Kamis, 28 Desember 2017

ANALISIS CERPEN ‘’PEREMPUAN BERCAHAYA’’ FIXS


ANALISIS CERPEN ‘’PEREMPUAN BERCAHAYA’’

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi


Dosen Pengampu      : Dra. Ani Diana, M.Hum.


Disusun Oleh:

1.      Ana Wahyu Kusniati            NPM   14040004
2.      IntanSitiSoleha                      NPM   14040023
3.      LusiMiftahulBaroroh           NPM   140400
4.      Marliana                                NPM   140400


 



















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
            Karya sastra merupakan gambaran pencerminan dari kehidupan sosial masyarakat. Demi efektivitas pengungkapan, bahasa sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi, dan diberdayakann sedemikian rupa melalui stilistika. Oleh karena itu, bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra (Wellek dan Warren, 1989: 15), yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori yang tidak beraturan dan tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks lain atau karya sastra yang diciptakan sebelumnya. Style, 'gaya bahasa' dalam karya sastra merupakan sarana sastra yang turut memberikan kontribusi signifikan dalam memperoleh efek estetik dan penciptaan makna. Style membawa muatan makna tertentu. Setiap diksi yang dipakai dalam karya sastra memiliki tautan emotif, moral, dan ideologis di samping maknanya yang netral (Sudjiman, 1995: 15-16).
Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita.Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat prismatis dan penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
            Kumpulan cerpen Perempuan bercahaya karya Rina Ratih (2011), yang terdiri dari 6 judul, merupakan kumpulan cerpen yang mengangkat persoalan persoalan yang dihadapi oleh kaumnya sehingga cerpen cerpennya berupa sosok perempuan yang subtansial. Dari segi penokohan, cerpen-cerpen Ratih dapat dikelompokan menjadi dua. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kelompok perempuan pertama adalah perempuan yang menjadi istri pertama,sedangkan dalam kelompok perempuan kedua adalah perempuan yang menjadi istri nomor dua, istri simpanan, ataupun perempuan selingkuhan.Hampir semua cerpen menghadirkan perempuan kelompok pertama. Hal itu dapat dilihat pada tokoh Ti dalam “Perempuan Bercahaya”, si anonim dalam “Perempuan kedua”, tokoh Mona dalam “Perempuan Pengambil Hati”, tokoh kasih dalam “Perempuan Pemuja ketampanan” , tokoh Lasmi dalam “Malaikat Penjaga Perempuan”, dan tokoh Nurlita dalam “Perempuan itu Bernama Evie”.
            Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih perlu diteliti karena setiap susunan perkataan yang terjadi dalam cerpen ini dibungkus dengan gaya bahasa yang dapat menghidupkan kalimat dan cerita sehingga menarik untuk dibaca. Terlihat pada salah satu kutipan berikut: “kurengkuh dayung bersama laki laki yang kucintai sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat. Panorama tampak indah alun gelombang dimalam hari di bawah cahaya bulan adalah gambaran rumah tanggaku” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa terdapat penggunaan majas personifikasi, yaitu benda mati diibaratkan seolah-olah melakukan kegiatan bersifat kemanusiaan. Frasa gelombang di malam hari dianggap seolah-olah hidup dan dapat melakukan suatu kegiatan.Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dikaji lebih mendalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih yang diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika Indonesia dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2011.

B.     RumusanMasalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
2. Bagaimanakah bahasa kiasan personifikasi dan metafora, dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?

C.    Tujuanpenelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang.
1. Gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.
2. Bahasa kiasan personifikasi dan metafora dalam cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.

D.    ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan manfaat dalam segi gaya bahsa
2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipelajari lebih dalam untuk kajian atau memperdalam pengetahuandimanfaatkan
3. Bagi pengajar, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran memahami dan menerapkan gaya bahasa dalam suatu kaliamat atau karya sastra.




BAB II
LANDASAN TEORI

            Stilistika adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam kamus linguistik, stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunaka dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan (Kridalaksana, 2001: 202). Gaya bahasa menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Dalam karya sastra efek ini adalah efek estetik yang akan membuat karya sastra akan memiliki nilai seni. Nilai karya sastra bukan semata-mata disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga karena gaya cerita atau penyusunan alurnya. Namun demikian gaya bahasa sangat besar sumbangannya kepada pencapaian nilai seni karya sastra. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang stile. Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu hal yang akan dikemukakan (Abrams lewat Nurgiyantoro, 1994: 276). Stile atau gaya bahasa merupakan cara ekspresi kebahasaan oleh pengarang. Pradopo (1994) menyebutkan bahwa gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya. Dengan kata lain bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara bertutur secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau efek puitis.
            Analisis stilistika merupakan sebuah metode analisis karya sastra. Analisis karya sastra ini bertujuan untuk menggantikan kritik yang sifatnya subjektif dan impresif dengan analisis stile yang sifatnya obyektif dan ilmiah. Untuk memperoleh bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus dikaji tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra. Kajian stile dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra untuk mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan (estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.Abrams dalam Nurgiyantoro (1994: 289) mengemukakan bahwa unsur stile (stylistic feature) terdiri dari unsur fonologi, unsur sintaksis, unsur leksikal, unsur retorikal (rhetorical berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencintraan, dan sebagainya). Suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis adalah unsur retorika. Macam-macam unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasan, struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam makalah ini penulis hanya menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan dalam bahasa Indonesia ada bermacam-macam menurut Keraf (2006: 115-145). Namun hanya beberapa jenis majas yang sering dipergunakan pengarang dalam karya sastra. Diantaranya majas :
1. Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait
2. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135)
3. Personifikasi adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)
4. Metafora adalah majas perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata pembanding (Keraf, 2006 : 138).
            Menurut Tarigan (1984:153) menjelaskan bahwa:
berhasil tidaknya seorang pengarang fiksi justru tergantung pada kecakapannya mempergunakan majas atau gaya bahasa dalam karyanya. Penggunaan  majas ini sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, pendidikan, pengalaman, temperamen keterampilan serta kecakapan para pelaku itu yang secara tidak langsung menuturkan cerita tersebut. Selain itu, pengarang juga sering kali mempergunakan aneka majas seperti metafora, personifikasi, ironi alegori dan lain sebagainya untuk menjadikan sebuah cerita lebih menarik dan memiliki nilai rasa yang tinggi.
            Gorys Keraf (2009:112-113) Menyatakan bahwa
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.Walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu:
·         AliranPlatonik
Menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style.
·         Aliran Aristoteles
Menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap ungkapan.












BAB III
PEMBAHASAN

A.    Gaya Bahasa Paralelisme
Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa. Gaya bahasa paralelisme yang terkandung di dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya:
 Perempuan Bercahaya:
1. “Rindu ia menjadi imam di setiap shalatku, rindukan ia melafadzkan ayat ayat suci, rindukan diriku bersimpuh dan mencium tangannya seusai sholat”(hal 2)
2. “Mengapa Mimpi jauh itu melambung? Mengapa suamiku itu begitu jauh kurengkuh untuk bersama sama menjalankan perintah Allah?”(hal 4)
3. “Aku semakin sadar apa yang telah terjadi dan apa yang telah aku lakukan”(hal 7)

B.     Gaya BahasaHiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya juga ditemukan beberapa gaya bahasa hiperbola:
Perempuan Bercahaya
1. “Kurengkuh dayung bersama laki laki yang kucintai sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat.”(hal 2)
2. “Panorama tampa indah, alun gelombang di malam hari dibawah cahaya bulan adalah gambaran rumah tanggaku.”(hal 2)

C.     Gaya BahasaPersonifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda mati dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Bahasa Kiasan Personifikasi dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih terdapat pada:
 Perempuan Bercahaya
1. “Kuelus nisan yang bertuliskan namanya, tergambar segala kebaikan, kesetiaan, kejujurannya, tetapi air mataku tetap menetes penuh penyesalan”(haal 1).
2. “ Alun gelombang di malam hari dibawah cahaya bulan adalah rumah tanggaku.Tetapi selama berlayar di lautan itu, tak jua rinduku pupus. Mas Ripto memancing dengan mengemudikan kapal”(hal 2)

D.    Gaya BahasaMetafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding. Bahasa kiasan metafora yang terdapat pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya antara lain:
Perempuan Bercahaya
1. “Kami bentangkan layar dan perahu menuju lautan”.(hal 2)
2. “ Matanya yang cekung menerawang, tangannya yang kurus melambai lemah jika memerlukan sesuatu”(hal 3)
3. “Malam membentang hitam. Aku menghitung biji biji tasbih dalam keheningan stiap malam.”(hal 4)
4. “Isakku bertambah keras, bahu terasa terguncang”(hal 7).




















KESIMPULAN

            Gaya bahasa menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Kata sastra cerpen mempunyai nilai estetik yang tinggi yang dituangkan dalam tulisan yang mengandung gaya bahasa atau style. Dalam Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya banyak dijumpai unsur-unsur style dalam penggunaan gaya bahasanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang antara lain; metafora, personifikasi, hiperbola, paralelisme.
·         Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa.
·         Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal.
·         Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda mati dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia.
·         Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding.















DAFTAR PUSTAKA

Ratih, Rina. 2011.Perempuan Bercahaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hendy, Zaidan. 1989. Pelajaran Sastra. Jakarta : Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. “Stilistika”. Makalah Penataran Sastra di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta : Pustaka Utama Graffiti.
Keraf, Gorys.2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia PPustaka Utama..

Rene Wellek & Austin warren.1989. Teori Kesusastaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar