PRINSIP KERJA SAMA DALAM NASKAH FILM
’’BIORGRAFI SUJADI SADDAD’’
Karya: SMAN 1 GADINGREJO
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Akhir
Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu : Veria
Septianingtias, M.Hum.
Disusun Oleh:
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM 14040004
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh makhluk
dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan anutan bagi
seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya,
sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari
berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan
rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan
manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
Dengan terselesaikannya
makalah analisis “Prinsip Kerjasama
Naskah Film Biografi Sujadi Saddad Karya: SMAN 1Gadingrejo” ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
Ibu Veria Septianingtias, M.Hum. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pragmatik. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, ’’tidak ada jalan yang
tidak berlubang’’ maka tidak ada manusia yang sempurna. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan
makalah dimasa yang akan datang. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.
Pringsewu,
Mei 2016
Penulis
Ana Wahyu Kusniati
NPM: 14 040 004
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti
halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud
apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan mitra
tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya,
penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan
ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap
tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual
itu (Allan dalam Putu,1996).
Saat ini ilmu pragmatik sudah tidak asing lagi
di telinga. Pelanggaran terhadap prinsip ini hubungannya dengan makna secara
eksternal dan situasi tuturan, sehingga ilmu yang cocok untuk menangani masalah
ini adalah ilmu pragmatik.
Dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari manusia akan selalu bertemu dan berinteraksi
dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia menggunakan
bahasa sebagai media komunikasi. Di dalam komunikasi yang wajar, masing-masing
pihak yang terlibat, yaitu antara penutur dan mitra tutur akan selalu berusaha
menyampaikan tuturannya secara efektif dan efisien. Hal ini senada dengan
pendapat Wijana (1996:450) yang mengatakan bahwa seorang penutur akan berusaha
agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas dan mudah dipahami, padat
dan ringkas dan selalu pada persoalan sehingga tidak menghabiskan waktu lawan
bicara.
Agar
tuturan –tuturan dapat diutarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya,
penutur pada lazimnya mempertimbangkan secara seksama berbagai faktor pragmatik
yan terlibat atau mungkin terlibat dalam suatu proses komunikasi tersebut
(Wijana, 2004:54). Secara sederhana ada tiga aspek yang dipertimbangkan oleh
penutur dan lawan tutur. Aspek-aspek itu adalah prinsip kerjasama, prinsip
kesopanan dan parameter pragmatik. Berikut akan diulas salah satunya, yaitu
prinsip kerjasama.
Berbahasa adalah
aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan
berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam
berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah
yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan
penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalamnya.
Salah satu
prinsip dalam pragmatik adalah prinsip kerja sama Grice, yakni maksim kuantitas (maxim
of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim
relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim
of manner).Dengan mengetahui prinsip-prinsip tersebut kita sebagai penutur
bisa menerapkan atau mengimplementasikananya dalam situasi atau konteks
tertentu dalam membuat tuturan.
Rumusan Masalah
a. Apakah Definisi
Pragmatik itu?
b. Apakah Pengertian Maksim dalam Prinsip Kerjasama Grice?
c. Apakah Maksim
Kerjasama tersebut?
d. Apa sajakah Prinsip-Prinsip kerjasama Grice?
e. Bagaimana hasil analisis prinsip
kerjasama yang berada dalam naskah drama bila malam bertambah malam?
C. Tujuan
a. Sebagai bekal pembelajaran
khususnya tentang Prinsip-Prinsip Kerjasama Grice, dalam mempelajari Ilmu
Pragmatik pada umumnya.
b. Sebagai tambahan
Ilmu Pengetahuan dan wawasan.
c. Sebagai salah
satu tugas akhir.
d. Mengetahui
mana saja dialog yang termasuk dalam prinsip kerjasama dalam naskah drama Bila
Malam Bertamabah Malam.
D. Manfaat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai
Prinsip-prinsip Kerjasama Grice dalam kajian Pragmatik. Dan memberi pengetahuan
bagi penulis tentang bagaimana menggolongkan dan mengamati percakapan yang didalamnya terdapat prinsip kerjasama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa
dari aspek pemakaian aktualnya. Leech(1983:5-6) menyatakan bahwa pragmatik
mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan), menanyakan
apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna
dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, dan bagaimana.
Dalam tulisan Putu Wijana diungkapkan bahwa ilmu
pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual
secara eksternal. Yule (1996:3), misalnya, menyebutkan empat definisi
pragmatik, yaitu:
(1) bidang yang
mengkaji makna pembicara;
(2) bidang yang mengkaji
makna menurut konteksnya;
(3) bidang
yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang
dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan
(4) bidang
yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan
yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Leech (1983: 6) melihat pragmatik sebagai bidang kajian
dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia
sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik;
pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan
komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang
saling melengkapi.
B. Pengertian Maksim
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi
lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip
kerja sama dan prinsip kesopanan.
C. Maksim Kerja Sama
Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan
bahwa seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk
mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya
dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu
berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami,
padat dan ringkas (concise), serta selalu pada persoalan (straight forward),
sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya.
Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada
implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila
implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan
kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat
diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara
dan lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan lancar.
Grice berpendapat bahwa di dalam rangka melaksanakan
prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim
percakapan(conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim
of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim
relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim
of manner).
1. Maksim Kuantitas (The
Maxim of Quantity)
Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu :
a) Sumbangan
informasi Anda harus seinformatif yang dibutuhkan.
b) Sumbangan
informasi Anda jangan melebihi yang dibutuhkan
Di dalam maksim kuantitas,
seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relative
memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi
informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang mengandung
informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan
melanggar maksim kuantitas dalam Prinsip Kerja Sama Grice. Demikian sebaliknya,
apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan
melanggar maksim kuantitas. Perhatikan contoh percakapan berikut ,
Contoh yang sesuai:
1. A : Apakah Anda sudah mengerjakan tugas?
B : Ya, sudah.
Contoh yang tidak sesuai:
2. X : Apakah
Anda sudah mengerjakan tugas?
Y : Belum. Kemarin
saya berlibur di rumah nenek di Yogya. Sampai rumah sudah larut sehingga
saya tidak sempat mengerjakan tugas.
Percakapan (1) dalam contoh di
atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informative isinya. Dapat
dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan
itu sudah dapat dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur.
Penambahan informasi seperti ditunjukkan pada percakapan (2) justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan
dan terlalu panjang. Sesuai dengan yang digariskan maksim ini, tuturan seperti
pada percakapan (2) di atas tidak mendukung
atau bahkan melanggar Prinsip Kerja Sama Grice.
Pernyataan yang demikian dalam banyak hal, kadang-kadang
tidak dapat dibenarkan. Dalam masyarakat dan budaya Indonesia, khususnya di
dalam kultur masyarakat Jawa, justru ada indikasi bahwa semakin panjang sebuah
tuturan akan semakin sopanlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah
tuturan, akan semakin tidak sopanlah tuturan itu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk menunjukkan
maksud kesantunan tuturan dalam bahasa Indonesia, dalam hal tertentu penutur
harus melanggar dan tidak menepati Prinsip Kerja Sama Grice. Tuturan (A), (B), dan (C)berikut secara berturut-turut menunjukkan perbedaan
tingkat kesantunan tuturan sebagai akibat dari perbedaan
panjang-pendeknya tuturan. Perhatikan
Contoh dibawah:
A : “Bawalah Koran itu ke tempat lain!”
B : “Tolong bawalah Koran itu ke tempat lain!”
C : “Silahkan Koran itu dibawa ke tempat lain dahulu!”
Keterangan :
Tuturan A, B, dan C, dituturkan oleh seorang Direktur kepada sekretarisnya di
dalam ruangan yang kebetulan mejanya berserakan dengan Koran-koran bekas di
atasnya.
2. Maksim Kualitas (The
Maxim of Quality)
Usahakan agar sumbangan
informasi Anda benar, yaitu :
a) Jangan mengatakan
suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar.
b) Jangan
mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
Dengan maksim kualitas,
seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan
sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan
didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.
Contoh yang sesuai:
1. A : Kamu tahu, Eko kuliah
dimana?
B : Di UGM.
Contoh yang tidak sesuai:
2. A : Kamu tahu, Eko
kuliah dimana?
B : Dia tidak kuliah di STKIP seperti kita, tapi di UGM.
Dalam komunikasi sebenarnya, penutur dan mitra tutur
sangat lazim menggunakan tuturan dengan maksud yang tidak senyatanya dan tidak
disertai dengan bukti-bukti yang jelas. Bertutur yang terlalu langsung dan
tanpa basa-basi dengan disertai bukti-bukti yang jelas dan apa adanya justru
akan membuat tuturan menjadi kasar dan tidak sopan. Dengan perkataan lain,
untuk bertutur yang santun maksim kualitas ini seringkali tidak dipatuhi dan
tidak dipenuhi. Tuturan (X), (Y), dan (Z) berikut secara
berturut-turut berbeda dalam peringkat kesantunannya dan dapat dipertimbangkan
untuk memperjelas pernyataan di atas. Perhatikan
Contoh berikut:
X : “Pak, minta uangnya untuk besok!”
Y : “Bapak, besok beli bukunya bagaimana?”
Z : “Bapak, besok aku jadi ke Gramedia, bukan?”
Keterangan:
Tuturan X, Y, dan Z, dituturkan Oleh seorang anak yang sedang minta uang
kepada Bapaknya. Tuturan-tuturan tersebut dituturkan dalam konteks situasi
tutur yang berbeda-beda.
3. Maksim Relevansi (The Maxim of Relevance)
Usahakan agar perkataan Anda
ada relevansinya.
Di dalam maksim relevansi,
dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra
tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu.
Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak
mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama.
Contoh yang sesuai:
1. A : Dimana kotak permenku?
B : Di kamar belajarmu.
Contoh yang tidak sesuai:
2. A : Dimana kotak
permenku?
B : Saya harus segera
pergi kuliah
Cuplikan percakapan pada (1) di atas dapat dikatakan
mematuhi dan menepati maksim relevansi.
Dikatakan demikian, karena apabila dicermati lebih
mendalam, tuturan yang disampaikan tokoh (B) yakni “Dikamar belajarmu” benar-benar merupakan tanggapan atas percakapan yang disampaikan tokoh (A) yang dituturkan
sebelumnya, yakni “Dimana
kotak permenku” Dengan perkataan lain, tuturan itu patuh dengan
maksim relevansi dalam Prinsip Kerja Sama Grice, sedangkan percakapan (2) merupakan percakapan atau
tuturan yang tidak relevan dan tidak mematuhi maksim relevansi karena tidak
sesuai dengan apa yang dimaksudkan.
Untuk maksud-maksud tertentu,
misalnya untuk menunjukkan kesantunan tuturan, Ketentuan yang ada pada maksim
itu seringkali tidak dipenuhi oleh penutur. Berkenaan dengan hal ini, tuturan (3) antara seorang direktur dengan sekretarisnya pada contoh
berikut dapat dipertimbangkan.
3. Direktur : “Bawa sini semua berkasnya akan saya tanda tanganidulu!”
Sekretaris : “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu.”
Keterangan :
Dituturkan oleh seorang
Direktur kepada sekretarisnya pada saat mereka bersama-sama bekerja di sebuah
ruang kerja Direktur. Pada saat itu,ada seorang nenek tua yang sudah menunggu
lama.
Di dalam cuplikan percakapan
di atas, tampak dengan jelas bahwa tuturan sang sekretaris, yakni “maaf
Bu, kasihan sekali nenek tua itu” tidak memiliki relevansi
dengan apa yang diperintahkan sang Direktur, yakni “Bawa sini semua
berkasnya akan saya tanda tangani!” Dengan demikian tuturan (3) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti
bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak selalu dipenuhi dan
dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya.
Hal seperti itu dapat dilakukan, khususnya, apabila
tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang
khusus sifatnya.
4. Maksim Pelaksanaan (The Maxim of Manner)
Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu :
a. Hindarilah
pernyataan-pernyataan yang samar.
b. Hindarilah ketaksaan.
c. Usahakan agar ringkas
d. Usahakan agar Anda berbicara dengan
teratur.
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan
bertutur secara langsung, jelas dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar Prinsip Kerja Sama Grice
karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
Contoh yang sesuai:
1. A : Siapa teman
Anda yang Pesepakbola
itu?
B : CRISTIANO RONALDO
Contoh yang tidak sesuai:
2. X : “Ayo, cepat dibuka!”
Y
: “Sebentar dulu, masih
dingin.”
Dalam
percakapan (1) dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim pelaksanaan pada
prinsip Kerja Sama Grice karena dalam percakapan tersebut penutur maupun mitra
tutur menyampaikan tuturan secara langsung, jelas dan tidak kabur.
Sedangkan
pada Cuplikan
tuturan (2) di atas pada maksim pelaksanaan memiliki kadar kejelasan yang
rendah. Karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya kadar kekaburannya
menjadi sangat tinggi. Tuturan si penutur (X) yang berbunyi“Ayo, cepat dibuka!” sama
sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si
mitra tutur. Kata dibuka dalam tuturan di atas mengandung kadar ketaksaan dan
kekaburan sangat tinggi. Oleh karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur.
Dapat dikatakan demikian, karena kata itu dimungkinkan untuk ditafsirkan
bermacam-macam. Demikian pula tuturan yang disampaikan si mitra tutur (Y), yakni “sebentar dulu, masih dingin”
mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata dingin pada tuturan itu dapat
mendatangkan banyak kemungkinan persepsi penafsiran Karena di dalam tuturan itu
tidak jelas apa sebenarnya yang masih dingin itu. Tuturan-tuturan demikian itu
dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi maksim
pelaksanaan dalam Prinsip Kerja Sama Grice.
Dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya pada
masyarakat bahasa Indonesia, ketidakjelasan, kekaburan, dan ketidaklangsungan
merupakan hal yang wajar dan sangat lazim terjadi. Sebagai contoh, di dalam
masyarakat tutur dan kebudayaan Jawa, ciri-ciri bertutur demikian hampir selalu
dapat ditemukan dalam percakapan keseharian pada masyarakat tutur ini, justru
ketidaklangsungan merupakan salah satu ceritra kesantunan seseorang dalam
bertutur. Tuturan (3) dapat digunakan sebagai
ilustrasi untuk memperjelas hal ini.
3. Anak : “Bu,
besok saya akan pulang lagi ke kota.”
Ibu : “Itu sudah saya siapkan di
laci meja.”
Keterangan
:
Dituturkan oleh seorang anak desa yang masih mahasiswa
kepada Ibunya pada saat meminta uang saku untuk hidup di sebuah rumah kos di
kota. Tuturan itu terjadi pada waktu mereka berdua berada di dapur sedang
memasak bersama.
Dari cuplikan di atas, tampak bahwa tuturan yang
dituturkan sang anak, yakni yang berbunyi “Bu, besok saya akan pulang
lagi ke kota.” Relatif kabur maksudnya. Maksud yang sebenarnya dari
tuturan si anak itu, bukannya terutama ingin memberi tahu kepada sang Ibu bahwa
ia akan segera kembali ke kota, melainkan lebih dari itu , yakni bahwa ia
sebenarnya ingin menanyakan apakah sang ibu sudah siap dengan sejumlah uang
yang sudah diminta sebelumnya . Seperti telah disampaikan terdahulu, di dalam
masyarakat tutur Jawa, justru kesantunan berbahasa sering dijumpai dengan ketidakjelasan, ketidaklangsungan, kekaburan dan
semacamnya. Orang yang terlibat dalam pertuturan diharapkan dapat membaca
maksud tersembunyi dari si mitra tutur. Dengan perkataan lain, peserta tutur di
dalam sebuah pertuturan harus dapat membaca “sasmita” atau
maksud yang terselubung dari si penutur. Dengan demikian, jelas bahwa dalam
komunikasi yang sebenarnya, maksim pelaksanaan pada Prinsip Kerja Sama Grice
itu seringkali tidak di patuhi atau bahkan mungkin harus dilanggar.
BAB III
PEMBAHASAN
Prinsip Kerjasama dalam Naskah
Drama
Bila Malam Bertambah Malam
Karya : Putu Wijaya
1.
Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan
dapat memberikan informasi yang cukup, relative memadai, dan seinformatif
mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya
dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang mengandung informasi yang
sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim
kuantitas dalam Prinsip Kerja Sama Grice. Sebagai contoh yang telah di
analisisi dalam naskah film biografi sujadi ini dapat dibuktikan adanya maksim
kuantitas dalam percakapan yaitu:
a) Adegan 4, Flashback 2 (SD)
Bu Guru : Anak-anak dengarkan ibu sebentar ya,
siapa disini yang ingin menjadi orang sukses tunjuk tangan?
Semua Murid : (sambil mengangkat tangan) Saya, Bu !
Dari percakapan
antara guru dengan semua murid , disini sangat jelas bahwa ibu guru memberikan
informasi dan siswa menjawab sesuai dengan pertanyaan ibu guru seinformatif
mungkin.
b) Adegan 5, Flashback 3 (SD)
So Pawiro : pakde pulang dulu, mau makan siang.
Sukiyo : iya pakde
c) Adegan 11, Flashback 9 (MTS)
Setelah meminta maaf
keada pemilik kebun jeruk, sujadi dan 1 timnya kembali kekelas untuk
melanjutkan pelajaran. Pelajaran pun berlangsung. Saat bel pulang berbunyi bu
guru memberikan tugas kepada muridnya.
Bu guru : (membereskan peralatan mengajarnya)
karena bel pulang sudah berbunyi, ibu hanya ingin mengingatkan kepada kalian
tentang tugas menghafal bahasa inggris yag sudah ibu jelaskan tadi, semuanya
mengerti?
Murid : (serempak) mengerti, bu..
d) Adegan ke 23, Flashback 21 (MA)
Selesai melaksanakan
ibadah sholat isya’, KH Muntaha menemui sujadi dan bertanya pada sujadi ntuk
melanjutkan masa depannya, dan akhirnya sujadi dikirim ke lampung untuk
menyiarkan syiar dan sujadi menyanggupi tawaran itu.
…………….
KH. Muntaha : (Menepuk Pundak Sujadi) kalau
begitu setelah kamu tamat kamu langsug
pamit sama orangtuamu dan berangkat ke lampung.
Sujadi : (mengangguk tanda
menegrti) Biklah Kyai.
e) Adegan 33, Flashback 29
Matahari beranjak
turun, sore hari yang cerah. Disebuah perguruan tinggi bepangkalan ’’STIT’’
terlihat sujadi dan seorang wanita tengah berbincang sembari berjalan pulang.
Wanita itu bernama nurrohmah. Keduanya tampak akrab. Senyum berkembang diwajah
keduanya.
Sujadi : jangan lupa nati sehabis maghrib
mengaji bersama di masjid.
Nurrohmah : iya, saya ingat.
Sujadi : (Sujadi tersenyum melihat
nurrohmah)
Dari
beberapa Percakapan dalam contoh di atas merupakan tuturan yang
sudah jelas dan sangat informatif isinya. Dapat dikatakan demikian, karena
tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat dipahami
maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur.
2.
Maksim Kualitas
Dengan maksim
kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang
nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus di dukung
dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas. Dalam naskah Film tersebut, penulis dapat menemukan
beberapa maksim kualitas yang sesuai dan benar berdasarkan prinsip kerjasama
Grice. Diantaranya yaitu seperti dialog dibawah ini:
a) Adegan 5
Sujadi : oh iya bu, bapak kemana?
Bu kasini : (tanpa melihat sujadi) bapakmu lagi
di sawah.
Dalam percakapan ini
adalah percakaan antara anak dengan ibunya, dimana seorang anak menanyakan dimana keberadaan bapaknya, dan memang kenyataannya sang bapak sedang
berada di sawah.
b) Adegan 34
Sujadi : dek nur, besok adek kuliah pagi
kan?
Nurrohmah : iya, ustadz. Saya besok kuliah pagi
kenapa memangnya ustadz?
Dari percakapan
diatas memang dapat diketahui bahwa fakta yang sebenarnya memang nurrohmah
besok ada kuliah pagi.
c) Adegan 40
Di suatu ruangan,
berlangsung rapat yang dihadiri oleh Prof. Dr. Hasyim Mujadi dan Dr. Ahmad
Barja dari partai PDI, pengurus majelis wakil cabang NU dan tokoh-tokoh NU
lainnya, yang membahas tentang PILKADA yang mengerucut pada satu tokoh yaitu
bambang kurniawan dan sujadi untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Tanggamus.
Hery Wahyudi : (sedikit tegang)
bagaimana menurut saudara-saudara sekalian, tentang calon Bupati dan Wakil
Bupati Tanggamus untuk PILKADA yang sebentar lahi akan diadakan?
Prof. Dr. Hasyim
Mujadi : saya mencalonkan Bambang
Kurniawan sebagai calon Bupati Tanggamus pada PILKADA mendatang.
Amir Harun : Bambang
Kurniawan?
Prof. Dr. Hasyim
Mujadi : Bambang kurniawan adalah
orang yang cukup bertanggung jawab, cerdas dan cepat dalam bertindak dan bijak
dalam mengambil keputusan. Saya sudah memperhatikan hal itu selama 1 tahun
terakhir. Dan itu benar adnya. Bambang Kurniawan dapat dianadalkan dan dia
calon yang cukup kuat untuk PILKADA ini.
Dr. Ahmad Barja : saya setuju dengan Prof.
Dr. Hasyim Mujadi, Bambang Kurniawan dapat dijadikan calon yang kuat untuk
PILKADA kali ini. Jika setuju, saya mencalonkan dirinya sebagai calon Bupati
Tangggamus.
Dari pertuturan
diatas jelas sekali bahwa percakapan diatan merupakan maksim kualtas, karena
apa yang dibertuturka dapat dibuktikan dan sesuai dengan kenyataan. Dimana
fakta-fakta tentag bambang kurniawan dan sujadi. Sehingga, keduanya di calonkan
menjadi bupati dan wakil bupati tanggamus pada saat itu.
3. Maksim Relevensi
Di dalam maksim
relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur
dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang
relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Dibawah ini beberapa
contoh dalam naskah film biografi sujadi yaitu:
·
Adegan 18
…………….
Seusai
sholat zuhur, KH Muntaha menanyakan kepada sujadi apakah ia akan benar-benar
mondok dan sekolah.
KH.
Muntaha : (Menepuk pundak
sujadi) Sujadi, apa benar kamu bersungguh-sungguh ingin mondok dan sekolah
disini?
Sujadi
: (dengan suara
yang menunjukkan kemantapan hati) saya bersungguh-sungguh kyai.
Dari
percakapan diatas terjadi hubungan yang releven
antara Kh. Muntaha dan sujadi,
dimana disini sujadi menanggapi secara releven tetang apa yang dipertuturkan
oleh Kh. Muntaha, dan kedunya memiliki kontribusi yang releven tentan apa yang
sedang dipertuturkan.
·
Adegan 22
Disuatu
ruangan yang cukup luasa, KH. Iskandar dan kawan-kawanya mengadakan rapat untuk
membahas permohonan guru ngaji untuk masjid Al-islah Pagelaran.
KH.
Iskandar : jadi disini kita
akan membahas masalah guru ngaji. Di masjid ini sudah tidak ada guru ngaji yang
aktif lagi mengajar ngaji. Saya selaku
ta’mir masjid menunjuk sujadi untuk mengajar ngaji anak-anak. Saya menunjuk
karena sujadi orangnya aktif dan kesehariannya senang sekali berada didalam
masjid.
Jama’ah : (mengangguk tanda
setuju) kami setuju kyai.
KH.
Iskandar : Bagaimana dengan
kamu sujadi?
Sujadi : insyaAllah saya akan
mengemban amanat ini kyai.
Dari
percakapan diatas Kh. Iskandar menanyakan apakah sujadi setuju dengan keputusan
atau amanah yang akan diberikan kepadanya berkaitan dengan mengajar ngaji anak-anak. Dan sujadi pun
berkontribusi secara releven menanggapi pertanyaan tersebut.
·
Adegan 35
………………
Di
rumah sujadi, malam hari, terlihat foto pernikahan sujadi dengan nurrohmah.
Sujadi membicarakan tentang pencalonan dirinya menjadi anggota DPD kepada
istrinya, salah satu anak sujadi sedang bermain dekat sujadi.
Sujadi
: (membaca koran0 Bu, menurut
ibu bagaimana jika bapak mencalonkan diri menjadi anggota DPD ?
Nurrohmah : (sedikit terkejut) Anggota DPD, Pak?
Sujadi
: (menurunkan korannya, minum
kopi) iya, bu. DPD . Bapak diberi amanah oleh orang Nu untuk jadi calon anggota
DPD. Bapa sebenernya sudah menolaknya, tika kali malah. Tadi pak Haji Khoirudin
meminta lagi untuk keempat kalinya. Bapak tidak enak menolak amanah terus.
Nurrohmah : ya, ibu setuju dengan keputusan yang
bapak akan ambil. Kalau sudah sampai emapat kali, berarti mereka benar-benar
percaya dengan bapak. Tidak bagus pak menolak amanah.
Dari
percakapan diatas jelas terlihat bahwa ibu nurrohmah berkontribusi secara
releven dengan apa yang dipertanyakan oleh bapak sujadi. Dalam percakapan ini
juga jelas bahwa terjadi kerjasama yang baik anata ibu nurrohmah dengan bapak
sujadi.
·
Adegan 28
Sore hari, terlihat
sujadi remaja dan beberapa jamaah masjid Al-islah sedang melakukan agenda
mengaji setelah sholat asar dilaksanakan. Sujadi remaja menjadi guru ngaji
mereka. Setelah agenda selesai, sujadi memberitahukan para jamaah dan santri
untuk tidak pulang terlebih dahulu lalu membuat pengumuman untuk pembentukan
RISMA.
Sujadi :
Assalamu’alaikum Wr.wb. saudara-saudaraku, sehubungan dengan perlunya pengadaan
organisasi islam di desa ini, saya hendak membentuk RISMA masjid Al-islah.
Bagaimana pendapat saudara-saudara?
Para santri dan
jamaah : (memperhatikan
pengumuman sujadi)
Suheriyanto : (mengangguk tanda
setuju) saran yang baik. Saya sangat setuju dengan ide udztad.
Santri 1 :
Benar, saya juga setuju.
Dari percakapan
diatas dapat dibuktikan bahwa suheriyanto dan santri 1 memberikan kontribusi
yang releven tentang sesuatu yang sedang dipertuturan oleh pak sujadi.
4. Maksim
Pelaksanaan
Maksim
pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung,
jelas, dan tidak kabur. Contoh maksim pelaksanaan dalam naskah film biografi
sujadi yaitu:
·
Adegan 24
Sujadi
tengah berjalan menuju masjid, datang KH. Muntaha memberikan sujadi sebuah
kertas. Sujadi mendapat SK di lampung selama 5 tahun, dan hendak berangkangkat
keesokan harinya.
KH.
Muntaha : (memberikan SK
kepada sujadi) berdasarkan apa yang saya katakana kemarin, ini dia SK dari KH.
Iskandar bahwa kamu syiar disana selama 5 tahun.
Sujadi : (memandang Kyai
Muntaha dengan penuh keyakinan) Iya Kyai, InsyaAllah saya sanggup.
Kh.
Muntaha : baik kalau begitu
silahkan tanda tangani, dan jangan lupa besok kamu ke rumah orangtuamu untuk
pamit dan minta doa restu mereka.
Sujadi
: (mengangguk)
iya kyai, saya juga bermaksud demikian.
Dari pertuturan
diatas menggunkan maksim pelaksanaan dimana antara Kh. Muntaha dengan sujadi
melakukan pertuturan secara langsung, jelas dan tidak kabur. Dalam pertuturan
itu juga sujadi pun menjawab secara jelas dan langsung serta tidak kabur.
Sehingga apa yang disampaiakan pun dapat diterima dengan baik.
BAB III
SIMPULAN
Cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek
pemakaian aktualnya merupakan pengertian dari Pragmatik itu sendiri. Didalam
ilmu Pragmatik terdapat prinsip-prinsip Kerjasama didalamnya, salah satunya
dari prinsip tersebut adalah Prinsip Kerjasama Grice, dimana didalamnya setiap
penutur harus mematuhi empat maksim Percakapan, yaitu maksim kuantitas (maxim
of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim
relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim
of manner). Sebelum berbicara tentang empat Maksim tersebut hendaknya
harus mengerti terlebih dahulu tentang pengertian Maksim Itu sendiri. Maksim
merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang
mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya
terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan
memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan
bicaranya atau pembicara memberikan informasi yang cukup, relatif dan
seinformatif mungkin.
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan
mengatakan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sebenarnya. Kontribusi
peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Apabila
patuh pada prinsip ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang diyakini bahwa
itu kurang benar atau tidak benar.
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur dapat
memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang
dipertuturkan.
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta
percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak
berlebih-lebihan, serta runtut.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi,
kunjana. 2012. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga
http://rendiez31.blogspot.co.id/2015/01/prinsip-kerjasama-grice.html
(dikutip pada minggu 08 mei 2016 pukul 07:35 WIB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar