakin bukan soal memaksa.
Adakah cinta yang ingin terlantar?
Adakah cinta yang ingin sendiri
Ketika sepi menegaskan diri?
Aku mendemamkanmu dalam rindu
Di tiap guguran malam yang memaksa
pagi menimang fajar
Isak tangis hangatnya membuat
tanah, air, dan udara pasrah.
Kautahu, aku menanam namamu di
kebun pikiranku setahun lalu
Saat aku belum tahu betul cara
menghafal sebuah nama dengan baik.
Kini, ia telah menjelma perdu
rambati tubuhku seluruh.
Dan kautahu, sama sekali aku tak
ingin lepas dari jeratnya, selamanya.
(Oky Primadeka, Puisi Waktu, 2014)
Puisi di atas, penyair mengungkapkan perasaan cintanya
terhadap sosok wanita yang telah diidamkan sangat lama. Aku mendemamkanmu
dalam rindu menunjukkan bahwa penyair dilanda rindu yang sangat mendalam
sehingga diibaratkan sakit demam. Dan kautahu, sama sekali aku tak ingin
lepas dari jeratnya, selamanya merupakan maksud yang ingin disampaikan penyair
bahwa cintanya tak akan dilepaskan begitu saja.
6.
Tema
Kerakyatan
Dalam
tema ini, penyair mengungkapkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan dan dapat
menentukan pemerintahan suatu negara. Berikut ini adalah puisi yang bertema
kerakyatan atau demokrasi (Waluyo, 2002: 27-28):
Rakyat
Rakyat ialah kita jutaan tangan
yang mengayun dalam kerja di bumi di tanah tercinta jutaan tangan
mengayun bersama membuka hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga mengepulkan
asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota menaikkan layar menebar
jala meraba kelam di tambang logam dan batubara Rakyat ialah tangan
yang bekerja
Rakyat ialah kita otak yang
menapak sepanjang jemaring angka-angka
................ .
................ .
Rakyat ialah kita beragam
suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga suara kecapi di pegunungan jelita suara bonang mengambang di pendapa suara kecak di muka pura suara tifa di hutan pala
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga suara kecapi di pegunungan jelita suara bonang mengambang di pendapa suara kecak di muka pura suara tifa di hutan pala
Rakyat ialah suara beraneka.
Rakyat ialah kita puisi kaya makna
di wajah semesta
................. .
Awan menyimpan topan
Rakyat ialah puisi di wajah
semesta
Rakyat ialah kita darah di
tubuh bangsa debar sepanjang masa
(Hartoyo Andangjaya, Buku Puisi,
1973)
Dalam puisi ini penyair mengungkapkan bahwa rakyat sangat
berkuasa dengan menyebutnya darah di tubuh / debar sepanjang
masa yang berarti menjadi darah bangsa Indonesia dan jantung bangsa
sepanjang masa.
7.
Tema
Protes Sosial
Puisi
bertema protes atau kritik sosial menonjolkan puisi yang menuntut keadilan bagi
kaum tertindas. Tema ini akan menampilkan puisi yang mengungkapkan protes
terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum kaya, atau bahkan negara
terhadap rakyat jelata (Waluyo, 2002: 28). Berikut ini adalah contoh puisi
bertema protes sosial
Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau
rakyat bersembunyi
Dan
berbisik-bisik
Ketika
membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa
harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara
dibungkam kritik dilarang tanpa alas an
Dituduh
subversif dan mengganggu keamanan
Maka
hanya ada satu kata: lawan!
(Wiji Thukul, 1986)
Dalam puisi Peringatan karya Wiji Thukul
mengungkapkan kritik dan protesnya terhadap pemerintah yang pada waktu itu
seolah menjadi tirani. Penyair memprotes pemerintah agar selalu belajar
mendengar keluh-kesah rakyatnya. Bahkan, jika suara rakyat dibungkam dan kritik
rakyat dilarang tanpa alasan, penyair membalasnya dengan kata lawan!.
8. Tema Pendidikan
Puisi bertema pendidikan biasanya menampilkan nilai-nilai
budi pekerti atau kebaikan (Waluyo, 2002: 30). Berikut ini adalah contoh puisi
bertema pendidikan atau budi pekerti.
Tiga Jendela
Waktu sepi, pelan-pelan kubuka
pintu kamar
Di dalam banyak suara-suara
terdengar samar
Kubawa masuk tubuh dan rasa ingin
tahuku
Pandanganku berhenti pada tiga
jendela itu
Jendela pertama kubuka, masuk ke dalam
Ruangannya
besar penuh tanda-tanda
Kamar
ada: fisika metafisika
Jendela kedua kubuka pelan-pelan
Kulihat dengan tatap penuh
pertanyaan
Ruangan ini begitu luas, banyak
jebakan
Sebagai alat berpikir, kusiapkan
akal agar tak banal
Kamar pengetahuan: empiris rasional
Jendela
ketiga kubuka dengan nilai-nilai
Tempat
belajar bagaimana bersikap
Tempat
belajar bagaimana bermasyarakat
Ujung
seluruh pengetahuan yang ada
Kamar
nilai: etika estetika
Pintu kamar kututup dengan tenang
Kutetapkan menetap di dalamnya
Bersama tiga jendela
(Faliq Ayken, Puisi Jendela, 2014)
Dalam puisi di atas, penyair mengungkapkan nilai pendidikan
melalui kata jendela. Pada jendela kedua: kamar pengetahuan yakni
empiris rasional seseorang haruslah menggunakan akalnya sebagai alat
berpikir. Pada jendela ketiga: kamar nilai etika dan estetika, penyair
menjelaskan dan mengajak pembaca bagaimana cara bersikap dan bermasyarakat
melalui ilmu filsafat.
B.
Sense atau Makna
Seperti disebutkan sebelumnya, sense diartikan
dalam Bahasa Indonesia sebagai makna. Mengutip Aminuddin (1987: 150), sesuatu
yang diciptakan atau dikembangkan oleh penyair lewat puisi yang dihadirkannya
disebut sense. Terdapatnya sense dalam suatu puisi, pada
dasarnya akan berhubungan dengan gambaran dunia atau makna puisi secara umum
yang ingin diungkapkan penyairnya.
Tarigan (2011: 10) menyebut sense sama dengan tema
atau makna. Menurutnya, penyair mengemukakan, mempersoalkan, dan mempermasalahkan
pengalaman-pengalamannya kepada penikmat melalui puisinya sehingga dapat
menimbulkan makna tertentu (Tarigan, 2011: 10).
Contoh (Tarigan, 2011: 10-11):
Kembang
Setengah Jalan
Mejaku
hendak dihiasi
Kembang
jauh dari gunung
Kaupetik
sekarangan kembang,
Jauh
jalan panas hari,
Bunga
layu setengah jalan.
(Armijn
Pane, Jassin, 1963: 88)
Sense atau makna yang didapat dari puisi di atas adalah
"sesuatu yang tak sampai". Sesuatu itu adalah kembang yang
melambangkan kasih, cinta, atau wanita. Makna atausense yang didapat dari
sajak di atas adalah kasih tak sampai atau cinta yang bertepuk sebelah tangan
(Tarigan, 2011: 11).
C.
Feeling atau Rasa
Adapun mengenai sikap penyair terhadap pokok pikiran yang
ditampilkannya disebut dengan feeling (Aminuddin, 1987:150). Feeling
mungkin saja terkandung dalam lapis makna puisi sejalan dengan terdapatnya
pokok pikiran dalam puisi karena setiap menghadirkan pokok pikiran tertentu,
manusia pada umumnya juga dilator belakangi oleh sikap tertentu pula.
Pembahasan mengenai feeling tidak terlepas dari
pembahasan subject matter. Sikap penyair terhadap apa yang ditampilkan
lewat puisinya tersebut akan tercermin ketika pokok pikiran penyair terhadap
puisinya sudah diketahui terlebih dahulu.
Sama seperti Tarigan (2011: 12) yang menyebutkan rasa atau feeling merupakan
sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya
(Tarigan, 2011: 12). Perasaan penyair dalam puisinya dapat ditangkap saat
puisinya dibacakan secara deklamasi. Penggunaan ungkapan-ungkapan yang
digunakan dalam puisinya dapat menghasilkan suasana hati penyair, seperti
perasaan gembira, sedih terharu, terasing, tersinggung, patah hati, sombong,
tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal (Waluyo, 2002: 39-40).
Contoh :
Langkahmu
Ayah
Tap
tap
Langkah
itu buatku berlari ke depan pintu
Bukan
untuk sebungkus permen atau sekotak kue
Bukan
untuk rengekan tambahan jajan
Tapi
sebuah pelukan hangat dan kebahagiaan
Dari
lengkung senyumnya yang letih menawan
Tap tap
Langkah itu berlari cepat ke arahku
Saat ragaku tak seimbang lalu jatuh
Saat jiwaku rapuh seakan dunia 'kan
runtuh
Tap
tap
Langkahnya
mantap namun berat
Sepatunya
disemir hingga hitam mengkilat
Tangannya
memegang lenganku kuat
Menuntunku
pada langkah awal yang baru
Tap tap
Tongkat topang kakinya lemah
Mendekatiku dengan langkah payah
Kerutan dan rambut putihnya
bertambah
Tapi pelukannya masih sehangat dulu
Lengkung senyumnya masih semenawan
dulu
Tap tap
Langkahku
mulai goyah
Mengantarkan
pada langkahnya yang terakhir
Langkahmu
Ayah...
(Yuni Budiawati, Puisi Sepatu,
2014)
Puisi di atas menggambarkan sikap penyair terhadap pokok
persoalan yang ditampilkan dalam puisinya, yakni perasaan sedih dan haru.
D.
Tone atau Nada
Tone mengandung maksud sikap penyair terhadap pembaca
sejalan dengan pokok pikiran yang ditampilkannya. Tarigan (2012: 18) juga
menyebutkan bahwa nada adalah sikap penyair terhadap para penikmatnya. Sebuah
puisi akan bernada "sumbang" bila puisi bertema kegagalan (Tarigan,
2012: 18).
Dalam puisi, nada atau tone mengungkapkan sikap
penyair terhadap pembaca sehingga menimbulkan suasana puisi. Penyair memiliki
sikap tertentu yang ditujukan kepada pembacanya melalui puisi yang bernada
sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik, belas
kasih (memelas), takut, mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor,
mencemooh, angkuh, kharismatik, filosofis, khusyuk, dan sebagainya (Waluyo,
2002: 37).
Contoh :
Gila Hormat
gila kuasa
gila tepuk tangan
gila eksistensi
tak gila esensi
esensi gila
lawan malas
tolak ingin dihargai
ini esensi eksistensi
ingin dihargai
berapa hargamu?
murah atau mahal?
itu masuk akal atau
banal?
gila saja terus
bawa cermin
hormat di depannya
pasti tambah gila
sudah hormat pada
dirimu sendiri?
bagaimana pendapatmu?
apa ada caci maki?
GILA HORMAT! BANGSAAAT!
GILA HORMAT! BANGSAAAT!
GILA HORMAT! BANGSAAAT!
caci maki saja terus
bercermin terus
jangan berhenti
awas kacanya mati
(Faliq
Ayken, Puisi Penjajahan, 2014)
Puisi
di atas menunjukkan sikap penyair yang bernada sinis atau tidak setuju terhadap
seseorang yang ingin selalu dihormati. Dan jika dideklamasikan dengan lantang,
tentu akan menemukan efek tertentu saat membaca atau mendengar puisi tersebut.
E.
Amanat
Pengertian amanat atau pesan sebagai unsur unsur puisi adalah
maksud yang hendak disampaikan atau himbauan, pesan, tujuan yang hendak
disampaikan penyair melalui puisinya. Secara sadar ataupun tidak seorang
penyair yang juga merupakan sastrawan dan anggota masyarakat khususnya yang
berperan dalam literasi harusnya bertanggungjawab dalam menjaga kelangsungan
hidup dan ketenangan dalam masyarakat sesuai dengan hati nuraninnya.
Oleh karena itu, puisi selalu ingin mengandung amanat
(pesan). Walaupun menurut Waluyo (1991:130) dalam banyak puisi, para penyair
tidak secara khusus dan sengaja mencantumkan amanat dalam puisinya. amanat
tersirat di balik kata dan juga di balik tema yang diungkapkan penyair.
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada
tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa
dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam
puisinya.
Contoh :
Dari seorang
Guru kepada Murid-muridnya
Adakah yang
kupunya anak-anakku
Selain
buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber
pengabdianku kepadamu
Kalau hari Minggu engkau datang ke rumahku
Aku takut anak-anakku
Kursi-kursi tua yang di sana
Dan meja tulis sederhana
Dan
jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua
kepadamu akan bercerita
Tentang
hidupku di rumah tangga
(Hartoyo
Andangjaya)
Amanat /pesan puisi tersebut sbb. :
·
Perbaikilah nasib guru
·
Hormatilah guru yang
hidup menderita, tetapi tetap berbakti dengan semangat
·
Jangan menilai guru
dari harta materi, tetapi dari keseluruhan martabatnya.
BAB III
KESIMPULAN
Hakikat sebuah puisi terdiri dari
empat hal di antaranya: tema, rasa, nada, dan amanat. Tema adalah gagasan atau
ide utama seorang penyair yang ingin disampaikan dalam puisinya. Rasa adalah
suasana yang dibawakan penyair dalam puisinya yang dapat dirasakan oleh
pembaca. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Dan amanat atau pesan
adalah kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca tuntas sebuah puisi.
Berdasarkan keempat hal pembangun
hakikat puisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat puisi adalah unsur-unsur
inti yang bersifat batiniah pada puisi itu sendiri. Satu kesatuan keempat hal
itulah yang disebut hakikat puisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Chairil. Aku ini Binatang Jalang. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Budianta, Melani, dkk. Membaca Sastra: Pengantar
Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera, 2006.
Jalil, Dianie Abdul. Teori dan Periodesasi Puisi
Indonesia. Bandung: Angkasa, tt.
Jassin, H.B. Pujangga Baru: Prosa dan Puisi. Bandung:
Pustaka Jaya, 2013.
Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Depdiknas, 2011.
Darmojuwono, Setiawati. "Semantik," Pesona
Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, eds. Kushartanti, Untung Yuwono,
Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 1: Pengantar ke Arah
Ilmu Semantik. Bandung: Refika, 1999.
Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Cet. 13.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.
Rahardjo, Mudjia. Hermeneutika Gadamerian: Kuasa Bahasa
dalam Wacana Politik Gus Dur. Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan. 2010-2013.
Subuki, Makyun. Semantik: Pengantar Memahami Makna
Bahasa. Jakarta: Transpustaka, 2011.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra
Rev.ed. Bandung: Angkasa, 2011.
Waluyo, Herman J. Apresiasi Puisi: Untuk Pelajar dan
Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Waridah, Ernawati. EYD Ejaan yang Disempurnakan &
Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Cet.2. Bandung: Ruang Kata, 2013.
W.S., Hasanuddin. Membaca dan Menilai Sajak: Pengantar
Pengkajian dan Interpretasi Rev.ed. Bandung: Angkasa, 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar