Minggu, 12 Februari 2023

PUISI-PUISI KARYA KHARIL ANWAR

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul SENJA DI PELABUHAN KECIL

Buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpau

 

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

 

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul TAK SEPADAN

Aku kira:

Beginilah nanti jadinya

Kau kawin, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara serupa Ahasveros

 

Dikutuk-sumpahi Eros

Aku merangkaki dinding buta

Tak satu juga pintu terbuka

 

Jadi baik juga kita padami

Unggunan api ini

Karena kau tidak ‘kan apa-apa

Aku terpanggang tinggal rangka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul KAWANKU DAN AKU Kami sama pejalan larut

Menembus kabut

Hujan mengucur badan

Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan

 

Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat

 

Siapa berkata-kata?

Kawanku hanya rangka saja

Karena dera mengelucak tenaga

 

Dia bertanya jam berapa?

 

Sudah larut sekali

Hilang tenggelam segala makna

Dan gerak tak punya arti

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul AKU

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

 

 Tak perlu sedu sedan itu

 

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

 

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

 

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

 

Dan akan akan lebih tidak perduli

 

Aku mau hidup seribu tahun lagi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul KEPADA KAWAN

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,

mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,

selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

 

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,

tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,

layar merah berkibar hilang dalam kelam,

kawan, mari kita putuskan kini di sini:

Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

 

Jadi

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,

Tembus jelajah dunia ini dan balikkan

Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,

Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,

Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan

Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,

Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.

Tidak minta ampun atas segala dosa,

Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Jadi

mari kita putuskan sekali lagi:

Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,

Sekali lagi kawan, sebaris lagi:

Tikamkan pedangmu hingga ke hulu

Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau

Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar

di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar

angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak ‘kan sampai padanya

 

Di air yang tenang, di angin mendayu

di perasaan penghabisan segala melaju

Ajal bertakhta, sambil berkata:

“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”

 

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!

Perahu yang bersama ‘kan merapuh

Mengapa Ajal memanggil dulu

Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

 

Manisku jauh di pulau,

kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,

bermata tajam

 

Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

 

 

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

 

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul HAMPA

kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak

Sampai ke puncak. Sepi memagut,

Tak satu kuasa melepas-renggut

 

Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.

 

Tambah ini menanti jadi mencekik

Memberat-mencekung punda

 

Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertempik

Ini sepi terus ada. Dan menanti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,

Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,

 

Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

 

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;

 

Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul RUMAHKU

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Kaca jernih dari luar segala nampak

 

Kulari dari gedong lebar halaman

Aku tersesat tak dapat jalan

 

Kemah kudirikan ketika senjakala

Di pagi terbang entah ke mana

 

Rumahku dari unggun-timbun sajak

Di sini aku berbini dan beranak

 

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang

Aku tidak lagi meraih petang

Biar berleleran kata manis madu

Jika menagih yang satu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul DOA

kepada pemeluk teguh

 

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

 

Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh

 

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

 

Tuhanku

 

aku hilang bentuk

remuk

 

Tuhanku

 

aku mengembara di negeri asing

 

Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

dipanggang diatas apimu, digarami lautmu

Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api aku sekarang laut

 

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR berjudul SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

 

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

 

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah…

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berpalinglah Kiranya oleh WS Rendra

Berpalinglah kiranya

mengapa tiada kunjung juga?

muka dengan parit-parit yang kelam

mata dan nyala neraka.

Larut malam hari mukanya

larut malam hari hatiku jadinya,

mengembang-ngembang juga rasa salah jiwa.

Dosa-dosa lalu-lalang merah-hitam

memejam-mejam mata-mata ini di dunia.

Berpalinglah kiranya

mengapa tiada kunjung juga?

Kaca-kaca gaib menghitam air kopi hitam.

Biji-biji mata di rongganya memantulkan dosa-dosa

seolah-olah dosa itu aku yang punya.

Padaku memang ada apa-apa. Cuma

tidak semua baginya, tidak juga ‘kan menolongnya.

Pergi kiranya, pergi! Mampus atau musna;

Jahatlah itu minta dan terus minta.

Terasa seoalh aku jadi punya dosa.

Bukan sanak, bukan saudara. Lepaslah kiranya ini siksa.

Aku selalu mau beri tak usah diminta

Tapi ia minta dan minta saja dan itu siksa.

Berpalinglah kiranya

mengapa tiada kunjung juga?

 

 

 

 

 

 

DENGARKAN SUARA KAMI

 

Kami hanyalah segerombol kaum bawah

Kaum yang kau anggap sampah

Tak peduli mulut tajammu berkata apa

Kami datang untuk menuntut

 

Tuntutan yang sebenarnya sepele

Tapi karna terlalu lama tak kau dengar

Semua ini menjadi menggunung

Dan takkan mampu kau selesaikan

 

Hanya tuan yang bersihlah yang mampu

Mampu membawa suara rakyatmu ini

Suara-suara yang tak kau dengar

Bagai angin berlalu

 

Ingatlah kau berdiri atas kepercayaan kami

Tak peduli kau ini siapa

Tuan agung kah

Atau tuan tuli

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar