VALIDITAS TES
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Izhar, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 2
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia
1.
ANA WAHYU KUSNIATI :
14040004
2.
DWI RUANDINI :
14040016
3.
HENGKI IRAWAN :
14040011
4.
SENDI APRILIAWAN :
14040035
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala Puji bagi Allah yang telah
memberikan Kami kemudahan sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat
pada waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan- Nya mungkin Penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa Sholawat serta Salam
Senantiasa Tercurahkan Kepada Junjungan Kita Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari Zaman Jahiliah ke Zaman yang terang benderang ini.
Makalah
ini memuat materi tentang “Validitas Tes”.
Tidak lupa Kami mengucapkan
Terimakasih Kepada Dosen Pengampu yang telah memngarahkan Kami dalam menyusun Makalah ini.
Kami juga mengucapkan Terimakasih Kepada Teman-teman Mahasiswa yang juga sudah
memberi Konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Semoga
Makalah ini dapat memberikan Pengetahuan yang lebih luas kepada Pembaca. Penyusun
membutuhkan Kritik dan saran dari Pembaca yang bersifat membangun, guna
Terciptanya Makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.
Pringsewu, Maret 2016
Penyusun
Kelompok 2
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih
luas. Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut
penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program
dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar-mengajar menyangkut penilaian
terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa dan
keterlaksanaan program belajar-mengajar. Sedangkan penilaian hasil hasil
belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jang kapanjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada
objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai
tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Hal ini
mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Keberhasilan
mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas
hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada
cara pelaksanaannya. Berdasarkan beberapa data di atas serta dikaitkan dengan
permasalahan yang kamiakan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada
pembahasan tentang “Validitas Tes’’. Agar dapat lebih memahami apa itu
sebenarnya validitasdan reliabilitas serta lebih memahami bagaimana mengetahui
suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan validitas tes dalam belajar?
2. Apa
saja Macam-macam Validitas?
3. bagaimana
Cara mengukur validitas ?
4. Faktor-Faktor apa saja yang Mempengaruhi Validitas?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1. sebagai salah satu tugas mata
kuliah evaluasi pembelajaran
2. agar mengetahui apa yang dimasud
dengan validitas tes
3. agar mengetahui macam-macam
validitas
4. agar mengetahui bagaimana cara mengukur
validitas
5.mengetahui factor-faktor apa saja
yang dapat memengaruhi validitas
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Pengertian Validitas
Validitas
berasal dari kata ’’validity’’ yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang
tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki
validitas rendah (Azwar, 1997).
Validitas
adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi,
jadi jika data yang dihasilkan dari sebuah instrument valid, maka dapat
dikatakan bahwa istrumen tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran
tetang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya jadi
jika data yang dihasilkan oleh instrument benar atau valid, sesuai kenyataan,
maka instrument yang digunakan tersebut juga valid.
Prinsip
validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan
instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau
pengamatan.
Suatu
skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes
yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan
tujuan pengukuran.
Terkandung
di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung
pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki
dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian
memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur
yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A
akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan
sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan
tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar: 1997).
1.2
Macam-macam Validitas
Secara
garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas
empiris.
a.
validitas logis
istilah
’’validitas logis’’ mengandung kata ’’logis’’ berasal dari kata ’’logika’’ yang
berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrument yang memenuhi
persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang
terpenuhi karena instrument yang bersangkutan sudah dirancang secara baik,
mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain
misalnya membuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan
mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik. Dari penjelasan tersebut
kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila instrument
disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah
instrument tersebut selesai disusun. Ada dua macam validitas logis yang dapat
dicapai oleh sebuah instrument, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak.
b.
Validitas Empiris
istilah
validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen
dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.
Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat
apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh
lain, seseorang dikatakan kreatif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa
orang tersebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui bebeda dari
hal-hal yang sudah ada. Dari penjelasan contoh-contoh tersebut diketahui bahwa
validitas empiris dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan
ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui
pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni validitas ada sekarang dan
validitas prediksi.
Dari
uraiaan diatas ada dua jenis validitas, yakni validitas logis yang ada dua
macam, dan validitas empiris yang juga ada dua macam, maka secara keseluruhan
kita mengenal adanya empat validitas, yaitu:
1) Validitas
Isi (Content Validity)
Sebuah
tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena
materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering
juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya
sejak saat penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku
pelajaran.
Misalnya:
tes bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut,
pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan
konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth
Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis,
dengan dasar ini dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas
rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia
menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga
mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
2) Validitas konstruksi (Construct Validity)
Konstruk
adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang
berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu
konsep yang diukurnya. Sebuah tes dikatakan memeiliki validitas konstruksi
apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek
berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata
lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan
aspek berpikir yang menjadi tujuan instrusional.
Contoh:
siswa dapat membandingkan antara efek biologis dan efek psikologis, maka butir
soal pada tes merupakan perintah agar siswa membedakan antara dua efek
tersebut.
Konstruksi
dalam pengertian ini bukanlah susunan seperti yang sering dijumpai dalam
teknik, tetapi merupakan rekaan psikologis yaitu suatu rekaan yang dibuat oleh
para ahli ilmu jiwa. Seperti halnya validitas isi, validitas konstruksi dapat
diketahui dengan cara memerinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap
aspek dan tujuan instrusional khusus. Pengajarannya berdasarkan logika, bukan
pengalamannya.
3)
Validitas bandingan/ ’’ada sekarang’’ (Concurrent Validity)
Validitas
ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah
’’sesuai’’ tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes
dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah
lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang).
Contoh:
seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau
belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya
dimiliki. Misal nilai ulangan harian atau nilai sumatif yang lalu.
4)
Validitas ramalan/ prediksi (Predictive validity)
Memprediksi
artinya meramal, dengan meramal selalu menganai
hal yang akan datang yang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Misalanya
tes masuk keperguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu
meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah dimasa yang akan
datang. Calon yang tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan
tinggi rendahnya kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu
menjamin keberhsilannya kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus
tes karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu
mengikuti perkuliahan yang akan datang.
1.3
Cara mengukur validitas
Pekerjaan
untuk mencari validitas suatu alat ukur disebut validation. Prinsip dari
validation adalah membandingkan hasil-hasil dari pengukuran faktor dengan suatu
kriterium, )suatu ukuran yang telah dipandang valid untuk menunjukkan faktor
yang dimaksud). Jadi misalnya suatu alat pengukur hendak menyelidiki faktor
ketelitian kerja, maka harus diambil lebih dahulu suatu kriterium yang telah
dipandang mencerminkan suatu ketelitian kerja. Melalui kriterium itulah
kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil
pengukuran faktor ketelitian kerja menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang
sesuai dengan kriterium, maka alat pengukur itu dipandang valid.
Ada
dua jenis kriterium yang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu
:
a.
Kriterium luar (external criterion)
Yaitu
suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya :
suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja
yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau
penilaian pimpinan unit.
b.
Kriterium dalam alat (internal criterion)
Yaitu
suatu kriterium yang diambil dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya
diambil hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya.
Misalnya, kita ingin mengukur intelegensi (yang terdiri dari faktor-faktorl;
daya analisa, daya klarifikasi, daya ingatan, daya pemahaman, daya kritik dan
sebagainya), maka untuk menguji apakah sekelompk item benar-benar mengukur daya
analisa, misalnya, jawaban-jawaban terhadap item daya analisa dicocokkan dengan
hasil tes secara keseluruhan atau total score-nya. Antara nilai total harus
terdapat korelasi yang positif (tinggi dan cukup meyakinkan). Kecocokkan antara
hasil-hasil dari item yang disangka mengukur suatu faktor dengan suatu
kriterium yang dipandang telah valid disebut factorial validity atau validitas
faktor, di mana besar kecilnya validitas faktor tergantung kepada besar
kecilnya kecocokan itu.
Validitas alat tes berkaitan dengan ketepatan dan kecermatan alat
tes tersebut dalam melakukan fungsi tes atau fungsi ukurnya. Menurut buku
Standards, yang ditulis oleh Asosiasi Psikolog Amerika (APA), validitas mengacu
pada derajat dimana bukti dan teori menyokong interpretasi dari skor tes dan
mengacu pada tujuan tes. Validitas adalah hal yang paling mendasar dalam
pengembangan dan evaluasi tes. Proses validasi meliputi akumulasi, membuktikan
tujuan dari evaluasi tersebut, bukan terhadap test itu sendiri. Pada alat tes biasanya
validitas akan dihitung secara statistik dan dalam bentuk rumusan angka.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Banyak faktor yang menyebabkan hasil asesmen tidak valid. Beberapa
di antaranya tampak jelas dan mudah untuk menghindarinya. Tidak ada guru yang
akan berpikir untuk mengukur pengetahuan biologi dengan asesmen matematika.
Demikian pula juga tidak ada guru yang akan mengukur kemampuan memecahkan
masalah (problem solving) biologi kelas 7 SMP dengan menggunakan asesmen yang
didesain untuk kelas 12 SMA. Dalam dua contoh tersebut sudah sangat jelas hasil
asesmen akan menjadi tidak valid.
Faktor yang mempengaruhi validitas tes antara lain:
a. Faktor dari dalam tes itu sendiri
Pengujian terhadap butir tes secara hati-hati akan menunjukkan apakah
tes yang digunakan untuk mengukur isi materi atau fungsi -fungsi mental yang
akan diakses oleh guru. Bagaimanapun juga, beberapa faktor berikut dapat
menjaga butir tes dari fungsi yang dikehendaki dan dengan demikian juga terjaga
dari rendahnya validitas hasil asesmen. Lima faktor yang pertama dapat
diterapkan sejajar dengan asesmen penampilan siswa secara luas serta tes-tes
tradisional. Lima faktor yang terakhir lebih diterapkan secara langsung
terhadap tes pilihan dan tes dengan jawaban singkat dengan jawaban benar atau
salah.
1.
Petunjuk yang
tidak jelas. Petunjuk yang tidak jelas menyebabkan siswa kehilangan waktu untuk
sekedar memahami petunjuk pengerjaan atau bahkan tidak dapat melakukan apa yang
seharusnya dilakukan.
2.
Penggunaan kosa
kata dan struktur kalimat yang sulit. Penggunaan kosa kata atau struktur
kalimat yang sulit dapat menyebabkan siswa terjebak untuk pemahaman terhadap
pemahaman maksud dari sebuah pertanyaan bukan untuk menyelesaikan pertanyaan
itu sendiri.
3.
Ambiguitas.
Ambiguitas yaitu adanya kemungkinan multi tafsir juga menyebabkan menurunnya
validitas sebuah tes.
4.
Alokasi waktu
yang tidak cukup. Seyogyanya sebuah tes disediakan waktu yang cukup untuk
mengerjakan seluruh butir tes yang ada. Kekurangan waktu dalam menyelesaikan
sebuah tes bisa jadi bukan karena siswa tidak mampu untuk menyelesaikan tesnya
tetapi karena keterbatasan kesempatan untuk mengerjakannya.
5.
Penekanan yang
berlebihan terhadap aspek tertentu, sehingga terlalu mudah ditebak
kecenderungan dari jawaban soal akan menyebabkan menurunnya tingkat validitas
soal.
6.
Kualitas butir
tes yang tidak memadai untuk mengukur hasil belajar. Kualitas yang tidak
memadai misalnya tes dimaksudkan untuk megukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi (higher order thinking) jelas tidak cukup hanya digunakan tes yang
bersifat untuk mengungkap pengetahuan faktual saja.
7.
Susunan tes
yang jelek.
8.
Tes terlalu
pendek.
9.
Penyusunan
butir tes yang tidak runtut .
10.
Pola jawaban
yang mudah ditebak, misalnya pada soal pilihan ganda jawabannya adalah A semua,
atau B semua atau menunjukkan pola tertentu misalnya D, C, B, A, D, C, B, A,
dan sebagainya.
b. Faktor administrasi dan skor
Pemberian skor terhadap jawaban siswa (testee) harus dilakukan
secara hati-hati jangan sampai salah tulis atau meremehkan selisih angka
walaupun hanya sedikit. Hal ini akan menyebabkan hasil pengujian terhadap
validitas akan memberikan makna yang berbeda.
Berikut
beberapa contoh faktor yang sumbernya yang berasal dari proses administrasi dan
skor.
a. Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga
siswa dalam memberikan jawaban dalam situasi yang tergesa – gesa.
b. Adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak
bisa membedakan siswa yang belajar dengan yang melakukan kecurangan.
c. Pemberian petunjuk dari pengawas yang
tidak dapat dilakukan semua siswa.
d. Teknik pemberian skor yang tidak
konsisten, mislanya pada tes essay, juga dapat mengurangi validitas tes
evaluasi.
e. Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang
diberikan dalam tes baku.
f. Adanya orang lain yang bukan siswa yang
termasuk dan menjawab item tes yang diberikan.
c. Faktor tanggapan siswa
Seringkali
terjadi bahwa interpretasi terhadap item – item tes evaluasi tidak valid, karna
dipengaruhi oleh jawab siswa dari interpretasi item – item pada tes evaluasi.
Sebagai contoh, sebuah tes para siswa menjadi tegang karena guru mata pelajaran
tersebut “killer” galak dan sebagainya. Sehingga siswa yang mengikuti tes
tersebut banyak yang gagal. Contoh lain, ketika siswa melakukan tes penampilan
keterampilan, ruangan terlalu ramai atau gaduh sehingga siswa tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik. Ini semua dapat mengurangi nilai validitas instrumen
evaluasi.
Tanggapan siswa yang tidak serius biasanya dijumpai pada saat siswa
diminta untuk mengisi sebuah angket. Hal ini akan menyebabkan siswa mengisi
angket secara sembarangan karena merasa tidak penting maupun alasan -alasan
yang lain. Oleh karena itu berikan angket pada waktu dan kondisi yang tepat .
d. Hakikat kelompok dan criteria
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa validitas bersifat spesifik.
Sebuah asesmen atau instrumen alat ukur mungkin hanya valid untuk kelompok
tertentu saja dan tidak valid untuk kelompok yang lain. Sebagai contoh misalnya
sebuah tes diujicobakan pada sekelompok siswa pada sebuah sekolah dengan
kualitas biasa –biasa saja tentu akan berbeda hasilnya jika tes yang sama
diberikan pada sekelompok siswa pada sekolah yang favorit.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrument. Sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Ada 4 (empat) macam validitas yang berasal dari dasar pembagian
jenis di atas yaitu :
a. Validitas
Logis.
1. Validitas
Isi (content validity).
2. Validitas
Konstruksi (construct validity).
b. Validitas
Empiris .
1. Valditas”
ada sekarang” (concurrent validity).
2. Validitas
ramalan (predictive validity).
Cara
mengukur validitas, Melalui kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran
faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil pengukuran faktor ketelitian kerja
menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang sesuai dengan kriterium, maka alat
pengukur itu dipandang valid.
Ada
dua jenis kriterium yang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu
:
Yaitu
suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya :
suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja
yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau
penilaian pimpinan unit.
Yaitu suatu kriterium yang diambil
dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya diambil hasil keseluruhan
pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya.
Faktor yang mempengaruhi validitas tes antara lain:
a. Faktor dari dalam tes itu sendiri
b. Faktor administrasi dan skor
c. Faktor tanggapan siswa
d. Hakikat kelompok dan criteria
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Amir Daien Indrakusuma. 1975. Evaluasi
Pendididkan. Jilid I terbitan sendiri.
Saifuddin azwar. 1997. Reliabilitas
dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
mantap bang, trimakasih
BalasHapus