Senin, 05 Maret 2018

PENGAJARAN WACANA DIALOG


PENGAJARAN WACANA DIALOG
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia

Dosen Pengampu : Ibu Rohmah Tussalekha, M.Pd.


Disusun oleh:
Kelompok 5
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia

1. Ana Wahyu Kusniati        : 14040004
2. Silmi Arisanti                     : 14040012
3. Lusi Miftahu Baroroh      : 14040008
4. Dwi Ruandini                    : 14040016
5. Wahyu Supriyatin             : 14040033
6. Hengki Irawan                  : 14040011



preview_html_m75a3248b
 











SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
            Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Pengajaran Wacana Dialog”
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam rangka mengetahui tentang ilmu berbahasa indonesia yang berkaitan dengan wacana dialog.  Selain itu,  tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan Bahasa dan berbahasa secara meluas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca.
            Tak ada gading yang tak retak. Para penulis menyadari bahwa makalah ini masih diliputi kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki.  Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami bisa lebih baik lagi untuk kedepannya.
Akhir kata, para penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.                                     


Pringsewu,  Oktober  2016.
Penyusun,


Kelompok 5









DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN


BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 30
B. Saran................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi pembelajaran bahasa Indonesia menciptakan suatu tindak turur antara siswa dengan guru atau sebaliknya. Tindak tutur tersebut perlu dicermati agar tujuan dan ketercapaian pembelajaran dapat diukur atau dilaksanakan dengan baik. Interaksi yang baik ketika tindak tutur antara penutur dan petutur dapat saling memahami, namun pada kenyataannya interaksi tersebut masih didominasi oleh guru bahkan belum bisa dipahami dengan baik oleh mitra tuturnya. Guru lebih dominan yang berbicara dalam pembelajaran, sedangkan siswa jarang diberikesempatan untuk mengemukakan pendapatnya apalagi bisa berinteraksi dengan baik. Kondisi demikian akan berpengaruh terhadap tindak tutur yang mereka lakukan serta akan tercermin dalam kemampuan memahami bahasa lisan. Selaian itu, dalam setiap tindak tutur yang mereka lakukan sangat tergantung dengan situasi lisan saat itu serta yang tidak kalah pentingnya berdasarkan kompetensi dasar yang telah guru rancang dalam setiap pembelajaran.

Guru merupakan cermin bagi siswa dalam berbahasa. Baik buruknya suatu ujaran guru disadari atau tidak akan menjadikan pembelajaran bagi anak. Hal tersebut sangat terlihat ketika guru mengajukan pertanyaan kepada anak atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu. Ujaran yang demikian akan menciptakan reaksi yang beragam bagi anak, seperti anak akan malas belajar, tidak berani bertanya, tidak mau melakukan perintah gurunya, bahkan setiap pembelajaran anak tidak mau masuk kelas. Atau sebaliknya anak akan lebih bergairah, semangat, aktif, kreatif, bahkan berprestasi. Hal tersebut merupakan salah satu reaksi dari tuturan yang dilakukan oleh guru apalagi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa yang kurang menyenangkan bagi kalangan siswa saat ini salah satu permasalahannya, yaitu kemasan bahasa yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia kurang menarik. Misalnya kehalusan bahasa yang digunakan, kesantunan dalam bertutur sapa, sikap dan keramahtamahan guru, serta wawasan kebahasaan dan sastra guru dalam penerapannya masih belum terkuasai dengan baik. Dalam hal ini pengajaran wacana dialog di harapkan mampu memberikan sumbangsih yang lebih baik guna terciptanya dialog baik dalam bentuk percakapan bebas dan percakapan terbimbing.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diperoleh sebuah rumusan masalah yaitu:
a.       Apa yang dimaksud dengan Wacana Dialog?
b.      Apa yang dimaksud dengan Analisis wacana?
c.       Bagaimana Bentuk Percakapan Bebas  dalam Wacana Dialog?
d.      Bagaimana Bentuk Percakapan Terbimbing dalam Wacana Dialog?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
a.       Mengetahui arti wacana dialog
b.      Mengetahui cara Analisis Wacana
c.       Mengetahui Bentuk Percakapan Bebas.
d.      Mengetahui Bentuk Percakapan Terbimbing.

















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wacana Dialog

Wacana dialog adalah wacana yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan antara dua pihak seperti terdapat pada  obrolan pembicaraan dalam telepon, wawancara, teks drama, dan sebagainya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian pengkajian percakapan dengan tambahan unsur kohesi dan koherensi. Komponen analisis meliputi analisis wacana dialog, yang membahas unsur-unsur dialog, seperti kerja sama percakapan, tindak tutur (speech acts); penggalan percakapan (adjacency pairs); pembukaan dan penutupan percakapan; percakapan lanjutan (repais); sifat rangkaian percakapan; unsur tata bahasa percakapan; alih kode (code switch); giliran percakapan (turn talkings); dan topik percakapan.
Contoh:
Tuti      : “apa sebenarnya yang kau inginkan dengan mengikuti lomba karaoke?”
Nani    : “Kamu ingin bagaimana? Tentu saja aku ingin menjadi juara.”
Tuti      : “Ya kalau itu sih semua orang juga tahu. Kamu pasti punya motivasi lain kan?”
Nani    : “Motivasi lain? Ah, kamu mau tahu saja.”
Tuti      : “lalu apa hubungannya dengan lomba karaoke?”
Nani    : “Uh, kamu kok belum ngerti juga, sih! Siapa tahu ada produser yang melirik aku!”
Tuti      : “Ehem… iya juga ya. Terus mengapa kamu ingin menjadi penyanyi?”
Nani    : “Mmm… Ya ingin saja. Ingin ngetop, ingin dapat uang banyak, ingin bikin video   klip, ingin…., ya banyaklah.”
Tuti      : Mengangguk dan tersenyum.
Nani    : “Namanya juga keinginan. Sah-sah saja bukan?”
Tuti      : “ Ya…. ya…!”

B. Analisis Wacana
Bahasa bukan saja merupakan properti yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antarpersona komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, maka tidak pernah bersifat absolute; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu, tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaaannya selalu dibayangi oleh budaya (Yasin, 2002). Oleh karena itu, analisis wacana merupakan upaya mengkaji rekaman kebahasaan secara utuh dalam peristiwa komunikasi sehingga mampu mengungkapkan kajian wacana tulis dan wacana lisan.
Berdasarkan fungsi nya wacana dibedakan menjadi dua kategori, yakni wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar, sedangkan wacana interaksional digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan personal, seperti wacana yang terdapat dalam dialog dan polilog. Dalam hal ini initeraksi dalam pembelajaran de kelas antara siswa dan guru, guru dengan siswa atau anatara siswa dengan siswa. Hal ini sesuai dengan namanya, wacana interaksional lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat interaksi.
Pada dasarnya analisis wacana ingin menganalisis atau menginterpretasikan pesan dimaksud pembicara atau penulis dengan cara merekonstruksi teks sebagai produk ujaran atau tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung wacana pada saat wacana itu dalam proses dihasilkan melingkupi pembicara atau penulis akan dihadirkan kembali (direkonstruksi) dan dijadikan alat untuk menginterpretasi.

Hal tersebut dapat menggunakan prinsip lokalitas dan analogi. Jika penganalisis melakukan analisis terhadap wacana lisan atau tulisan, analisis itu dapat dilakukan pada tingkat tataran, yaitu:
(1) tataran struktural gramatikal kalimat,
(2) tataran makna, dan
(3) tataran organisasi ujaran.

Ketiga tataran ini menuntun penganalisis untuk bisa membedakan pola gramatikal, pola kalimat semantis, dan pola kalimat komunikatif. Praanggapan dan implikatur dalam wacana dialog seperti yang akan dibahas dalam tulisan ini bisa dikatakan sebagai konstruksi pada kalimat komunikatif, yang bisa diorientasikan pada istilah pragmatic function termasuk analisis fungsi pragmatik. Van Dijk (dalam Suparno, 1991: 19) manyatakan bahwa informasi pragmatis terdiri atas tiga komponen, yaitu:
(1) informasi lama yang berhubungan dengan dunia, yang juga informasi umum (general information),
(2) informasi situasional (situational information), yaitu infomasi diturunkan dari pemahaman atau pengalaman partisipan dalam situasi tempat terjadinya interaksi, dan
(3) informasi kontekstual (contextual information) yaitu informasi yang diturunkan dari ekspresi yang telah diarahkan peristiwa komunikasi.

Sebagai wacana lisan interaksional dalam pembelajaran di kelas dianalisis merupakan bahan yang menarik bagi penganalisis wacana. Hal ini terjadi karena di samping memuat hubungan antara pernyataan, juga dialog sangat kaya dengan unsur-unsur paralinguistik yang akan membantu pendengar atau penganalisis dalam menginterpretasi, memberi makna, dan menemukan hubungan antarpernyataan tersebut.

Analisis wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam konteks pembicara atau penulis. Dengan demikian analisis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksudkan oleh pembicara dan pendengar melalui wacana tersebut. Dalam kaitan dengan ini yang perlu diperhatikan adalah referensi (reference) dan infrensi (inference), praanggapan (presuppotion) dan implikatur (implicature), konteks situasi (the contex of situation) dan ko-teks (co-text), tematisasi dan penahapan, konstruksi tema-rema, pronomina serta interpretasi lokal (local interpretation). Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dalam kajian analisis wacana secara langsung ataupun tidak semua aspek tersebut akan mempengaruhi dan saling keterkaitan.

C. Bentuk Percakapan Bebas
Bentuk percakapan bebas merupakan suatu metode yang dilakukan dalam suatu percakapan dengan menentukan topik pembicaraan. Siswa diberi kesempatan melakukan percakapan mengenai topik tersebut secara bebas. Guru membuat beberapa kelompok siswa dan melakukan pengawasan terhadap masing-masing kelompok. Guru juga memberi perhatian khusus untuk beberapa siswa yang kurang mampu dan kelompok yang kurang bersemangat.
Contoh: Topik Pembicaraan Pementasan Drama
Lalu siswa diminta untuk membuat dialog secara bebas disesuaikan dengan topik pembicaraan tersebut.
Umai   : fit masalah drama bagaimana? Kapan mau latihan?
Fitri     : kita latihan lusa mai di sanggar. Tolong informsikan dengan teman-teman yang lain ya,?
Soni     : mau latihan jam berapa? Jangan siang-siang ya, soalnya kalau siang aku gak bisa.
Erik     : jam 09.00 aja fit.
Firti     : oke deh kita latihan drama jam 09.00 gak boleh terlambat ya?
Umai   : Sip deh kalau begitu, intinya kita harus semangat ya teman-teman?
Firti     : oke deh sipp mai!

D. Bentuk Percakapan Terbimbing/ Terpimpin
Merupakan bentuk percakapan dimana dalam pengajaran percakapan guru menentukan situasi atau konteksnya. Siswa diharapkan mengembangkan imajinasinya sendiri dalam percakapan dengan lawan bicaranya sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Apabila siswa diberi kesempatan untuk mempersiapkannya dirumah, maka sebaiknya tidak ditetapkan terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari kemungkinan siswa mempersiapkan dialog secara turtulis dan kemudian menghafalkannya.
Contoh: Situasi Formal konteksnya antara guru dengan siswa.
Bu mira           : Selamat Pagi anak-anak?
Siswa               : pagi bu!
Bu mira           : bagaimana kabarnya?
Siswa               : baik mu!
Bu mira           : bagaimana dengan tugas membuat puisinya, sudah dikerjakan?
Siswa               : sudah bu guru!
Bu mira           : bagus, nanti di kumpulkan di meja ibu ya angga
Angga             : baik bu,













BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

analisis Fabel Kupu-kupu Berhati Mulia


2. Fabel Kupu-kupu Berhati Mulia
v  Unsur Intrinsik
1. Tokoh          :semut, kupu2
2. Perwatakan :sombong, suka menolong
3. Latar            :taman
4. Alur             :maju
5. sudut pandang : orang ketiga
6. Tema           :moral
7. Amanat       :jangan sombong dan saling mengejek karna kita masih membutuhkan orang lain Hikmah atau pelajaran yang dapat kita ambil dari cerita di atas adalah tidak boleh bersikap sombong dan merendahkan orang lain. Kita harus hidup saling membantu dan peduli terhadap orang lain.
v  Unsur Ekstrinsik
·         Nilai Moral      : nilai-nilai yang menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan.
"Tolong, bantu aku , aku mau tenggelam tolong...tolong...tolong aku!!!"
untunglah saat itu ada seekor kupu-kupu terbang melintas kemudian kupu-kupu itu menjulurkan sebuah rangting ke arah semut .
"Semut peganglah erat-erat ranting itu ,nanti aku akan mengangkat ranting itu " Lalu si semut memegang erat-erat rangting itu ,dengan sekuat tenaga kupu-kupu mengankat ranting itu ,lalu kupu-kupu menurunkanya di tempat yang aman .Semut berterimakasih kepada kupu-kupu karena telah menolong nyawanya.
·         Nilai Pendidikan         : Mengajarkan kepada anak-anak untuk menumbuhkan rasa tolong-menolong kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, dan berterim kasih kepada seseorang yang sudah menolong kita. Dalam kutipan: ”lalu kupu-kupu menurunkannya di temapat yang aman. Semut berterima kasih kepada kupu-kupu karena telah menolong nyawanya”
·         Nilai Sosial                  : awalnya hubungannya menajdi tidak baik ketika si semut mengejek si kepompong, tetapi ternyata ke pompong tidak mengungkit dan tetap menolong si semut saat si semut mengalami kesulitan. Si kupu-kupu tidak mengingat keburukan si semut terhadapnya dan si kupu-kupu tetap menolongnya.
Dalam kutipan : “Semut peganglah erat-erat ranting itu, nanti aku akan mengangkat ranting itu”.
·         Nilai Religius              : Tidak boleh menghina makhluk ciptaan tuhan, karena pada dasarnya setiap makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan.
Dalam Kutipan            : “akhirnya sang semut pun berjanji tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu.”

4. Legenda Batu Menangis
v  Unsur Intrinsik
1. Tema           : Anak Durhaka
2. Tokoh          :

a)      Darmi
Fisik Tokoh:
·         Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal.
Psikologis Tokoh:
·         “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
·         “Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
·         “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

b)      Ibu Kandungnya.
Fisik Tokoh :
·         ibunya sudah bungkuk memakai baju lusuh penuh tambalan.
Psikologis Tokoh:
·         “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.

3.      Perwatakan               :
a)      Sombong, Pemalas, Manja, Pemaksa, dan Durhaka. Dikutip dari kalimat
o   Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
o   Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.
o   Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari
o   Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
o   “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya
o   “Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
o   “Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
o   “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

b)      Baik, Sabar, Pekerja Keras. Dikutip dari kalimat:
o   Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah
o   “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.

4.      Latar                          :
a.       Latar Tempat:
·         Kamar. Dikutip dari kalimat:
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
·         Di jalan :
Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri.

b.      Latar Suasana:
·         Mengharukan. Dikutip dari kalimat:
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

·         Menakutkan. Dikutip dari kalimat:
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.

·         Marah. Dikutip dari kalimat:
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
c.       Latar Waktu:
·         Pagi hari. Dikutip dari kalimat:
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.

5. Alur : adalah alur maju, karena di mulai dengan memperkenalkan tokoh, mulai muncul masalah, dan mencapai klimaks/puncak permasalahan.
·         Darmi berjalan dengan ibunya ke pasar  dipertengahan jalan dia bertemu  dengan pemuda. Saat ditanya apakah itu Ibunya, Darmi tidak mengakuinya karena penampilan ibunya  compang-camping. Ibunya sedih, dan berdoa meminta keadilan pada Tuhan. akhirnya badai petir menyambar gadis itu berlahan Ia pun menjadi batu, gadis itu menangis memohon ampun, namun semua terlambat.

6. Sudut Pandang  : Orang ketiga (Serba tahu ). Dikutip dari kalimat:
·         Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
·         Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.

7.      Amanat :
Jangan pernah menyakiti hati kedua orang tua ,terutama ibu karena doa seorang ibu sangat diijabahi Tuhan. Jangan melupakan ibu dan durhaka kepadanya, sesungguhnya beliau lah yang telah melahirkan dan membesarkan kita.

8. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang menggunakan bahasa. Dalam cerita ini menggunakan majas personifikasi. Yaitu majas yang menjelaskan benda mati seolah-oleh hidup, contoh dalam cerita diatas yaitu batu menangis, disini diartikan bahwa batu sebagai benda mati yang seolah-oleh dapat seperti manusia yang menangis.

v  Unsur ekstrinsik
·         Nilai Moral : nilai-nilai yang menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan.
Contoh dalam kalimat:
Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
Pesan moral diatas adalah jangan pernah menyakiti hati orang tua terutama seorang ibu. Karena doa ibu sangat di ijabahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Perkataan yang di ucapkan oleh ibu akan menjadi kenyataan. Dan jangan pernah menjadi anak seperti Darmi yang mendurhakai ibunya.
·         Nilai Ekonomi             : keberadaan sang ibu yang serba kekurangan, sampai harus rela banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dan hanya demi sesuap nasi. Kemiskinan ini menjadi problematika, dima anak gadis nya bukan membantu melainkan menyusahkan dengan meminta segala hal yang harus dipenuhi oleh sang ibu, hal ini membuat ibu miskin tersebut sangat kesulitan.
Dalam kutipan : “segala permintaannya harus dituruti setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi”
·         Nilai Religius              : dalam hal ini si anak tidak berbakti kepada ibu nya dia bahkan durhaka kepada ibu kandungnya sendiri. Padahal dalam Agama Islam Khususnya Allah sangat mengandkat drajat seorang ibu tiga tingkat lebih tinggi di bandingkan Ayah, dapat diartikan bahwasanya seorang ibu itu wajib untuk di hormati, di sayang, bukan untuk durharka kepada beliau, karena Do’a ibu adalah do’a yang paling mujarap terkabul oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kutipan
“Ya Tuhan, Hamba tak kuat menahan hinaan ini, anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia!”
“atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan gadis durhaka itu berubah menjadi batu “
·         Nilai Pendidikan         : memberika pendidikan kepada anak-anak agar senantiasa untuk selalu membantu pekerjaan orangtua, bekerja membantu ibu saat ibu sedang membutuhkan bantuan. Mendidik anak-anak yang membaca agar senantiasa hormat kepada seoarang ibu dan menyayangi ibu.
·         Nilai budaya                : nilai budaya yang terkandung dalam legenda batu menangis yaitu hingga saat ini masyarakat setempat masih sangat mempercayai bahwa kisa itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkannya dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa.
·         Nilai sosial                   : ketika mereka memasuki desa, orang-orang desan menadangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontrasnya berbeda.