Kamis, 28 Desember 2017

KONFLIK PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM CERPEN ‘’MALAIKAT PENJAGA PEREMPUAN’’

KONFLIK PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA
DALAM CERPEN ‘’MALAIKAT PENJAGA PEREMPUAN’’

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi


Dosen Pengampu      : Dra. Ani Diana, M.Hum.


Disusun Oleh:

1.      Ana Wahyu Kusniati            NPM   14040004
2


 



















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum w. w.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini tersusun dengan judul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Cerpen malaikan penjaga permpuan Karya Rina ratih’’.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas semester ganjil mata kuliah kajian prosa fiksi pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Meskipun makalah ini disusun dengan segala kemampuan yang ada, namun demikian penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena kemampuan dan terbatasnya pengetahuan dari penulis, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis dari semua pihak demi kebaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah memberikan dorongan.
Semoga penyusuanan makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terima kasih.Amin.
Wassalamu’alaikum w. w.




Pringsewu , 17 Desember  2015




Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................   i
KATA PENGANTAR................................................................................   ii
DAFTAR ISI...............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..........................................................................  
B.     Rumusan Masalah......................................................................  
C.     Tujuan........................................................................................  

BAB II PEMBAHASAN
A.           
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA















A.    Latar Belakang

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia  (Semi, 1993:8).
Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya. Ia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggota kelompok lain. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalan persoalan hidup. Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri.Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak dan jiwa itu sendiri (Walgito, 1997:7).
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur. Melalui perilaku tokoh-tokoh yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.
Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi. Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atasjiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan megenai hidup dan kehidupan (Hardjana, 1985:60).
A.    RumusanMasalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, makalah yang berjudul “ Aalisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural, secara lebih terinci rumusan masalah tersebut di fokuskan pada pokok masalah dan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa pengertian pesikologi dalam sastra?
2. Apa arti dari analisis puisi?
3. Apa hasil dari menganalisis puisi berdasarkan pendekatan struktural ?
    (yang dalam hal ini adalah menganalisisi sajak Amir Hamzah dan Chairil Anwar).

B.     Tujuan
            Tujuan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mengenal secara mendetail serta universal dalam Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural.Tujuan dalam pembahasan ini adalah untuk mendiskripsikan secara objektif tentang “ Analisis Puisi Berdasarkan Pendekatan Struktural “















1.      sikologi dalam Sastra

a.       Pengertian Psikologi Sastra
Walgito (2004:l) menjelaskan  bahwa, ditinjau dari segi bahasa,  psikologi berasal dari kata psyche yang berati Jiwa'dan  logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan',  karena  itu psikologis sering diartikan dengan  ilrnu pengetahuan  tentang jiwa.  psikologi merupakan ilmu yang  mempelajari dan menyelidiki  aktivitas  dan tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah  laku tersebut merupakan manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa  manusia  terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran)  dan alam tak sadar  (ketidaksadaran).  Kedua alam tidak hanya saling  menyesuaikan,  alam sadar  menyesuaikan terhadap dunia  luar, sedangkan alam tak sadar penyesuaiannya  terhadap dunia dalam. Jadi psikologi dapat diartikan sebagai  ilmu yang  mempelajari gejala jiwa yang mencakup  segala aktivitas dan tingkah laku manusia.
Psikologi sastra adalah  kajian sastra yang memandang  karya sebagai aktivitas kejiwaan.  Pengarang  akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam berkarya. Pembaca dalam  menanggapi  karya tidak lepas dari kejiwaan masing-masing.  Psikologi sastra juga  mengenal  karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap  gejala jiwa, kemudian  diolah ke dalam teks dan dilengkapi  dengan  kejiwaannya. Proyeksi pengalaman  sendiri dan  pengalaman hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi  secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara,  2008:96).
Sebagaimana  dijelaskan  Ratna (2009 : 3 50) bahwa,
psikologi sastra  adalah  analisis teks dengan  mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.  Dengan memusatkan perhatian  pada tokoh-tokoh  maka akan dapat dianalisis konflik batin yang mungkin saja  bertentangan dengan teori psikologis. Dalam hubungan  itulah peneliti harus menemukan  gejala yang tersembunyi atau sengaja  disembunyikan oleh pengarangnya,  yaitu dengan  memanfaatkan teori-teori  psikologi yang dianggap  relevan.
Pada dasarnya  kajian psikologi sudah banyak diterapkan  oleh pengarang  sejak dulu, namun terkadang pengarang  dengan  sengaja tidak memunculkan gejala-gejala  psikologi secara terang-terangan.  Berdasarkan kutipan di atas dapat  disimpulkan  bahwa pendekatan  psikologi pada karya sastra memusatkan  perhatian  pada tokoh-tokoh, dari tokoh-tokoh  tersebut maka akan ditemukan adanya konflik batin di dalamnya. Oleh karena itu, pendekatan psikologi sastra sangat diperlukan  untuk menganalisis  dan menemukan  gejala-gejala  yang tidak terlihat atau  bahkan dengan sengaja disembunyikan  oleh pengarang  pada karya sastra.
Selanjutnya Semi (1989:46) menjelaskan  bahwa "pendekatan psikologi adalah pendekatan penelaahan  sastra yang  menekankan  pada segi-segi  psikologis  yang terdapat dalam suatu  karya sastra."  Pendekatan psikologi yang menekankan  pada segi-segi  psikologi  mendapat  perhatian dalam penelaahan  dan penelitian sastra disebabkan  oleh timbulnya kesadaran  bagi para pengarang, yang dengan sendirinya juga bagi kritikus sastra,  bahwa  perkembangan  dan kemajuan  masyarakat  di zaman  moder ini tidaklah semata-mata  dapat  diukur dari segi  material, tetapi juga dari segi rohaniah  atau  kejiwaan.
Istilah "psikologi sastra" mempunyai empat kemungkinan pengertian.Pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.  Kedua, studi  proses kreatif. Ketiga, studi dan tipe dan hukum-hukum psikologi  yang diterapkan  pada karya sastra dan yang  keempat, mempelajari dampak  sastra  pada pembaca  (psikologi pembaca). Pada penelitian ini pengertian yang  ketigalah yang digunakan untuk menganalisis  karya sastra (Rene wellek dan Austin Waren terjemahan Melani Budianta,  1989: 90).
Asumsi  dasar penelitian psikologi  sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, adanya  anggapan  bahwa  karya sastra merupakan produk dari suatu  kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda  pada situasi setengah sadar atau subconscious self dan baru dituangkan  ke dalam  bentuk secara  sadar  (conscious). Antara sadar  dan tak sadar  selalu mewarnai dalam proses  imajinasi  pengarang.  Kekuatan  karya sastra  dapat dilihat seberapa jauh  pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah  cipta sastra.
Kedua, kajian psikologi sasta di samping  meneliti perwatakan tokoh secara  psikologis juga aspek-aspek  pemikiran  dan perasaan pengarang ketika menciptakan  karya tersebut.  Pengarang mampu menggambarkan  perwatakan tokoh sehingga  menjadi semakin  hidup. Sentuhan-sentuhan   emosi melalui dialog atau  pemilihan kata, sebenarnya merupakan  gambaran kekalutan dan kejernihan  batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang menyebabkan  orisinalitas karya (Suwardi Endraswara, 2008:96).
Sastra berbeda dengan  psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sasta berhubungan  dengan  dunia fiksi, drama,  puisi, esai yang diklasifikasikan  ke dalam seni, sedang  psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang  perilaku  manusia dan proses mental. Meski berbeda keduanya  memiliki titik temu atau kesamaan yakni keduanya berangkat dari manusia  dan kehidupan sebagai sumber kejadian.  Bicara tentang manusia, psikologi jelas  terlibat erat, karena psikologi  mempelajari perilaku-perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewamai  perilakunya  (Siswantoro, 2005:29).
Penelitian psikologi sastra  memang  memiliki  landasan pijak yang kokoh. Karena, baik sastra  maupun  psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia.  Bedanya kalau sastra mempelajari  manusia sebagai ciptaan  imajinasi pengarang,  sedangkan  psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara  riil.


METODE PENGAJARAN PUISI DAN DRAMA

METODE PENGAJARAN PUISI DAN DRAMA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Izhar, M.Pd.


Disusun oleh:
Kelompok 5
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia

1.      ANA WAHYU KUSNIATI                   : 14040004
2.      INTAN SITI SOLEHA                          : 14040023
3.      ANITA SARI                                          : 14040030
4.      YUSUF FEBRI SAPUTRA                  : 14040034
5.      SHENDI APRILIYAWAN W              : 14040035

 










SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015




KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

            Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan Kami kemudahan sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan- Nya mungkin Penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa Sholawat serta Salam Senantiasa Tercurahkan Kepada Junjungan Kita Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari Zaman Jahiliah ke Zaman yang terang benderang ini.
Makalah ini memuat materi tentang “Metode Pengajaran Puisi dan Drama”.
            Tidak lupa Kami mengucapkan Terimakasih Kepada Dosen Pengampu yang telah membantu Kami dalam mengerjakan Makalah ini. Kami juga mengucapkan Terimakasih Kepada Teman-teman Mahasiswa yang juga sudah memberi Konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat memberikan Pengetahuan yang lebih luas kepada Pembaca. Penyusun membutuhkan Kritik dan saran dari Pembaca yang bersifat membangun, guna Terciptanya Makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.



                                                                                                Pringsewu, 27 September 2015
                                                                                                            Penyusun


Kelompok 5






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................   i
KATA PENGANTAR................................................................................   ii
DAFTAR ISI...............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..........................................................................  
B.     Rumusan Masalah......................................................................  
C.     Tujuan........................................................................................  
D.    Manfaat

BAB II PEMBAHASAN
A.    Hakikat Puisi..............................................................................  
B.     Unsur Pembentuk Puisi..............................................................  
C.     Fungsi Pengajaran Puisi.............................................................  
D.    Pembelajara Puisi.......................................................................  
E.     Pengertian Drama.......................................................................  
F.      Unsur-unsur yang Membangun Drama......................................

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Karya sastra pada dasarnya merupakan ungkapan penulis terhadap keadaan dan pengalaman hidup yang menggunakan media bahasa sebagai perantara atau pengungkapan ekspresi. Oleh sebab itu, karya sastra pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi dalam kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.Karya sastra yang perkembangannya sangat pesat yaitu puisi. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia sebenarnya telah bersastra yaitu dengan mantra, doa-doa untuk dewa  atau nenek moyang. Hal ini menunjukkan bahwa peran puisi dalam kehidupan merupakan sesuatu yang dominan dalam menunjukkan jati diri hidup. Begitupun dengan sastra drama.
Di  dalam setiap pengajaran sastra drama tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai baik itu secara berkelompok maupun secara individu. Pengajaran sastra di sekolah, khususnya puisi dan drama merupakan suatu pengajaran yang membutuhkan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berencana. Sebagai suatu kegiatan yang direncanakan, tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Pendalaman dan pemahaman tujuan tersebut ikut menentukan baik tidaknya pengajaran puisi maupun drama di sekolah. Namun, pada kenyataannya pengajaran sastra tidaklah seindah yang dibayangkan, oleh karena banyaknya tenaga pengajar yang tidak mampu untuk mengajarkan sastra dan dengan berlandaskan atas dasar ketidak tersedianya media ataupun sarana serta metode untuk pengajaran sastra, sehingga harapan terhadap keberhasilan pengajaran sastra sulit untuk terpenuhi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus sebab dapat mengganggu proses pengajaran sastra baik itu puisi maupun drama.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:
1.         Apakah hakikat puisi?
2.         Apa sajakah unsur-unsur pembentuk  puisi?
3.         Apasajakah metode pengajaran puisi?
4.         Apakah pengertian drama ?
5.         Apasajakah unsur-unsur yang membangun drama?
C.     Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:
1.         Mengetahui hakikat puisi.
2.         Mengetahui unsur-unsur pembentuk puisi.
3.         Mengetahui pengajaran puisi.
4.         Mengetahui pengertian drama.
5.         Mengetahui unsur-unsur yang membangun drama

D.    Manfaat
1.         Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pembelajaran sastra khususnya pengetahuan tentang puisi dan drama.
2.         Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman atau wawasan tentang metode pengajaran drama dan puisi, serta memberikan sumbangan pikiran terhadap tenaga pengajar, khususnya pada pengajaran drama dan puisi.






















BAB II
PEMBAHASAN

            A. Hakikat Puisi
1.       Pengertian Puisi
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu Poeima yang berarti membuat, Poeisis yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggis disebut Poem atau Poetry. Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminuddin 2011: 134 ).
Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2011: 134), Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Ketika kita membaca suatu puisi sering kali kita merasakan ilusi tentang keindahan, terbawa dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana-suasana tertentu.
Slametmuljana (dalam Waluyo, 1995: 23), menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Batasan yang diberikan Slametmuljana tersebut berkaitan dengan struktur fisik saja.
Coleridge (dalam Pradopo, 2010: 6), mengemukakan bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Carlyle, puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan puisi memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Shelley, mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Menurut Pradopo (2010: 7), puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ungkapan hati penyair dari keseluruhan pengalaman hidup yang menggunakan bahasa yang khas dalam penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam dengan menggunakan kolaborasi antara pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan karya yang sarat makna.

B.     Unsur Pembentuk Puisi
Menurut Waluyo (1995: 71), hakikat puisi disebut struktur batin sedangkan metode puisi disebut struktur fisik. Adapun wujud konkret hakikat puisi adalah pernyataan batin penyair, sedangkan metode adalah struktur pembangun bentuk kebahasaan puisi.
a)        Struktur Fisik Puisi
Unsur-unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur fisik puisi meliputi: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi dan tata wajah puisi (tipografi). Berikut akan diuraikan unsur-unsur fisik puisi.
·         Diksi (Pilihan Kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Oleh sebab itu, disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan kata-kata tersebut. Hendaknya disadari bahwa kata-kata dalam puisi bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu.
·         Pengimajian
Ada hubugan erat antara diksi, pengimajian dan kata konkret. Diksi yang terpilih harus menghasilkan pengimajian yang dapat dihayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Puisi seolah-olah mengandung gema suara, benda yang tampak, atau sesuatu yang dapat dirasakan, diraba, atau disentuh. Oleh karena itu, pengimajian berhubungan erat dengan diksi dan kata konkret.
Menurut Effendi (dalam Waluyo, 1995: 80), pengimajian dalam puisi dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian dan dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
Menurut Situmorang (dalam Sugihastuti, 2009: 43), membagi imajinasi menjadi delapan yaitu:
-          Pertama, imajinasi visual yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat. Kedua, imajinasi auditory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah mendengar.
-          Ketiga, imajinasi articulatory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca mendengarkan bunyi-bunyian dengan artikulasi tertentu pada bagian mulut.
-          Empat, imajinasi olfaktory yaitu imajinasi penciuman atau pembauan.
-          Lima, imajinasi gustatory yaitu imajinasi pencicipan, pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu.
-          Enam, imajinasi tactual yaitu imajinasi rasa kulit atau pembaca seolah-olah mengalami sesuatu di kulit.
-          Tujuh, imajinasi kinastetik yaitu imajinasi gerakan tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat otot-otot tubuh.
-          Delapan, imajinasi organik yaitu imajinasi badan yang menyebabkan kita merasakan atau melihat badan lesu, loyo, lemas dan sebagainya.

b)      Kata Konkret
Kata konkret ialah kata-kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan dengan jitu akan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisinya. Jika imajinasi pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau kejadian yang dilukiskan oleh penyair.

c)      Bahasa Figuratif (Majas)
Menurut Waluyo (1995: 83), bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Pendapat lain dikemukakan oleh Pradopo (2010: 62), adanya bahasa kiasan ini menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Bahasa kiasan atau majas dibagi menjadi tujuh yaitu: perbandingan, metafora, perumpamaan epos, personifikasi, metonimi, sinekdoki dan alegori.
Fungsi dan kedudukan gaya bahasa atau majas dikemukakan oleh Ratna (2013: 58), puisi merupakan struktur gaya bahasa karena dalam puisi tidak menampilkan cerita, puisi hanya melukiskan tema, irama, rima dan gaya bahasa yang melekat. Oleh karena itu, gaya bahasa menjadikan puisi lebih segar, menarik dan mempunyai kedalaman makna. Hal inilah yang menjadikan pembeda antara puisi dengan ilmu pengetahuan sebagai manifestasi pikiran yang harus dikemukakan secara jelas.

d).  Versifikasi
Dalam puisi terdapat bunyi yang disebut rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau pada keseluruhan baris atau bait puisi.
Menurut Waluyo, ritma adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi dengan adanya pengulangan bunyi, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi puisi akan semakin merdu dan indah jika dibaca. Selanjutnya Slamet Mulyana, menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi atau rendahnya suara, panjang atau pendek, keras atau lemah yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap, metrum dalam puisi sulit untuk ditentukan, namun dalam membaca puisi metrum peranannya sangat penting. Suku kata dalam puisi biasanya diberi tanda, manakah yang mendapat tekanan keras dan mana yang mendapat tekanan lemah untuk dibacakan.

e). Tipografi
Tipografi merupakan bentuk atau perwajahan puisi. Hal inilah yang membedakan antara puisi dengan prosa. Puisi berbentuk bait, larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf. Baris puisi tidak harus bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan dan hal ini tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa.



F).         Struktur Batin Puisi
Waluyo, menyebut struktur batin dengan istilah hakikat puisi. Struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Penjelasan struktur tersebut adalah sebagai berikut.

·         Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan dengan tuhan maka puisinya bertema ketuhanan. Macam-macam tema menurut Waluyo yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme atau kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial.

·         Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Apakah penyair ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersifat lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.

·         Perasaan
Dalam menciptakan puisi, perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca atau penikmat terhadap sesuatu hal atau peristiwa yang dirasakan oleh penyair, maka penyair menyajikan ciptaannya dengan mengemukakan penggambaran sedemikian rupa sehingga penikmat seakan akan digiring kepada suatu keadaan dengan perasaan tertentu pula. Perasaan seperti inilah yang disebut dengan rasa atau feeling dalam puisi.

·         Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat dapat ditemukan setelah mengetahui tema, perasaan, nada, dan suasana puisi. Amanat dimaknai sebagai nasehat yang ditangkap oleh pembaca setelah membaca puisi.

C.    Fungsi Pengajaran Puisi
Menurut Damono (2000: 12), fungsi mempelajari puisi yaitu belajar dari segala macam sejarah yang muncul dalam puisi. Penciptaan sebuah puisi tentunya mencerminkan kehidupan pada zaman tertentu, dari kebaikan, moral dan etika yang memberikan dampak positif bagi kehidupan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Gani (dalam Ismawati, 2013: 62), tujuan pengajaran puisi adalah membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan serta menangkap isyarat-isyarat kehidupan. Cakupan pengajaran apresiasi puisi sedikitnya mencakup 4 aspek yakni; (1) menunjang keterampilan berbahasa,
(2) meningkatkan pengetahuan budaya,
(3) mengembangkan rasa dan karsa, dan
(4) pembentukan watak.
Tahapan dalam mengapresiasi sebuah puisi, hal pertama yang harus dilakukan dalam apresiasi puisi yaitu tahap penjelajahan kemudian tahap penafsiran dan tahap pengkreasian. Tahap penjelajahan dilakukan dengan kegiatan membaca puisi agar dikenal dan dipahami. Tahap penafsiran yaitu menganalisis unsur-unsur pembangun puisi sampai pada pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan puisi. Tahap pengkreasian yaitu mengekspresikan kembali puisi yang dipelajari dalam bentuk lain atau menciptakan karya sastra sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tahap ini merupakan tingkat apresiasi yang paling tinggi.

D.    Pembelajaran Puisi
Pembelajaran apresiasi puisi tidak lepas dari kegiatan cipta sastra, menikmati dan mengambil pengalaman atau amanat dari puisi. Pembelajaran puisi bukanlah sekadar memindahkan pengetahuan guru kepada anak didik namun juga mengajarkan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam puisi. Menurut Rahmanto (dalam Ismawati, 2013: 64), hal terpenting dalam pengajaran puisi di kelas adalah menjaga agar suasana tetap santai. Jangan sampai seorang guru atau siswa merasakan awal pelajaran sebagai sesuatu yang menegangkan atau terlalu kaku. Puisi tidak berbeda dengan bentuk-bentuk sastra lain yang menyampaikan pesan dengan bantuan kata-kata. Kata-kata itu memang kadang-kadang mengandung berbagai arti dan disusun dengan pola ketatabahasaan yang khusus agar lebih indah, padat, dan bermakna dalam. Dalam mengajak para siswa untuk memahami dan menikmati puisi hendaknya guru tidak terlalu tergesa-gesa membebani para siswa dengan istilah-istilah teknis seperti gaya bahasa metafora, hiperbola, personifikasi. Istilah-istilah ini hanya akan dihafalkan dan akan melelahkan ingatan.
Pembelajaran puisi bertujuan membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan menangkap isyarat-isyarat kehidupan. Untuk dapat menghargai secara wajar pengalaman-pengalaman yang tertuang dalam sebuah puisi, kita harus mendekati dan menggaulinya secara intensif. Tujuan pengajaran puisi adalah memperoleh pengalaman mengapresiasi puisi, pengalaman berekspresi dengan puisi, dan memeroleh pengetahuan dan sikap yang baik terhadap puisi. Dalam perinciannya tentu saja tujuan itu disesuaikan dengan siswa yang akan belajar puisi. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran apresiasi puisi ialah:
a)        Peserta didik hendaknya memeroleh kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan sekitarnya sehingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan dan pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain, serta masalah-masalah kehidupan sekitarnya.
b)        Peserta didik hendaknya memeroleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi hingga tumbuh keinginan membaca dan mempelajari puisi pada waktu senggangnya.
c)        Peserta didik hendaknya memeroleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi hingga tumbuh keinginan memadukannya dengan pengalaman pribadinya yang diperoleh di sekolah kini dan mendatang.

Pada hakikatnya tujuan pembelajaran puisi adalah menanamkan rasa peka terhadap karya sastra, sehingga tumbuh rasa bangga, senang, atau haru. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran sastra khusus puisi berusaha mengakrabkan peserta didik diberbagai tingkat pendidikan dengan konvensi-konvensi puisi modern, harus mengembangkan kepekaannya terhadap konvensi itu, sehingga peserta didik mengenal unsur-unsur dasar yang luas tersebar dalam puisi modern. Konvensi yasng dimaksud menyangkut latar belakang lingkungan masyarakat pemakai bahasa dan budaya tertentu, dan keakraban dibidang ini akan menumbuhkan sikap yang apresiatif.
Sesuai dengan tujuan pengajaran puisi yang telah di ungkapkan di atas yaitu memperoleh pengalaman mengapresiasi puisi, pengalaman berekspresi dengan puisi, dan memeroleh pengetahuan dan sikap yang baik terhadap puisi. Menurut Rusyana (dalam Alfiah, 2009: 84), langkah-langkah pembelajaran yang dapat dilakukan saat mengajarkan puisi yaitu:
1.      Mempelajari puisi yang akan dibawakan
Guru hendaknya terlebih dahulu mempelajari puisi yang akan dibawakan atau diajarkan. Dengan mempelajari puisi yang akan dibawakan guru akan mempunyai pegangan. Ia memeriksa bagian-bagian mana yang memerlukan keterangan dan bagian mana yang tidak. Ia akan dapat menentukan aspek manakah dari puisi yang memerlukan perhatian khusus. Salah satu hal yang sangat penting adalah menemukan pendekatan dalam puisi, yaitu apakah penyair dalam puisinya menunjukkan kata-kata kepada seseorang, ataukah kepada kemanusiaan pada umumnya, apakah puisi menyajikan suatu percakapan dengan orang lain atau suatu monolog dengan diri sendiri.
2.      Menentukan kegiatan yang akan dilakukan
Setelah guru mengenali puisi yang akan dibawakan, ia menentukan kegiatan apa yang akan dilakukannya di dalam kelas. Guru bisa berpendapat beberapa puisi akan langsung saja dibaca oleh guru dan siswa, tanpa memberikan keterangan apa-apa. Ada pula puisi yang dianggapnya memerlukan pengantar sebelum dibawakan. Demikianlah guru menentukan kegiatan yang akan dilakukan di kelas seperti: guru membacakan puisi dan siswa mendengarkan, siswa membaca nyaring sendiri atau dalam paduan membaca puisi, siswa bertukar pengalaman tentang puisi yang mereka baca, siswa dan guru berdiskusi dll. Kegiatan mengenal puisi dan menentukan apa yang akan dilakukan adalah kegiatan guru sebelum masuk kelas. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan guru dan siswa di dalam kelas.
3.      Memberikan pengantar pengajaran
Sebelum masuk ke dalam kegiatan pengajaran puisi, guru memberikan pengantar yang maksudnya menarik perhatian siswa pada pokok yang akan dipelajari. Caranya bermacam-macam, bergantung pada pengalaman guru tentang puisi yang akan dibawakan. Pengantar ini hendaknya benar-benar mengantarkan siswa ke dalam suasana yang diharapkan terjadi pada kegiatan pengajaran selanjutnya.
4.      Menyajikan bahan pengajaran
Dalam menyajikan bahan pengajaran terlebih dahulu guru hendaknya menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan. Puisi harus menjadi sumber kenikmatan bagi siswa. Oleh karena itu penyajiannya pun harus menyenangkan. Puisi itu pada dasarnya untuk didengarkan, oleh karena itu siswa hendaknya berkenalan dengan puisi secara lisan. Dalam penyampaian secara lisanlah bunyi, irama dan tekanan dapat ditangkap dan diapresiasi oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu membacakan puisi dengan baik untuk keperluan menyampaikan puisi kepada siswanya. Akan tetapi guru harus berusaha agar siswa tidak menjiplak bacaannya itu. Oleh karena itu, siswa hendaknya dirangsang untuk membaca nyaring sesuai dengan caranya sendiri.
5.      Mendiskusikan puisi yang telah dibaca
Diskusi dilakukan untuk lebih mendalami puisi yang telah dibaca, dalam diskusi tentang puisi yang telah dibacakan ditanyakan misalnya: Siapakah yang bicara dalam puisi itu? Kepada siapa pembicaraan ditujukan? Bagaimana gambaran keadaannya? Apa yang telah ia perbuat? Apa yang dipikirkannya? Apa yang ingin diperbuatnya? Apa ia merasa bahagia, ketakutan atau kesepian? Dengan melakukan diskusi terhadap puisi, siswa akan lebih mengetahui dan memahami tentang puisi yang telah mereka baca.
6.      Memperdalam pengalaman
Guru berusaha agar siswa memperdalam pengalaman mereka tentang puisi yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca puisi dengan nyaring, agar mereka dapat lebih merasakannya. Akan tetapi, siswa harus terlebih dahulu mempersiapkannya dan melakukan latihan membaca puisi. Kegiatan membaca puisi dapat dirangsang dengan berbagai cara misalnya: mengadakan acara pembacaan puisi dan pemberian penghargaan kepada pembacaan yang menunjukkan penafsiran dan penghayatan yang sesuai dengan isi puisi yang dibacakan.
Pandangan lain dikemukakan oleh Ismawati (2013: 68), model yang tepat dalam apresiasi puisi yaitu dengan melakukan kegiatan yang nyata melalui demonstrasi atau pemodelan. Hal ini dapat memberikan perspektif dan pemahaman yang sama setiap peserta didik.
·         Berikan puisi yang isi atau temanya sesuai dengan mental age peserta didik
·         Ajaklah peserta didik menikmati secara langsung yaitu dengan memahami puisi
·         Setting-lah suasana kelas yang santai dan penuh kesyahduan dengan irama musik instrumental
·         Gunakan model yang dianggap mahir atau mampu dalam membaca puisi
·         Berikan waktu pada peserta didik untuk mengomentari atau menanggapi pembacaan puisi.

E.     Pengertian Drama
Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario, tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur esensial sebuah “seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.

Drama dalam perkembangannya mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Selanjutnya, Rahmanto (dalam Rosdiana,2002: 9) mendefinisikan drama sebagai bentuk karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya, yang diperagakan di atas panggung (pentas). Ia menegaskan bahwa drama yang dipentaskan itu mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan yang mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.
Drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran dan perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata. Drama adalah penyajian atau peragaan (peniruan) semua kejadian atau cerita. Drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Selain itu, drama adalah cerita yang dipanggungkan.
umumnya drama-drama itu berbentuk Closet drama, yaitu drama untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan. Di dalamnya kurang sekali aksi ataupun pertunjukkan watak, melainkan banyak sekali percakapan. Namun, rata-rata drama itu pernah juga dipertunjukkan di atas panggung.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sumber di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Drama adalah cabang seni,
·         Drama dapat berbentuk prosa atau puisi,
·         Drama mementingkan dialog, gerak, dan perbuatan,
·         Drama adalah lakon yang dipentaskan di atas panggung,
·         Drama adalah seni menggarap lakon-lakon, mulai penulisan hingga pementasannya,
·         Drama membutuhkan ruang, waktu, dan penonton,
·         Drama adalah gambaran hidup yang disajikan dalam gerak,
·         Drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati.


F.     Unsur-unsur yang Membangun Drama
Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra tersebut. Misalnya; agama, ekonomi, kebudayaan, maupun adat istiadat.
Adapun unsur intrinsik yang membangun karya sastra drama yaitu
a)      Tema
Tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu yang membentuk dan membangun dasar bahkan gagasan utama dari suatu karya fiksi.
Selanjutnya dikatakan bahwa tema pokok pikiran atau dasar cerita. Selain itu, tema juga tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tujuan yang hendak dicapai oleh pengarang. Jadi, dalam pengertian tema tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca.
Tema dalam sebuah drama memerlukan kepekaan dan pemahaman yang tinggi. Kepekaan dan pemahaman itu dapat diperoleh dengan adanya usaha untuk memahami informasi-informasi penting yang terdapat pada drama tersebut.

b)      Latar (setting)
Latar atau setting adalah merupakan latar belakang fisik, unsur tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita. Akan tetapi, latar sebuah cerita itu akan berkaitan dengan hal seperti adat istiadat, agama, dan lain sebagainya yang berhubungan dan hendak diceritakan. Latar merupakan pemandangan yang dipakai dalam pementasan drama, seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan.
Pemilihan latar atau setting yang baik itu dapat membentuk tema dan plot tertentu. Setting atau latar dapat mencakup hal yang lebih luas lagi, seperti tingkat pendidikan pelaku, usia, bahkan jenis kelamin. Pemilihan latar seperti ini hendaknya berkaitan dengan peristiwa yang terjadi seperti dalam cerita.

c)      Penokohan
Perwatakan atau penokohan ialah tokoh pemain dalam karya susastra yang hanya diungkapkan satu segi wataknya, tidak dikembangkan secara maksimal, dan apa yang dilakukan atau dikatakannya tidak menimbulkan kejutan pada pembaca.

d)      Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil oleh pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Namun hal itu harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi. Sebab sebuah drama yang diangkat oleh si pengarang adalah merupakan pandangan pengarang terhadap kehidupan.
Secara struktural lakon atau cerita drama terdiri atas lima bagian,yakni:
·         Pemaparan atau eksposisi yaitu bagian lakon drama yang berisi pembeberan atau penjelasan mengenai situasi awal suatu cerita. Pada bagian ini, akan ditampilkan hal-hal yang berhubungan dengan waktu, tempat, serta aspek-aspek psikologis tokoh. Melalui bagian inilah tema cerita atau sering disebut pula dengan premis diperkenalkan demikian rupa sehingga penonton atau penikmatnya mengetahui konflik. Walaupun selama berlangsung pemaparan tersebut, situasi masih dalam keseimbangan artinya belum terjadi konflik yang sebenarnya.
·         Penggawatan atau komplikasi yaitu drama yang secara jelas menunjukkan adanya konflik yang sebenarnya. Dalam bagian ini tampak keseimbangan mulai terganggu, terutama karena adanya atau munculnya perbuatan-perbuatan perangsang. Pada bagian inilah pengarang mempertemukan protagonis dengan antagonis untuk membranous konflik yang merupakan dasar sebuah cerita drama.
·         Puncak atau klimaks yaitu bagian cerita yang merupakan puncak ketegangan cerita, merupakan titik perselisihan paling tinggi antara protagonis dengan antagonis. Bagian ini merupakan bagian cerita paling penting. Dengan demikian, sudah tidak mungkin diperhebatkan lagi.
·         Peleraian atau anti klimaks yaitu bagian tempat pengarang mengetengahkan pemecahan konflik.
·         Penyelesaian atau konklusi yaitu bagian cerita yang berfungsi mengembalikan lakon pada keseimbangan awal.













BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan puisi adalah ungkapan hati penyair dari keseluruhan pengalaman hidup yang menggunakan bahasa yang khas dalam penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam dengan menggunakan kolaborasi antara pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan karya yang sarat makna.
Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya.
drama yang dipentaskan itu mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan yang mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.
Pada dasarnya pembelajaran sastra atau puisi haruslah dengan model, metode dan teknik yang nyata yaitu dengan melibatkan peserta didik secara langsung dalam memahami dan mengkaji puisi, dengan begitu siswa dapat menemukan arti atau amanat dari puisi yang dipelajari.

B.     Saran
Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi mengenai teori dan pengajaran puisi selain makalah ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam mencari referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA

Alfiah. 2009. Pengajaran Puisi Sebuah Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Damono, Sapardi Djoko. 2000. Priyayi Abangan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Dola, Abdullah. 2007. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Makasar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti. 2009. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.