Senin, 05 Maret 2018

analisis Fabel Kupu-kupu Berhati Mulia


2. Fabel Kupu-kupu Berhati Mulia
v  Unsur Intrinsik
1. Tokoh          :semut, kupu2
2. Perwatakan :sombong, suka menolong
3. Latar            :taman
4. Alur             :maju
5. sudut pandang : orang ketiga
6. Tema           :moral
7. Amanat       :jangan sombong dan saling mengejek karna kita masih membutuhkan orang lain Hikmah atau pelajaran yang dapat kita ambil dari cerita di atas adalah tidak boleh bersikap sombong dan merendahkan orang lain. Kita harus hidup saling membantu dan peduli terhadap orang lain.
v  Unsur Ekstrinsik
·         Nilai Moral      : nilai-nilai yang menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan.
"Tolong, bantu aku , aku mau tenggelam tolong...tolong...tolong aku!!!"
untunglah saat itu ada seekor kupu-kupu terbang melintas kemudian kupu-kupu itu menjulurkan sebuah rangting ke arah semut .
"Semut peganglah erat-erat ranting itu ,nanti aku akan mengangkat ranting itu " Lalu si semut memegang erat-erat rangting itu ,dengan sekuat tenaga kupu-kupu mengankat ranting itu ,lalu kupu-kupu menurunkanya di tempat yang aman .Semut berterimakasih kepada kupu-kupu karena telah menolong nyawanya.
·         Nilai Pendidikan         : Mengajarkan kepada anak-anak untuk menumbuhkan rasa tolong-menolong kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, dan berterim kasih kepada seseorang yang sudah menolong kita. Dalam kutipan: ”lalu kupu-kupu menurunkannya di temapat yang aman. Semut berterima kasih kepada kupu-kupu karena telah menolong nyawanya”
·         Nilai Sosial                  : awalnya hubungannya menajdi tidak baik ketika si semut mengejek si kepompong, tetapi ternyata ke pompong tidak mengungkit dan tetap menolong si semut saat si semut mengalami kesulitan. Si kupu-kupu tidak mengingat keburukan si semut terhadapnya dan si kupu-kupu tetap menolongnya.
Dalam kutipan : “Semut peganglah erat-erat ranting itu, nanti aku akan mengangkat ranting itu”.
·         Nilai Religius              : Tidak boleh menghina makhluk ciptaan tuhan, karena pada dasarnya setiap makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan.
Dalam Kutipan            : “akhirnya sang semut pun berjanji tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu.”

4. Legenda Batu Menangis
v  Unsur Intrinsik
1. Tema           : Anak Durhaka
2. Tokoh          :

a)      Darmi
Fisik Tokoh:
·         Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal.
Psikologis Tokoh:
·         “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
·         “Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
·         “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

b)      Ibu Kandungnya.
Fisik Tokoh :
·         ibunya sudah bungkuk memakai baju lusuh penuh tambalan.
Psikologis Tokoh:
·         “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.

3.      Perwatakan               :
a)      Sombong, Pemalas, Manja, Pemaksa, dan Durhaka. Dikutip dari kalimat
o   Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
o   Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.
o   Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari
o   Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
o   “Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya
o   “Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
o   “Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
o   “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

b)      Baik, Sabar, Pekerja Keras. Dikutip dari kalimat:
o   Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah
o   “Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.

4.      Latar                          :
a.       Latar Tempat:
·         Kamar. Dikutip dari kalimat:
Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
·         Di jalan :
Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri.

b.      Latar Suasana:
·         Mengharukan. Dikutip dari kalimat:
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”

·         Menakutkan. Dikutip dari kalimat:
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.

·         Marah. Dikutip dari kalimat:
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
c.       Latar Waktu:
·         Pagi hari. Dikutip dari kalimat:
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.

5. Alur : adalah alur maju, karena di mulai dengan memperkenalkan tokoh, mulai muncul masalah, dan mencapai klimaks/puncak permasalahan.
·         Darmi berjalan dengan ibunya ke pasar  dipertengahan jalan dia bertemu  dengan pemuda. Saat ditanya apakah itu Ibunya, Darmi tidak mengakuinya karena penampilan ibunya  compang-camping. Ibunya sedih, dan berdoa meminta keadilan pada Tuhan. akhirnya badai petir menyambar gadis itu berlahan Ia pun menjadi batu, gadis itu menangis memohon ampun, namun semua terlambat.

6. Sudut Pandang  : Orang ketiga (Serba tahu ). Dikutip dari kalimat:
·         Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
·         Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.

7.      Amanat :
Jangan pernah menyakiti hati kedua orang tua ,terutama ibu karena doa seorang ibu sangat diijabahi Tuhan. Jangan melupakan ibu dan durhaka kepadanya, sesungguhnya beliau lah yang telah melahirkan dan membesarkan kita.

8. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang menggunakan bahasa. Dalam cerita ini menggunakan majas personifikasi. Yaitu majas yang menjelaskan benda mati seolah-oleh hidup, contoh dalam cerita diatas yaitu batu menangis, disini diartikan bahwa batu sebagai benda mati yang seolah-oleh dapat seperti manusia yang menangis.

v  Unsur ekstrinsik
·         Nilai Moral : nilai-nilai yang menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan.
Contoh dalam kalimat:
Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
Pesan moral diatas adalah jangan pernah menyakiti hati orang tua terutama seorang ibu. Karena doa ibu sangat di ijabahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Perkataan yang di ucapkan oleh ibu akan menjadi kenyataan. Dan jangan pernah menjadi anak seperti Darmi yang mendurhakai ibunya.
·         Nilai Ekonomi             : keberadaan sang ibu yang serba kekurangan, sampai harus rela banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dan hanya demi sesuap nasi. Kemiskinan ini menjadi problematika, dima anak gadis nya bukan membantu melainkan menyusahkan dengan meminta segala hal yang harus dipenuhi oleh sang ibu, hal ini membuat ibu miskin tersebut sangat kesulitan.
Dalam kutipan : “segala permintaannya harus dituruti setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi”
·         Nilai Religius              : dalam hal ini si anak tidak berbakti kepada ibu nya dia bahkan durhaka kepada ibu kandungnya sendiri. Padahal dalam Agama Islam Khususnya Allah sangat mengandkat drajat seorang ibu tiga tingkat lebih tinggi di bandingkan Ayah, dapat diartikan bahwasanya seorang ibu itu wajib untuk di hormati, di sayang, bukan untuk durharka kepada beliau, karena Do’a ibu adalah do’a yang paling mujarap terkabul oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kutipan
“Ya Tuhan, Hamba tak kuat menahan hinaan ini, anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia!”
“atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan gadis durhaka itu berubah menjadi batu “
·         Nilai Pendidikan         : memberika pendidikan kepada anak-anak agar senantiasa untuk selalu membantu pekerjaan orangtua, bekerja membantu ibu saat ibu sedang membutuhkan bantuan. Mendidik anak-anak yang membaca agar senantiasa hormat kepada seoarang ibu dan menyayangi ibu.
·         Nilai budaya                : nilai budaya yang terkandung dalam legenda batu menangis yaitu hingga saat ini masyarakat setempat masih sangat mempercayai bahwa kisa itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkannya dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa.
·         Nilai sosial                   : ketika mereka memasuki desa, orang-orang desan menadangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontrasnya berbeda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar