Rabu, 20 September 2017

PRINSIP KERJA SAMA DALAM NASKAH FILM ’’BIORGRAFI SUJADI SADDAD’’ Karya: SMAN 1 GADINGREJO

PRINSIP KERJA SAMA DALAM NASKAH FILM
’’BIORGRAFI SUJADI SADDAD’’
Karya: SMAN 1 GADINGREJO


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir
Mata Kuliah Pragmatik


Dosen Pengampu      : Veria Septianingtias, M.Hum.



Disusun Oleh:

1.      Ana Wahyu Kusniati            NPM   14040004




 



















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016


KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
            Dengan terselesaikannya makalah analisis  “Prinsip Kerjasama Naskah Film Biografi Sujadi Saddad Karya: SMAN 1Gadingrejo” ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu Veria Septianingtias, M.Hum. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Pragmatik. Penulis  menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, ’’tidak ada jalan yang tidak berlubang’’ maka tidak ada manusia yang sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.



Pringsewu,   Mei 2016
Penulis


Ana Wahyu Kusniati
NPM: 14 040 004




DAFTAR ISI






























BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu (Allan dalam Putu,1996).

Saat ini ilmu pragmatik sudah tidak asing lagi di telinga. Pelanggaran terhadap prinsip ini hubungannya dengan makna secara eksternal dan situasi tuturan, sehingga ilmu yang cocok untuk menangani masalah ini adalah ilmu pragmatik.

Dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari manusia akan selalu bertemu dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Di dalam komunikasi yang wajar, masing-masing pihak yang terlibat, yaitu antara penutur dan mitra tutur akan selalu berusaha menyampaikan tuturannya secara efektif dan efisien. Hal ini senada dengan pendapat Wijana (1996:450) yang mengatakan bahwa seorang penutur akan berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas dan selalu pada persoalan sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicara.

Agar tuturan –tuturan dapat diutarakan  dapat diterima oleh lawan bicaranya, penutur pada lazimnya mempertimbangkan secara seksama berbagai faktor pragmatik yan terlibat atau mungkin terlibat dalam suatu proses komunikasi tersebut (Wijana, 2004:54). Secara sederhana ada tiga aspek yang dipertimbangkan oleh penutur dan lawan tutur. Aspek-aspek itu adalah prinsip kerjasama, prinsip kesopanan dan parameter pragmatik. Berikut akan diulas salah satunya, yaitu prinsip kerjasama.

Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalamnya.

Salah satu prinsip dalam pragmatik adalah prinsip kerja sama Grice, yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).Dengan mengetahui prinsip-prinsip tersebut kita sebagai penutur bisa menerapkan atau mengimplementasikananya dalam situasi atau konteks tertentu dalam membuat tuturan.

Rumusan Masalah
a.                    Apakah Definisi Pragmatik itu?
b.                  Apakah Pengertian Maksim dalam Prinsip Kerjasama Grice?
c.                    Apakah Maksim Kerjasama tersebut?
d.                   Apa sajakah Prinsip-Prinsip kerjasama Grice?
e.         Bagaimana hasil analisis prinsip kerjasama yang berada dalam naskah drama bila malam bertambah malam?

C.    Tujuan
a.       Sebagai bekal pembelajaran khususnya tentang Prinsip-Prinsip Kerjasama Grice, dalam mempelajari Ilmu Pragmatik pada umumnya.
b.      Sebagai tambahan Ilmu Pengetahuan dan wawasan.
c. Sebagai salah satu tugas akhir.
d. Mengetahui mana saja dialog yang termasuk dalam prinsip kerjasama dalam naskah drama Bila Malam Bertamabah Malam.


D.    Manfaat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai Prinsip-prinsip Kerjasama Grice dalam kajian Pragmatik. Dan memberi pengetahuan bagi penulis tentang bagaimana menggolongkan dan mengamati percakapan  yang didalamnya terdapat prinsip kerjasama.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech(1983:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan), menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana.
Dalam tulisan Putu Wijana diungkapkan bahwa ilmu pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual secara eksternal. Yule (1996:3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu:
 (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; 
(2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; 
(3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan
(4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.   

Leech (1983: 6) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi.

B.      Pengertian Maksim
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

C.      Maksim Kerja Sama
Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas (concise), serta selalu pada persoalan (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya.

Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan lancar.

Grice berpendapat bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan(conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).

1.    Maksim Kuantitas (The Maxim of Quantity)
Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu :
a)      Sumbangan informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan.
b)      Sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam Prinsip Kerja Sama Grice. Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan melanggar  maksim kuantitas. Perhatikan contoh percakapan berikut ,
Contoh yang sesuai:
1.         A : Apakah Anda sudah mengerjakan tugas?
B : Ya, sudah.
Contoh yang tidak sesuai:
2.         X :  Apakah Anda sudah mengerjakan tugas?
                     Y : Belum. Kemarin saya berlibur di rumah nenek di Yogya.  Sampai rumah sudah larut sehingga saya tidak sempat mengerjakan tugas.
Percakapan (1) dalam contoh di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informative isinya. Dapat dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur.

Penambahan informasi seperti ditunjukkan pada percakapan (2) justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang. Sesuai dengan yang digariskan maksim ini, tuturan seperti pada  percakapan (2) di atas tidak mendukung atau bahkan melanggar Prinsip Kerja Sama Grice.
Pernyataan yang demikian dalam banyak hal, kadang-kadang tidak dapat dibenarkan. Dalam masyarakat dan budaya Indonesia, khususnya di dalam kultur masyarakat Jawa, justru ada indikasi bahwa semakin panjang sebuah tuturan akan semakin sopanlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan semakin tidak sopanlah tuturan itu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menunjukkan maksud kesantunan tuturan dalam bahasa Indonesia, dalam hal tertentu penutur harus melanggar dan tidak menepati Prinsip Kerja Sama Grice. Tuturan (A), (B), dan (C)berikut secara berturut-turut menunjukkan perbedaan tingkat  kesantunan tuturan sebagai akibat  dari perbedaan panjang-pendeknya tuturan. Perhatikan Contoh dibawah:
A : “Bawalah Koran itu ke tempat lain!”
B :  “Tolong bawalah Koran itu ke tempat lain!”
C :  “Silahkan Koran itu dibawa ke tempat lain dahulu!”
Keterangan :
Tuturan A, B, dan C, dituturkan oleh seorang Direktur kepada sekretarisnya di dalam ruangan yang kebetulan mejanya berserakan dengan Koran-koran bekas di atasnya.

2.    Maksim Kualitas (The Maxim of Quality)
Usahakan agar sumbangan informasi Anda benar, yaitu :
a)      Jangan mengatakan suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar.
b)        Jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.
Contoh yang sesuai:
1.      A : Kamu tahu, Eko kuliah dimana?
B : Di UGM.
Contoh yang tidak sesuai:
2.       A : Kamu tahu, Eko kuliah dimana?
                               B : Dia tidak kuliah di STKIP seperti kita, tapi di UGM.

Dalam komunikasi sebenarnya, penutur dan mitra tutur sangat lazim menggunakan tuturan dengan maksud yang tidak senyatanya dan tidak disertai dengan bukti-bukti yang jelas. Bertutur yang terlalu langsung dan tanpa basa-basi dengan disertai bukti-bukti yang jelas dan apa adanya justru akan membuat tuturan menjadi kasar dan tidak sopan. Dengan perkataan lain, untuk bertutur yang santun maksim kualitas ini seringkali tidak dipatuhi dan tidak dipenuhi. Tuturan (X), (Y), dan (Z) berikut secara berturut-turut berbeda dalam peringkat kesantunannya dan dapat dipertimbangkan untuk memperjelas pernyataan di atas. Perhatikan Contoh berikut:

X :  “Pak, minta uangnya untuk besok!”
Y :  “Bapak, besok beli bukunya bagaimana?”
Z :  “Bapak, besok aku jadi ke Gramedia, bukan?”
Keterangan:
Tuturan X, Y, dan Z, dituturkan Oleh seorang anak yang sedang minta uang kepada Bapaknya. Tuturan-tuturan tersebut dituturkan dalam konteks situasi tutur yang berbeda-beda.

3. Maksim Relevansi (The Maxim of Relevance)
             Usahakan agar perkataan Anda ada relevansinya.
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama.
Contoh yang sesuai:
1.       A : Dimana kotak permenku?
 B : Di kamar belajarmu.
Contoh yang tidak sesuai:
2.      A : Dimana kotak permenku?
            B : Saya harus segera pergi kuliah
Cuplikan percakapan pada (1) di atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim relevansi.
Dikatakan demikian, karena apabila dicermati lebih mendalam, tuturan yang disampaikan tokoh (B) yakni Dikamar belajarmu benar-benar merupakan tanggapan atas percakapan yang disampaikan tokoh (A) yang dituturkan sebelumnya, yakni Dimana kotak permenku Dengan perkataan lain, tuturan itu patuh dengan maksim relevansi dalam Prinsip Kerja Sama Grice, sedangkan percakapan (2) merupakan percakapan atau tuturan yang tidak relevan dan tidak mematuhi maksim relevansi karena tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan.
Untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menunjukkan kesantunan tuturan, Ketentuan yang ada pada maksim itu seringkali tidak dipenuhi oleh penutur. Berkenaan dengan hal ini, tuturan (3) antara seorang direktur dengan sekretarisnya pada contoh berikut dapat dipertimbangkan.
3. Direktur  : “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda  tanganidulu!”
   Sekretaris   : “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu.”
Keterangan :
Dituturkan oleh seorang Direktur kepada sekretarisnya pada saat mereka bersama-sama bekerja di sebuah ruang kerja Direktur. Pada saat itu,ada seorang nenek tua yang sudah menunggu lama.
Di dalam cuplikan percakapan di atas, tampak dengan jelas bahwa tuturan sang sekretaris, yakni “maaf Bukasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki relevansi dengan apa yang diperintahkan sang Direktur, yakni “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan demikian tuturan (3) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya.
Hal seperti itu dapat dilakukan, khususnya, apabila tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang khusus sifatnya.

4. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu : 
a.    Hindarilah pernyataan-pernyataan yang samar.
b.    Hindarilah ketaksaan.
c.    Usahakan agar ringkas
d.   Usahakan agar Anda berbicara dengan teratur.
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar Prinsip Kerja Sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Contoh yang sesuai:
1.      A : Siapa teman Anda yang Pesepakbola itu?
B :  CRISTIANO RONALDO
Contoh yang tidak sesuai:
2.      X :  “Ayo, cepat dibuka!”
                             Y :  “Sebentar dulu, masih dingin.”

Dalam percakapan (1) dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim pelaksanaan pada prinsip Kerja Sama Grice karena dalam percakapan tersebut penutur maupun mitra tutur menyampaikan tuturan secara langsung, jelas dan tidak kabur.
Sedangkan pada Cuplikan tuturan (2) di atas pada maksim pelaksanaan memiliki kadar kejelasan yang rendah. Karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan si penutur (X) yang berbunyi“Ayo, cepat dibuka!” sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka dalam tuturan di atas mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demikian, karena kata itu dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula tuturan yang disampaikan si mitra tutur (Y), yakni “sebentar dulu, masih dingin” mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata dingin pada tuturan itu dapat mendatangkan banyak kemungkinan persepsi penafsiran Karena di dalam tuturan itu tidak jelas apa sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan-tuturan demikian itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan dalam Prinsip Kerja Sama Grice.

Dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya pada masyarakat bahasa Indonesia, ketidakjelasan, kekaburan, dan ketidaklangsungan merupakan hal yang wajar dan sangat lazim terjadi. Sebagai contoh, di dalam masyarakat tutur dan kebudayaan Jawa, ciri-ciri bertutur demikian hampir selalu dapat ditemukan dalam percakapan keseharian pada masyarakat tutur ini, justru ketidaklangsungan merupakan salah satu ceritra kesantunan seseorang dalam bertutur. Tuturan (3) dapat digunakan sebagai ilustrasi untuk memperjelas hal ini.
3.      Anak : “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.”
Ibu     : “Itu sudah saya siapkan di laci meja.”



Keterangan :
Dituturkan oleh seorang anak desa yang masih mahasiswa kepada Ibunya pada saat meminta uang saku untuk hidup di sebuah rumah kos di kota. Tuturan itu terjadi pada waktu mereka  berdua berada di dapur sedang memasak bersama.

Dari cuplikan di atas, tampak bahwa tuturan yang dituturkan sang anak, yakni yang berbunyi “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.” Relatif kabur maksudnya. Maksud yang sebenarnya dari tuturan si anak itu, bukannya terutama ingin memberi tahu kepada sang Ibu bahwa ia akan segera kembali ke kota, melainkan lebih dari itu , yakni bahwa ia sebenarnya ingin menanyakan apakah sang ibu sudah siap dengan sejumlah uang yang sudah diminta sebelumnya . Seperti telah disampaikan terdahulu, di dalam masyarakat tutur Jawa, justru kesantunan berbahasa sering dijumpai dengan ketidakjelasan, ketidaklangsungan, kekaburan dan semacamnya. Orang yang terlibat dalam pertuturan diharapkan dapat membaca maksud tersembunyi dari si mitra tutur. Dengan perkataan lain, peserta tutur di dalam sebuah pertuturan harus dapat membaca “sasmita” atau maksud yang terselubung dari si penutur. Dengan demikian, jelas bahwa dalam komunikasi yang sebenarnya, maksim pelaksanaan pada Prinsip Kerja Sama Grice itu seringkali tidak di patuhi atau bahkan mungkin harus dilanggar.









BAB III
PEMBAHASAN

Prinsip Kerjasama dalam Naskah Drama
Bila Malam Bertambah Malam
Karya : Putu Wijaya

1. Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam Prinsip Kerja Sama Grice. Sebagai contoh yang telah di analisisi dalam naskah film biografi sujadi ini dapat dibuktikan adanya maksim kuantitas dalam percakapan yaitu:
a)      Adegan 4, Flashback 2 (SD)
Bu Guru          : Anak-anak dengarkan ibu sebentar ya, siapa disini yang ingin menjadi orang sukses tunjuk tangan?
Semua Murid  : (sambil mengangkat tangan) Saya, Bu !

Dari percakapan antara guru dengan semua murid , disini sangat jelas bahwa ibu guru memberikan informasi dan siswa menjawab sesuai dengan pertanyaan ibu guru seinformatif mungkin.

b)      Adegan 5, Flashback 3 (SD)
So Pawiro        : pakde pulang dulu, mau makan siang.
Sukiyo             : iya pakde

c)      Adegan 11, Flashback 9 (MTS)
Setelah meminta maaf keada pemilik kebun jeruk, sujadi dan 1 timnya kembali kekelas untuk melanjutkan pelajaran. Pelajaran pun berlangsung. Saat bel pulang berbunyi bu guru memberikan tugas kepada muridnya.

Bu guru           : (membereskan peralatan mengajarnya) karena bel pulang sudah berbunyi, ibu hanya ingin mengingatkan kepada kalian tentang tugas menghafal bahasa inggris yag sudah ibu jelaskan tadi, semuanya mengerti?
Murid              : (serempak) mengerti, bu..

d)     Adegan ke 23, Flashback 21 (MA)
Selesai melaksanakan ibadah sholat isya’, KH Muntaha menemui sujadi dan bertanya pada sujadi ntuk melanjutkan masa depannya, dan akhirnya sujadi dikirim ke lampung untuk menyiarkan syiar dan sujadi menyanggupi tawaran itu.
…………….
KH. Muntaha              : (Menepuk Pundak Sujadi) kalau begitu setelah kamu tamat    kamu langsug pamit sama orangtuamu dan berangkat ke lampung.
Sujadi                          : (mengangguk tanda menegrti) Biklah Kyai.

e)      Adegan 33, Flashback 29
Matahari beranjak turun, sore hari yang cerah. Disebuah perguruan tinggi bepangkalan ’’STIT’’ terlihat sujadi dan seorang wanita tengah berbincang sembari berjalan pulang. Wanita itu bernama nurrohmah. Keduanya tampak akrab. Senyum berkembang diwajah keduanya.

Sujadi              : jangan lupa nati sehabis maghrib mengaji bersama di masjid.
Nurrohmah      : iya, saya ingat.
Sujadi              : (Sujadi tersenyum melihat nurrohmah)

Dari beberapa Percakapan  dalam contoh di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya. Dapat dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur.


2. Maksim Kualitas
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus di dukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Dalam naskah Film tersebut, penulis dapat menemukan beberapa maksim kualitas yang sesuai dan benar berdasarkan prinsip kerjasama Grice. Diantaranya yaitu seperti dialog dibawah ini:

a)      Adegan 5
Sujadi              : oh iya bu, bapak kemana?
Bu kasini         : (tanpa melihat sujadi) bapakmu lagi di sawah.

Dalam percakapan ini adalah percakaan antara anak dengan ibunya, dimana seorang anak menanyakan  dimana keberadaan bapaknya,  dan memang kenyataannya sang bapak sedang berada di sawah.

b)      Adegan 34
Sujadi              : dek nur, besok adek kuliah pagi kan?
Nurrohmah      : iya, ustadz. Saya besok kuliah pagi kenapa memangnya ustadz?

Dari percakapan diatas memang dapat diketahui bahwa fakta yang sebenarnya memang nurrohmah besok ada kuliah pagi.

c)      Adegan 40
Di suatu ruangan, berlangsung rapat yang dihadiri oleh Prof. Dr. Hasyim Mujadi dan Dr. Ahmad Barja dari partai PDI, pengurus majelis wakil cabang NU dan tokoh-tokoh NU lainnya, yang membahas tentang PILKADA yang mengerucut pada satu tokoh yaitu bambang kurniawan dan sujadi untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Tanggamus.

Hery Wahyudi                        : (sedikit tegang) bagaimana menurut saudara-saudara sekalian, tentang calon Bupati dan Wakil Bupati Tanggamus untuk PILKADA yang sebentar lahi akan diadakan?
Prof. Dr. Hasyim Mujadi        : saya mencalonkan Bambang Kurniawan sebagai calon Bupati Tanggamus pada PILKADA mendatang.
Amir Harun                             : Bambang Kurniawan?
Prof. Dr. Hasyim Mujadi        : Bambang kurniawan adalah orang yang cukup bertanggung jawab, cerdas dan cepat dalam bertindak dan bijak dalam mengambil keputusan. Saya sudah memperhatikan hal itu selama 1 tahun terakhir. Dan itu benar adnya. Bambang Kurniawan dapat dianadalkan dan dia calon yang cukup kuat untuk PILKADA ini.
Dr. Ahmad Barja                    : saya setuju dengan Prof. Dr. Hasyim Mujadi, Bambang Kurniawan dapat dijadikan calon yang kuat untuk PILKADA kali ini. Jika setuju, saya mencalonkan dirinya sebagai calon Bupati Tangggamus.

Dari pertuturan diatas jelas sekali bahwa percakapan diatan merupakan maksim kualtas, karena apa yang dibertuturka dapat dibuktikan dan sesuai dengan kenyataan. Dimana fakta-fakta tentag bambang kurniawan dan sujadi. Sehingga, keduanya di calonkan menjadi bupati dan wakil bupati tanggamus pada saat itu.

3. Maksim Relevensi
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Dibawah ini beberapa contoh dalam naskah film biografi sujadi yaitu:
·         Adegan 18
…………….
Seusai sholat zuhur, KH Muntaha menanyakan kepada sujadi apakah ia akan benar-benar mondok dan sekolah.

KH. Muntaha              : (Menepuk pundak sujadi) Sujadi, apa benar kamu bersungguh-sungguh ingin mondok dan sekolah disini?
Sujadi                          : (dengan suara yang menunjukkan kemantapan hati) saya bersungguh-sungguh kyai.

Dari percakapan diatas terjadi hubungan yang releven  antara  Kh. Muntaha dan sujadi, dimana disini sujadi menanggapi secara releven tetang apa yang dipertuturkan oleh Kh. Muntaha, dan kedunya memiliki kontribusi yang releven tentan apa yang sedang dipertuturkan.

·         Adegan 22
Disuatu ruangan yang cukup luasa, KH. Iskandar dan kawan-kawanya mengadakan rapat untuk membahas permohonan guru ngaji untuk masjid Al-islah Pagelaran.

KH. Iskandar              : jadi disini kita akan membahas masalah guru ngaji. Di masjid ini sudah tidak ada guru ngaji yang aktif  lagi mengajar ngaji. Saya selaku ta’mir masjid menunjuk sujadi untuk mengajar ngaji anak-anak. Saya menunjuk karena sujadi orangnya aktif dan kesehariannya senang sekali berada didalam masjid.
Jama’ah                       : (mengangguk tanda setuju) kami setuju kyai.
KH. Iskandar              : Bagaimana dengan kamu sujadi?
Sujadi                          : insyaAllah saya akan mengemban amanat ini kyai.

Dari percakapan diatas Kh. Iskandar menanyakan apakah sujadi setuju dengan keputusan atau amanah yang akan diberikan kepadanya berkaitan dengan  mengajar ngaji anak-anak. Dan sujadi pun berkontribusi secara releven menanggapi pertanyaan tersebut.

·         Adegan 35
………………
Di rumah sujadi, malam hari, terlihat foto pernikahan sujadi dengan nurrohmah. Sujadi membicarakan tentang pencalonan dirinya menjadi anggota DPD kepada istrinya, salah satu anak sujadi sedang bermain dekat sujadi.

Sujadi              : (membaca koran0 Bu, menurut ibu bagaimana jika bapak mencalonkan diri menjadi anggota DPD ?
Nurrohmah      : (sedikit terkejut) Anggota DPD, Pak?
Sujadi              : (menurunkan korannya, minum kopi) iya, bu. DPD . Bapak diberi amanah oleh orang Nu untuk jadi calon anggota DPD. Bapa sebenernya sudah menolaknya, tika kali malah. Tadi pak Haji Khoirudin meminta lagi untuk keempat kalinya. Bapak tidak enak menolak amanah terus.
Nurrohmah      : ya, ibu setuju dengan keputusan yang bapak akan ambil. Kalau sudah sampai emapat kali, berarti mereka benar-benar percaya dengan bapak. Tidak bagus pak menolak amanah.

Dari percakapan diatas jelas terlihat bahwa ibu nurrohmah berkontribusi secara releven dengan apa yang dipertanyakan oleh bapak sujadi. Dalam percakapan ini juga jelas bahwa terjadi kerjasama yang baik anata ibu nurrohmah dengan bapak sujadi.

·         Adegan 28
Sore hari, terlihat sujadi remaja dan beberapa jamaah masjid Al-islah sedang melakukan agenda mengaji setelah sholat asar dilaksanakan. Sujadi remaja menjadi guru ngaji mereka. Setelah agenda selesai, sujadi memberitahukan para jamaah dan santri untuk tidak pulang terlebih dahulu lalu membuat pengumuman untuk pembentukan RISMA.

Sujadi                                      : Assalamu’alaikum Wr.wb. saudara-saudaraku, sehubungan dengan perlunya pengadaan organisasi islam di desa ini, saya hendak membentuk RISMA masjid Al-islah. Bagaimana pendapat saudara-saudara?
Para santri dan jamaah            : (memperhatikan pengumuman sujadi)
Suheriyanto                             : (mengangguk tanda setuju) saran yang baik. Saya sangat setuju dengan ide udztad.
Santri   1                                  : Benar, saya juga setuju.

Dari percakapan diatas dapat dibuktikan bahwa suheriyanto dan santri 1 memberikan kontribusi yang releven tentang sesuatu yang sedang dipertuturan oleh pak sujadi.


4. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Contoh maksim pelaksanaan dalam naskah film biografi sujadi yaitu:
·         Adegan 24
Sujadi tengah berjalan menuju masjid, datang KH. Muntaha memberikan sujadi sebuah kertas. Sujadi mendapat SK di lampung selama 5 tahun, dan hendak berangkangkat keesokan harinya.

KH. Muntaha              : (memberikan SK kepada sujadi) berdasarkan apa yang saya katakana kemarin, ini dia SK dari KH. Iskandar bahwa kamu syiar disana selama 5 tahun.
Sujadi                          : (memandang Kyai Muntaha dengan penuh keyakinan) Iya Kyai, InsyaAllah saya sanggup.
Kh. Muntaha               : baik kalau begitu silahkan tanda tangani, dan jangan lupa besok kamu ke rumah orangtuamu untuk pamit dan minta doa restu mereka.
Sujadi                          : (mengangguk) iya kyai, saya juga bermaksud demikian.

Dari pertuturan diatas menggunkan maksim pelaksanaan dimana antara Kh. Muntaha dengan sujadi melakukan pertuturan secara langsung, jelas dan tidak kabur. Dalam pertuturan itu juga sujadi pun menjawab secara jelas dan langsung serta tidak kabur. Sehingga apa yang disampaiakan pun dapat diterima dengan baik.








BAB III
SIMPULAN

Cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya merupakan pengertian dari Pragmatik itu sendiri. Didalam ilmu Pragmatik terdapat prinsip-prinsip Kerjasama didalamnya, salah satunya dari prinsip tersebut adalah Prinsip Kerjasama Grice, dimana didalamnya setiap penutur harus mematuhi empat maksim Percakapan, yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner). Sebelum berbicara tentang empat Maksim tersebut hendaknya harus mengerti terlebih dahulu tentang pengertian Maksim Itu sendiri. Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya atau pembicara memberikan informasi yang cukup, relatif dan seinformatif mungkin.
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Apabila patuh pada prinsip ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang diyakini bahwa itu kurang benar atau tidak benar.
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur dapat memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan.
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.









DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, kunjana. 2012. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
http://rendiez31.blogspot.co.id/2015/01/prinsip-kerjasama-grice.html (dikutip pada minggu 08 mei 2016 pukul 07:35 WIB).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar