Rabu, 20 September 2017

PUISI PARADENAI

PUISI PARADENAI
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sastra Lampung

Dosen Pengampu : Drs. Muntazir, M.M., M.Pd.


Disusun oleh:
Kelompok 1
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia

1.      ANA WAHYU KUSNIATI                   : 14040004
2.      TRI MAI NINGSIH                               : 14040003
3.      EVI RISKY                                             : 14040005
4.      DIAN ZUNIA NINGRUM                    : 14040006
5.      CINDRA NURI FRANSISKA             : 14040007



 












SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016


HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN OBSERVASI

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sastra Lampung
Program Studi           : Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Disusun Oleh : Semester 4 A
NO
NAMA
NPM
TTD
1
Ana Wahyu Kusniati
14040004

2
Tri Mai Ningsih
14040003

3
Evi Risky
14040005

4
Dian Zunia Ningrum
14040006

5
Cindra Nuri Fransiska
14040007







Disahkan Oleh Dosen Pengampu,
    Mata Kuliah Sastra Lampung


                                                                                   
Drs. Muntazir, M.M., M.Pd.












IDENTITAS NARASUMBER
Narasumber 1
Nama              : Ahmad Siaruddin
Ttl                   : Pertiwi, 08 April 1961
Alamat            : suka negeri jaya kec. Talang padang
Agama            : Islam
Jabatan          : Kepala Pekon
Gelar              : Batin Satiya Marga Tama
Status              : Kepala Pekon suka negeri jaya















Narasumber 2
Nama              : Iskandar Muda
Ttl                   : Way Jaha, 19 Oktober1971
Alamat            : Way Jaha
Agama            : Islam
Jabatan          : Kepala Pekon
Gelar              : Khadin Perdana Kusuma Jaya Iskandar Muda
Status              : Kepala Pekon Way Jaha





















KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikm Wr. Wb.
            Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang ’’Puisi Paradenai’’
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam rangka pengembangan dasar ilmu bahasa indonesia yang berkaitan dengan Sastra Lampung. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan Bahasa secara meluas dan sastra secara lebih luas khususnya sastra lampung. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan bahasa dan sastra.
            Akhirnya kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih. Semoga makalah ini memberi manfaat bagi banyak pihak. Aamiin.
Wassalamu’alikum Wr. Wb.


                                                                                                Pringsewu, 25             April  2016.
Penyusun,


kelompok 1







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... .   i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................    ii
IDENTITAS SUMBER………………………………………………….....   iii
KATA PENGANTAR................................................................................... iiii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iiiii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..........................................................................................
B.     Tujuan dan Kegunaan...............................................................................
C.     Ruang lingkup penelitian...........................................................................

BAB II LAPORAN HASIL SURVE
A.    Pengertian Paradenai.................................................................................
B.     Tujuan dan Kegunaan...............................................................................
C.     Ruang lingkup penggunaan.................................................................. ....
D.    Proses pelaksanaan acara ………………………………………….
E.     Contoh bentuk Paradenai………………………………………….

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................
B.     Saran..........................................................................................................
C.     Lampiran……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya sastrawan-sastrawan muda dari berbagai daerah yang ada di Indonesia--dengan karya-karya mereka yang semakin berkembang dan berwarna--menunjukkan bahwa karya sastra dan sastrawan menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan. Karya sastra dan sastrawan sama-sama memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan dunia sastra. Tema-tema berani yang berisikan kritik banyak memberi warna baru dalam karya para sastrawan muda. Di samping itu, para sastrawan senior pun masih menunjukkan kekonsistenannya dalam menghasilkan karya sastra. Hal itu berarti makin berwarnalah khazanah kesusastraan di Indonesia.

Lampung sebagai provinsi yang secara geografis terletak di ujung selatan pulau Sumatra tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga kaya dengan sumber daya manusianya. Puluhan sastrawan telah lahir di Sai Bumi Ruwa Jurai, negeri yang dihuni oleh dua jenis penduduk, pribumi dan pendatang. Dalam memajukan sastra Indonesia, tidak sedikit sastrawan Lampung yang memberikan kontribusinya terhadap perkembangan sastra, seperti Motinggo Busye, Isbedy Stiawan ZS., Inggit Putria Marga, dan Ari Pahala Hutabarat dan tidak sedikit pula karya-karya mereka yang dijadikan perbincangan oleh para kritikus sastra.
Puisi yang sering kita sebut kata-kata indah yang bermakna dan mengandung pesan kerap kali hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang pemahaman tentang puisi secara baik jarang kita temui pada masyarakat umum dan bahkan pada anak sekolah atau pelajar. Mereka sering sekali mengatakan puisi hanya sebatas kata-kata indah, padahal sejatinya puisi ada yang mengandung kata-kata kasar, serapah, dan mengutuk.

Oleh karena itu, penulis menyusun makalah ini yang berisi materi penjelasan salah satu jenis puisi lampung yaitu puisi Paradenai agar pembaca mengetahui dan memiliki pemahaman yang baik tentang puisi paradenai yang menjadi salah satu sastra lampung yang harus kita ketahui, pahami, serta menambah wawasan kita mengenai sastra lampung agar puisi lampung ini tidak lenyap ditelan zaman.


A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud puisi paradenai ?
2. Apa tujuan dan kegunaan dari puisi paradenai ?
3. Bagaimana Proses Pelaksanaannya?
4. Bagaimana Contoh Bentuk Puisi Paradenai?

B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dan kegunaan penulis membuat makalah ini yaitu:
1. sebagai salah satu tugas mata kuliah sastra lampung
2. Agar  megetahui apa yang dimaksud dengan puisi paradenai
3. Agar  mengetahui tujuan dari puisi paradenai
4. Agar mengetahui bagaimana proses pelaksanaan puisi paradenai
5. Mengetahui contoh puisi paradenai

















BAB II
LAPORAN HASIL SURVE
A. Pengertian Puisi Paradenai
Puisi Paradenai adalah salah satu sastra lampung yang berbentuk puisi lampung yang ducapkan saat upacara penyambutan tamu pada upacara pernikahan secara adat. (narasumber 1).
Puisi paradenai ini adalah puisi yang digunakan untuk menyambut tamu pada upacara pernikahan secara adat. (narasumber 2).
Berdasarkan observasi dari kedua narasumber maka dapat kami simpulkan bahwa, Paradinei/paghadini adalah puisi tradisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya perta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan.
Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.
Pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat, sebelum rombongan tamu (yang terdiri atas arak-arakan) menginjakkan kaki di kediaman tuan rumah, mereka dihadang oleh pihak tuan rumah (yang terdiri atas arak-arakan pula). Acara penghadangan itu dikenal dengan istilah nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu digunakanlah sastra lisan jenis paradinei sebagai media untuk berkomunikasi.



Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya (A. Effendi Sanusi, 1996)
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak memiliki kemungkinan makna.
Berdasarkan fungsinya, puisi Lampung dapat dibedakan atas lima jenis:
1. paradinei/paghadini/tetangguh
2. pepaccur/pepaccogh/wawancan
3. pattun/segata/adi-adi
4. bebandung
5. ringget/pisaan/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahi-wang

Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun), sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.



Paradinei diucapkan oleh juru bicara masing-masing pihak, baik pihak tamu maupun pihak tuan rumah. Di kiri kanan juru bicara terdapat dua orang laki-laki berpakaian adat yang dikenal dengan istilah huleubalang 'hulubalang'. Secara umum, isi paradinei berupa tanya jawab tentang maksud dan tujuan kedatangan (tamu).
Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura' ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan hasil observasi dari kedua narasumber maka disimpulkan
a. Tujuan Puisi Paradenai adalah:
1. tanya jawab pada saat berlangsungnya upacara penyambutan tamu secara adat
2. untuk melestarikan bahasa dan sastra Lampung
3. untuk mendidik masyarakat Lampung agar menghargai sastra daerah. Di bawah ini dikemukakan contoh paradinei yang lazim digunakan dalam acara nebak appeng 'menutup gapura'.
4. untuk menyambut tamu, dan berupa pertanyaan kepada tamu yang diajukan oleh juru bicara. Atau diucapkan saat upacara penyambutan tamu pada upacara pernikahan secara adat.
5. kemudian tamu akan menjawab maksud kedatangannya tersebut

b. Kegunaan Puisi Paradenai adalah:
1. Berguna sebagai salah satu bentuk atau budaya suku lampung ketika akan melaksanakan upacara adat pernikahan.
2. Sebagai salah satu warisan budaya masyarakat lampung
3. Sebagai tonggak untuk mempertahankan budaya atau ciri khas masyarakat lampung, agar tetap terjaga keaslian dan kemurniannya.
4. Mendidik masyarakat agar menghargai sastra daerah.

C. Proses Pelaksanaan Acara Pernikahan
Karena puisi paradenai adalah puisi yang digunakan untuk menyambut tamu dalam rangka acara pernikahan adat lampung, demikian kami akan menyampaikan bagaimana proses pelaksanaan acara pernikahan dalam adat lampung yang menggunakan puisi paradenai sebagai salah satu penyambutannya.
a. Sebelum Pernikahan
Rangkaian Prosesi Pernikahan Nindai / Nyubuk Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepaduan) akan dilakukan acara cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan di balai adat.
Be Ulih – ulihan (bertanya) Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
Bekado Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga. Nunang (melamar) Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6).
Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis tersebut. Nyirok (ngikat) Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut. Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.
Menjeu ( Berunding) Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
Sesimburan (dimandikan) Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
Betanges (mandi uap) Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
Berparas (cukuran) Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acara berparas yaitu menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
b. Saat Pernikahan
Upacara akad nikah atau ijab kabul Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita. Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
 - Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui). setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat.
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
c. Sesudah Pernikahan
Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan.
Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
Tabuhan Talo Balak Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam. Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Dari penjelasan diatas sudah dapat kita lihat bahwa pada adat pernikahan suku lampung ada tiga tahapan yaitu pada saat sebelum pernikahan, saat pernikahan dan sesudah pernikahan.
Dan menurut surve dengan sumber yang kami percaya tepatnya kepala pekon way jaha beliau mengatakan bahwa puisi paradenai digunakan pada urutan saat pernikahan. Dimana nantinya robongan mempelai laki-laki akan datang ke rumah mempelai wanita, dan sebelum ijab qobul dimulai rombongan mempelai laiki-laki akan disambut dengan puisi yang isinya tanya jawab antara juru bicara dari mempelai wanita dan mempelai laki-laki. Disini, pihak wanita akan mengajukan pertanyaan dan kemudian pihak laki-laki lah yang akan menjawab pertanyaan tersebut melalui jru bicaranya masing-masing.


C. Contoh Puisi Paradenai
(dalam bahasa Lampung dialek O)
a. Ucapan juru bicara pihak tuan rumah
Penano cawono pun tabik ngalimpuro
Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo
Ki cawo salah susun maklum kurang biaso

Sikam nuppang betanyo jamo metei sangoiringan
Metei jo anjak kedo nyo maksud dan tujuan
Mak dapek lajeu di jo ki mak jelas lapahan

Sapo sai liyeu di jo mak dapek sembarangan
Tuho atau mudo mustei nutuk aturan
Adat perattei 'jak sako ghadeu pepigho zaman

Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei
Dijago balo-balo gagah serto banei
Sangun prajurit sako gagah serto sattei

Huleubalang sai sang kanan:
Pengiran Panglimo gagah serto sattei
Ngunut lawan mak masso di seluruh penjureu bumei
Lamun mak wawai caro nulei metei mak balik lagei

Huleubalang sai sang kirei:
Dalem Priyayei juragan balak nasseu
Temen mak dikan besei, anying di sebai io talleu
Banei lamun debingei dawah io kimbang tileu

Appeng epak limo tako bedameino mak tunai
Tetek pai appeng ijo appai gham beselesai
Penano pai pun bunyei tangguh sikam
tehadep metei ghuppek sangoiringan
b. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, pun, ya jugo pun, Puskam ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Nambek Puskam pun ...

Penano cawono pun
Sikam sangoiringan anjak anek Labuhanratu
Lapah bidang penyimbang lajeu di bidang sukeu
Lapahan rajo-rajo, meghanai, sebai, mulei
Ago wat sai direcako nutuk titei gemattei
Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei

Temunjang anjak sessat berakkat sanak tuho
Ago hippun mufakat tehadep puaghei di jo
Ki dapek di lem sessat mangi tijjang recako

Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei
Akik jamo Belando lagei dapek bedamei
Ulah pasal appeng mergo tigeh di lawang kurei
Sikam kak sedio uno jahkidah sambuk metei
Sangun kak lakkah caro perattei anjak ghebei

Penanolah sehajo mangi metei ghuppek pandai
Mahap pun ngalimpuro katteu ngemik sai lalai
Sai tatteuno bahaso sikam jo kurang pandai

c. Jawaban juru bicara pihak tuan rumah
Lamun penanokidah gham mak dapek selisih
Ki penano kisah sikam ngucapken terimo kasih

Pasal dau belanjo sikam kak nerimo
Ino appeng mergo mak metei mubo di io
Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho

d. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya pun, ya jugo pun Puskam ....
Sikam permisei netek appeng ijo:
Betuah nikeu punduk netek appeng mergo
lajeu di appeng tiuh
Benahan setakko ngejuk, asal meso ghanglayo,
gham memalah mangi mak rusuh

Ø  Terjemah Bebas Puisi Paradenai
a. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Pertama-tama, kami memohon maaf
Kami mendapat perintah dari para sesepuh
Jika ada kata yang salah mohon dimaklumi

Kami numpang bertanya pada kalian serombongan
Kalian dari mana, apakah maksud dan tujuan
Tidak boleh lewat di sini jika tidak jelas tujuannya

Siapa pun yang lewat di sini tidak bisa sembarangan
Tua atau muda musti mengikuti aturan
Adat-istiadat sejak dahulu, telah beberapa zaman

Ini batas marga hingga gapura rumah
Dijaga hulubalang gagah serta berani
Perajurit terlatih turunan orang sakti

Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti
Mencari lawan tidak dapat di seluruh penjuru bumi
Jika bermaksud tidak baik pasti kalian binasa


Hulubalang yang di kiri:
Dalem Priyayi juragan besar napsu
Ia orang kebal, tetapi pada perempuan ia takluk
Berani kalau malam (jika) siang ia pura-pura tuli

Pagar berlapis-lapis untuk berdamai tidaklah mudah
Potonglah dulu pembatas ini baru kita musyawarah
Hingga ini dulu kata sambutan kami
Terhadap kalian serombongan

b. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Berhadapan dengan Anda ....

Kami serombongan dari kampung Labuhanratu
Terdiri dari para pimpinan klan dan warga adat
Para bapak, ibu, bujang, dan gadis
Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita
Itulah sebabnya kami datang ke sini disertai para kiayi

Berangkat dari balai adat, berangkat tua muda
Ada yang akan dimusyawarahkan dengan kerabat di sini
Andaikan diizinkan, (kita bicara) di balai adat

Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)
Kita anut bersama agar tidak selisih
Sedangkan dengan Belanda, (kita) masih bisa berdamai

Mengenai batas marga hingga (batas) gapura rumah
Kami telah menyiapkan uang adat, ini kami serahkan
Memang telah tata cara kebiasaan sejak dahulu

Begitulah maksud kedatangan kami agar kalian maklum
Kami memohon maaf andaikan ada kekhilafan
Terutama, masalah tutur sapa kami kurang menguasai

c. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Jika demikian, kita tidak bisa selisih
Jika begitu maksud kalian, kami ucapkan terima kasih
Mengenai uang adat dapat kami terima
Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian
Memang sudah tata cara sejak zaman para leluhur



d. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Kami permisi memotong pembatas ini (simbol berupa kain putih):
Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah
Karena mampu maka kita bisa memberi
Biarlah kita mengalah asalkan tujuan tercapai










BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradinei/paghadini adalah puisi tradisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya perta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.
Ø  Tujuan Puisi Paradenai
1. tanya jawab pada saat berlangsungnya upacara penyambutan tamu secara adat
2. untuk melestarikan bahasa dan sastra Lampung
3. untuk mendidik masyarakat Lampung agar menghargai sastra daerah. Di bawah ini dikemukakan contoh paradinei yang lazim digunakan dalam acara nebak appeng 'menutup gapura'.
4. untuk menyambut tamu, dan berupa pertanyaan kepada tamu yang diajukan oleh juru bicara.
5. kemudian tamu akan menjawab maksud kedatangannya tersebut
Ø  Kegunaan Puisi Paradenai
1. berguna sebagai salah satu bentuk atau budaya suku lampung ketika akan melaksanakan upacara adat pernikahan.
2. sebagai salah satu warisan budaya masyarakat lampung
3. sebagai tonggak untuk mempertahankan budaya atau ciri khas masyarakat lampung, agar tetap terjaga keaslian dan kemurniannya.
4. Mendidik masyarakat agar menghargai sastra daerah.






















B. Saran
Sebagai warga yang bertempat tinggal di provinsi lampung, seyogyanya kita tetap menjunjung tinggi budaya lampung, agar kemurnian dan keasliannya masih tetap terjaga. Sehingga nanti anak cucu kita masih dapat menikmati budaya yang dipertahankan.
Sebagai mahasiswa yang mengambil jurusan bahasa dan sastra indonesia, tidak serta merta memfokuskan pada bahasa indonesia saja, kita dapat melihat keindahan bahasa daerah lainnya, sebagai sastra yang dapat kita kaji dan kita amati serta dapat dijadikan sebuah referensi.


















Daftar Pustaka
Sanusi, A. Effendi. 1996. Sastra Lisan Lampung Dialek Abung. Bandar Lampung: Gunung Pesagi.
Muntazir, 2013. Sastra Lampung. STKIP Muhammadiyah Pringsewu: Lampung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar