HAKIKAT ANALOGI
DAN MACAM-MACAMNYA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Logika Bahasa
Dosen Pengampu : Izhar, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 9
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia
1.
ANA WAHYU KUSNIATI :
14040004
2.
YUSUF FEBRI SAPUTRA :
14040034
3.
RAHMAT MAHARDIKA :
14040017
4.
DWI RUANDINI :
14040016
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala Puji bagi Allah yang telah
memberikan Kami kemudahan sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat
pada waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan- Nya mungkin Penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa Sholawat serta Salam Senantiasa
Tercurahkan Kepada Junjungan Kita Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari Zaman Jahiliah ke Zaman yang terang benderang ini.
Makalah
ini memuat materi tentang “Hakikat Analogi dan Macam-macamnya”.
Tidak lupa Kami mengucapkan Terimakasih
Kepada Dosen Pengampu yang telah membantu Kami dalam mengerjakan Makalah ini.
Kami juga mengucapkan Terimakasih Kepada Teman-teman Mahasiswa yang juga sudah
memberi Konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Semoga
Makalah ini dapat memberikan Pengetahuan yang lebih luas kepada Pembaca. Penyusun
membutuhkan Kritik dan saran dari Pembaca yang bersifat membangun, guna
Terciptanya Makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.
Pringsewu, Mei 2016
Penyusun
Kelompok 9
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam
menjelaskan suatu hal yang baru kita terkadang kesulitan untuk mencari kata
yang tepat yang dapat membuat orang yang kita ajak bicara paham akan apa yang
sedang kita jelaskan, untuk itu kita perlu padanan kata yang sudah ada untuk
membuat sesuatu yang baru itu mudah dipahami. Metode menyamakan satu hal dengan
hal yang lain inilah yang disebut dengan analogi.
Jika
dalam penyimpulan generalisasi kita bertolak dari sejumlah peristiwa pada
penyimpulan, maka pada analogi kita bertolak dari satu atau sejumlah peristiwa
menuju kepada satu peristiwa lain yang sejenis.
Apa
yang terdapat pada fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat juga pada
fenomena peristiwa yang lain karena keduanya mempunyai persamaan prinsipal.
Berdasarkan persamaan prinsipal pada keduanya itulah maka mereka akan sama pula
dalam aspek-aspek lain yang mengikutinya.
Pada
makalah ini selain membahas tentang pengertian analogi, juga akan sedikit
menjabarkan mengenai macam-macam analogi, tentang bagaimana cara menilai suatu
analogi, serta membahas analogi yang pincang.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan Analogi?
2.
Apa saja Macam-macam Analogi?
3.
bagaimana Cara menilai Analogi?
4. Apa saja Analogi yang Pincang?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1. Sebagai salah satu tugas mata
kuliah evaluasi pembelajaran
2. Agar mengetahui apa yang dimasud
dengan Analogi
3. Agar mengetahui macam-macam
Analogi
4. Agar mengetahui bagaimana cara
menilai Analogi
5.Mengetahui apa saja Analogi yang
pincang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Analogi
Analogi
adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyampaikan atau memperbandingkan
suatu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
Pemikiran
ini juga biasa disebut pemikiran melalui persamaan atau pemikiran melalui
analogi, atau disebut analogi logis.
Analogi
kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu
fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang
terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain,
demikian pengertian analogi jika kita
hendak memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap
tindakan penyimpulan analogik terdapat 3 unsur yaitu: peristiwa pokok yang
menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat, dan ketiga
fenomena yang hendak kita analogikan.
a. Contoh
dari penyimpulan analogik adalah:
Kita
mengetahui betapa kemiripan yang terdapat antara bumi yang kita tempati ini
dengan planet-planet lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus, Merkurius.
Planet-planet ini kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi, meskipun
dalam jarak dan waktu yang berbeda, semuanya meminjam sinar matahari,
sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam.
Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak
muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi.
Mereka semua sama, merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas
dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut
maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet
tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.
2.2 Macam – Macam Analogi
Analogi
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a.
Analogi Deklaratif
Analogi
deklaratif atau biasa disebut dengan analogi penjelas merupakan metode untuk
menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan
sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analogi deklaratif merupakan
cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan.
Contoh:
Ilmu
pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh
batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak
semua tumpukan batu adalah rumah.
otak
itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni.
Di
sini orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar
dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasaan
tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan
hubungan antara buah ginjal dan air seni.
b. Analogi Argumentatif
Analogi
Argumentatif metode yang didasarkan pada kesimpulan bahwa apabila suatu hal
mempunyai satu atau lebih ciri yang sama seperti terdapat pada suatu hal lain.
Maka ciri-ciri lainnya dari hal yang pertama itu juga dimiliki oleh hal yang
kedua tersebut.
Dengan
kata lain, analogi jenis ini merupakan analogi yang disusun berdasarkan
persamaan principal yang ada pada dua fenomena, kemudia ditarik kesimpulan
bahwa apa yang ada pada fenomena pertama ada juga pada fenomena yang kedua.
Analogi argumentatif juga biasa disebut dengan analogi induktif.
Contoh:
Anjing
hitam menyalak, mengejar orang dan menggigit.
Anjing
coklat menyalak dan mengejar orang.
Walaupun
analogi argumentatif tidak pernah dapat dikatakan “valid”, dalam arti bahwa kesimpulan dari argument-argument itu
bersumber pada premis-premisnya dengan keniscayaan analogikal, namun terhadap
argument-argument analogikal itu kita dapat menyatakan bahwa argument yang satu
lebih meyakinkan ketimbang yang lainnya. Analogi argumentatif dapat dinilai
berdasarkan probabilitas tentang sejauh mana argument tersebut mendukung
kesimpulannya.
2.3 Cara Menilai Analogi
Dalam
sebuah analogi, diperlukan alat ukur untuk mengukur keterpercayaan dari analogi
tersebut. Adapun untuk mengukur keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui
dengan alat berikut:
1.
Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin
besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf
keterpercayaanya. Semisal si A menggunakan jasa sebuah biro penerbangan dan
ternyata pelayanannya tidak memberikan kepuasan pada si A, maka atas dasar
analogi, si A menyarankan kepada temannya untuk tidak menggunakan biro
penerbangan yang sama dengan yang digunakan tadi. Analogi si A akan semakin
kuat dengan adanya si B yang juga tidak merasa puas dengan biro penerbangan
tersebut. Analogi menjadi semakin kuat lagi setelah ternyata si C, D, E, F dan
G juga mengalami hal yang serupa.
2. Sedikit
banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.
Contohnya:
tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru
saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli
di toko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi
misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.
3.
Sifat dari analogi yang kita buat.
Sebagai
contohnya apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat
menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B yang sama dengan mobil
kita akan bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka analogi demikian
cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan
menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita
mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan
baakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat
analogi itu.
4.
Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang
dianalogikan.
Semakin
banyak pertimbangan atas unsu-unsurnya yang berbeda semakin kuat keterpercayaan
analoginya. Konklusi yang kita ambil bahwa Zaini pendatang baru di Universitas
X akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari universitas
tersebut juga merupakan sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita
mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya. A,B,C,D
dan E yang mempunyai latar belakang yang berbeda dalam ekonomi, pendidikan
SLTA, daerah, agama, pekerjaan orang tua toh kesemuanya adalah sarjana yang
ulung.
5.
Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila
tidak relevan sudah barang tentu analogikanya tidak kuat dan bahkan bias gagal.
Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan
bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya
serta jumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli
ternyata dapat menempuh 15 km setiap liter bahan nakarnya, maka analogi serupa
adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan demikian harus
didasarkan atas unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya silinder, kekuatan
daya tariknya serta berat dari bodinya.
Analogi
yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat dari pada analogi
yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan. Penyimpulan seorang
dokter bahwa untuk mengobati tuan B adalah sebagaimana yang telah dilakukan
terhadap tuan C karena keduanya menderita tanda-tanda terserang penyakit yang
sama dank arena jenis darahnya sama, jauh lebih kuat disbanding jika mendasrkan
pada paersamaan lebih banyak tetapi tidak
relevan, misalnya karena umurnya, bintang kelahirannya, latar belakang
pendidikannya, warna kulitnya, jumlah anaknya dan kesukaannya.
Analogi
yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal.
Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi ini cukup
terpercaya kebenarannya. Kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat
tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena panas, rel tetap
pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan yang kuat bahwa rangka rumah
yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari bahaya melengkung bila kena
panas, karena kita telah menyuruh tukang untuk memberikan jarak pada tiap
sambungannya. Di sini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa
karena besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan
besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analogi
yang bersifat kausal memberikan keterpercayaan yang kokoh.
2.4 Analogi yang Pincang
Meskipun
analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak semua penalaran
analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah yang tidak
memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita
menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang
tidak tepat.
1.
Contoh kekeliruan pada analogi induktif adalah sebagai berikut:
Saya
heran mengapa orang takut bepergian dengan pesawat terbang karena sering
terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit meminta korban. Bila
demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena hamper semua
manusia menemui ajalnya di tempat tidur.
Di
sini naik pesawat terbang ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang menyebabkan
maut. Sedangkan orang tidak takut tidur di tempat tidur karena jarang sekali
atau boleh dikatakan tidak pernah ada orang menemui ajalnya karena kecelakaan
tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan disebabkan kaecelakaan
tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya. Jadi di sini orang
menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
2.
Berikut contoh kekeliruan pada analogi deklaratif:
Negara
kita sudah sangat banyak berutang. Dengan pembangunan 5 tahun kita harus
menumpuk utang terus menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan 5 tahun ini
memaksa rakyat dan bangsa Indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin
tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara,
kita tidak ingin tenggelam dan mati bukan? Karena itu kita lebih baik tidak
naik kapal sarat itu. Kita tidak perlu melaksanakan pembangunan 5 tahun.
Di
sini seseorang tidak setuju dengan pembangunan 5 tahun yang sedang dilaksanakan
dengan analogi yang pincang. Memang Negara kita perlu melakukan pinjaman untuk
membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat
meningkatkan devisa Negara. Dengan demikian penghasilan per kepala akan meningkat dibanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke
tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara di
sini hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi
positif dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.
3. Sebuah
analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan berikut:
Orang
yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang mengayuh biduk ke pantai. Semakin
ringan muatan yang ada dalam biduk semakin cepat ia akan sampai ke pantai.
Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan pada biduk yang sedang
dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menuju pantai. Agar tujuan orang yang
belajar lekas sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP dihapus.
Analogi
ini pincang karena hanya memperhatikan beban yang harus dibayar oleh setiap
pelajar, tidak memperhitungkan manfaat
kewajiban membayar SPP secara keseluruhan.
Analogi
pincang model kedua ini amat banyak digunakan dalam perdebatan maupun dalam
propaganda untuk menjatuhkan pendapat lawan maupun mempertaahankan kepentingan
sendiri. Karena sifatnya seperti benar analogi ini sangat efektif pengaruhnya
terhadap pendengar.
BAB III
KESIMPULAN
Merujuk
pada uraian singkat mengenai analogi di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
Analogi
adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyampaikan atau memperbandingkan
suatu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
Terdapat
3 unsur dalam penyimpulan analogik, yaitu: peristiwa pokok yang menjadi dasar
analogi, persamaan principal yang menjadi pengikat, dan ketiga fenomena yang
hendak kita analogikan.
Macam
analogi ada dua, yakni analogi deklaratif dan analogi argumentatif.
Dalam
menilai keterpercayaan suatu analogi hendaknya melihat factor-faktor berikut:
Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, sedikit banyaknya
aspek-aspek yang menjadi dasar analogi, sifat dari analogi yang kita buat, ada
tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan, serta
Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Analogi
yang pincang merupakan penalaran induktif yang tidak memenuhi syarat atau tidak
dapat diterima karena membuat persamaan yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri.2012. Logika.
Jakarta: PT Raja Grafindo.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa
Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar