PENGAJARAN WACANA DIALOG
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pengampu : Ibu Rohmah Tussalekha, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 5
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia
1.
Ana Wahyu Kusniati : 14040004
2.
Silmi Arisanti :
14040012
3.
Lusi Miftahu Baroroh : 14040008
4.
Dwi Ruandini : 14040016
5.
Wahyu Supriyatin : 14040033
6.
Hengki Irawan : 14040011
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah
dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang maha pengasih dan
penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Pengajaran Wacana Dialog”
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan
kepada kami dalam rangka mengetahui tentang ilmu berbahasa indonesia yang
berkaitan dengan wacana dialog. Selain itu, tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan Bahasa dan berbahasa secara meluas.
Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi
konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca.
Tak ada gading yang tak retak. Para penulis menyadari bahwa makalah
ini masih diliputi kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami bisa lebih
baik lagi untuk kedepannya.
Akhir kata, para penulis berharap makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Pringsewu, Oktober
2016.
Penyusun,
Kelompok
5
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 30
B. Saran................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Interaksi pembelajaran bahasa
Indonesia menciptakan suatu tindak turur antara siswa dengan guru atau
sebaliknya. Tindak tutur tersebut perlu dicermati agar tujuan dan ketercapaian
pembelajaran dapat diukur atau dilaksanakan dengan baik. Interaksi yang baik
ketika tindak tutur antara penutur dan petutur dapat saling memahami, namun
pada kenyataannya interaksi tersebut masih didominasi oleh guru bahkan belum
bisa dipahami dengan baik oleh mitra tuturnya. Guru lebih dominan yang
berbicara dalam pembelajaran, sedangkan siswa jarang diberikesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya apalagi bisa berinteraksi dengan baik. Kondisi
demikian akan berpengaruh terhadap tindak tutur yang mereka lakukan serta akan
tercermin dalam kemampuan memahami bahasa lisan. Selaian itu, dalam setiap
tindak tutur yang mereka lakukan sangat tergantung dengan situasi lisan saat
itu serta yang tidak kalah pentingnya berdasarkan kompetensi dasar yang telah
guru rancang dalam setiap pembelajaran.
Guru merupakan cermin bagi siswa dalam berbahasa. Baik buruknya suatu ujaran guru disadari atau tidak akan menjadikan pembelajaran bagi anak. Hal tersebut sangat terlihat ketika guru mengajukan pertanyaan kepada anak atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu. Ujaran yang demikian akan menciptakan reaksi yang beragam bagi anak, seperti anak akan malas belajar, tidak berani bertanya, tidak mau melakukan perintah gurunya, bahkan setiap pembelajaran anak tidak mau masuk kelas. Atau sebaliknya anak akan lebih bergairah, semangat, aktif, kreatif, bahkan berprestasi. Hal tersebut merupakan salah satu reaksi dari tuturan yang dilakukan oleh guru apalagi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa yang kurang menyenangkan bagi kalangan siswa saat ini salah satu permasalahannya, yaitu kemasan bahasa yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia kurang menarik. Misalnya kehalusan bahasa yang digunakan, kesantunan dalam bertutur sapa, sikap dan keramahtamahan guru, serta wawasan kebahasaan dan sastra guru dalam penerapannya masih belum terkuasai dengan baik. Dalam hal ini pengajaran wacana dialog di harapkan mampu memberikan sumbangsih yang lebih baik guna terciptanya dialog baik dalam bentuk percakapan bebas dan percakapan terbimbing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat diperoleh sebuah rumusan masalah yaitu:
a.
Apa yang dimaksud dengan Wacana Dialog?
b.
Apa yang dimaksud dengan Analisis wacana?
c.
Bagaimana Bentuk Percakapan Bebas
dalam Wacana Dialog?
d.
Bagaimana Bentuk Percakapan Terbimbing dalam Wacana Dialog?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah
diatas, maka terdapat tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
a.
Mengetahui arti wacana dialog
b.
Mengetahui cara Analisis Wacana
c.
Mengetahui Bentuk Percakapan Bebas.
d.
Mengetahui Bentuk Percakapan Terbimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wacana Dialog
Wacana dialog adalah
wacana yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan antara dua pihak seperti
terdapat pada obrolan pembicaraan dalam
telepon, wawancara, teks drama, dan sebagainya. Ada sepuluh unsur aspek
pengkajian pengkajian percakapan dengan tambahan unsur kohesi dan koherensi.
Komponen analisis meliputi analisis wacana dialog, yang membahas unsur-unsur
dialog, seperti kerja sama percakapan, tindak tutur (speech acts); penggalan
percakapan (adjacency pairs); pembukaan dan penutupan percakapan; percakapan
lanjutan (repais); sifat rangkaian percakapan; unsur tata bahasa percakapan;
alih kode (code switch); giliran percakapan (turn talkings); dan topik
percakapan.
Contoh:
Tuti : “apa
sebenarnya yang kau inginkan dengan mengikuti lomba karaoke?”
Nani : “Kamu
ingin bagaimana? Tentu saja aku ingin menjadi juara.”
Tuti : “Ya
kalau itu sih semua orang juga tahu. Kamu pasti punya motivasi lain kan?”
Nani :
“Motivasi lain? Ah, kamu mau tahu saja.”
Tuti : “lalu
apa hubungannya dengan lomba karaoke?”
Nani : “Uh,
kamu kok belum ngerti juga, sih! Siapa tahu ada produser yang melirik aku!”
Tuti :
“Ehem… iya juga ya. Terus mengapa kamu ingin menjadi penyanyi?”
Nani : “Mmm…
Ya ingin saja. Ingin ngetop, ingin dapat uang banyak, ingin bikin video klip, ingin…., ya banyaklah.”
Tuti :
Mengangguk dan tersenyum.
Nani :
“Namanya juga keinginan. Sah-sah saja bukan?”
Tuti : “
Ya…. ya…!”
B. Analisis Wacana
Bahasa bukan saja merupakan
properti yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa,
tetapi bahasa juga alat komunikasi antarpersona komunikasi selalu diiringi oleh
interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, maka
tidak pernah bersifat absolute; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang
selalu mengacu kepada tanda-tanda yang yang terdapat dalam kehidupan manusia
yang di dalamnya ada budaya. Karena itu, tidak pernah lepas dari konteks budaya
dan keberadaaannya selalu dibayangi oleh budaya (Yasin, 2002). Oleh karena itu,
analisis wacana merupakan upaya mengkaji rekaman kebahasaan secara utuh dalam
peristiwa komunikasi sehingga mampu mengungkapkan kajian wacana tulis dan
wacana lisan.
Berdasarkan fungsi nya wacana
dibedakan menjadi dua kategori, yakni wacana transaksional dan wacana
interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk
mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar, sedangkan
wacana interaksional digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan
personal, seperti wacana yang terdapat dalam dialog dan polilog. Dalam hal ini
initeraksi dalam pembelajaran de kelas antara siswa dan guru, guru dengan siswa
atau anatara siswa dengan siswa. Hal ini sesuai dengan namanya, wacana
interaksional lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat interaksi.
Pada dasarnya analisis wacana ingin menganalisis atau menginterpretasikan
pesan dimaksud pembicara atau penulis dengan cara merekonstruksi teks sebagai
produk ujaran atau tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung
wacana pada saat wacana itu dalam proses dihasilkan melingkupi pembicara atau
penulis akan dihadirkan kembali (direkonstruksi) dan dijadikan alat untuk
menginterpretasi.
Hal
tersebut dapat menggunakan prinsip lokalitas dan analogi. Jika penganalisis
melakukan analisis terhadap wacana lisan atau tulisan, analisis itu dapat
dilakukan pada tingkat tataran, yaitu:
(1)
tataran struktural gramatikal kalimat,
(2)
tataran makna, dan
(3)
tataran organisasi ujaran.
Ketiga
tataran ini menuntun penganalisis untuk bisa membedakan pola gramatikal, pola
kalimat semantis, dan pola kalimat komunikatif. Praanggapan dan implikatur
dalam wacana dialog seperti yang akan dibahas dalam tulisan ini bisa dikatakan
sebagai konstruksi pada kalimat komunikatif, yang bisa diorientasikan pada
istilah pragmatic function termasuk analisis fungsi pragmatik. Van Dijk (dalam
Suparno, 1991: 19) manyatakan bahwa informasi pragmatis terdiri atas tiga
komponen, yaitu:
(1)
informasi lama yang berhubungan dengan dunia, yang juga informasi umum (general
information),
(2)
informasi situasional (situational information), yaitu infomasi diturunkan dari
pemahaman atau pengalaman partisipan dalam situasi tempat terjadinya interaksi,
dan
(3)
informasi kontekstual (contextual information) yaitu informasi yang diturunkan
dari ekspresi yang telah diarahkan peristiwa komunikasi.
Sebagai wacana lisan interaksional dalam pembelajaran di kelas dianalisis merupakan bahan yang menarik bagi penganalisis wacana. Hal ini terjadi karena di samping memuat hubungan antara pernyataan, juga dialog sangat kaya dengan unsur-unsur paralinguistik yang akan membantu pendengar atau penganalisis dalam menginterpretasi, memberi makna, dan menemukan hubungan antarpernyataan tersebut.
Analisis wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam konteks pembicara atau penulis. Dengan demikian analisis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksudkan oleh pembicara dan pendengar melalui wacana tersebut. Dalam kaitan dengan ini yang perlu diperhatikan adalah referensi (reference) dan infrensi (inference), praanggapan (presuppotion) dan implikatur (implicature), konteks situasi (the contex of situation) dan ko-teks (co-text), tematisasi dan penahapan, konstruksi tema-rema, pronomina serta interpretasi lokal (local interpretation). Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dalam kajian analisis wacana secara langsung ataupun tidak semua aspek tersebut akan mempengaruhi dan saling keterkaitan.
C. Bentuk Percakapan Bebas
Bentuk percakapan bebas merupakan suatu metode yang dilakukan dalam suatu
percakapan dengan menentukan topik pembicaraan. Siswa diberi kesempatan
melakukan percakapan mengenai topik tersebut secara bebas. Guru membuat
beberapa kelompok siswa dan melakukan pengawasan terhadap masing-masing
kelompok. Guru juga memberi perhatian khusus untuk beberapa siswa yang kurang
mampu dan kelompok yang kurang bersemangat.
Contoh: Topik Pembicaraan Pementasan Drama
Lalu siswa diminta untuk membuat dialog secara bebas disesuaikan dengan topik
pembicaraan tersebut.
Umai : fit masalah drama bagaimana?
Kapan mau latihan?
Fitri : kita latihan lusa mai di
sanggar. Tolong informsikan dengan teman-teman yang lain ya,?
Soni : mau latihan jam berapa?
Jangan siang-siang ya, soalnya kalau siang aku gak bisa.
Erik : jam 09.00 aja fit.
Firti : oke deh kita latihan drama
jam 09.00 gak boleh terlambat ya?
Umai : Sip deh kalau begitu, intinya
kita harus semangat ya teman-teman?
Firti : oke deh sipp mai!
D. Bentuk Percakapan Terbimbing/ Terpimpin
Merupakan bentuk percakapan dimana dalam pengajaran percakapan guru
menentukan situasi atau konteksnya. Siswa diharapkan mengembangkan imajinasinya
sendiri dalam percakapan dengan lawan bicaranya sesuai dengan topik yang telah
ditentukan. Apabila siswa diberi kesempatan untuk mempersiapkannya dirumah,
maka sebaiknya tidak ditetapkan terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari
kemungkinan siswa mempersiapkan dialog secara turtulis dan kemudian
menghafalkannya.
Contoh: Situasi Formal konteksnya antara guru dengan siswa.
Bu mira : Selamat Pagi
anak-anak?
Siswa : pagi bu!
Bu mira : bagaimana
kabarnya?
Siswa : baik mu!
Bu mira : bagaimana dengan
tugas membuat puisinya, sudah dikerjakan?
Siswa : sudah bu guru!
Bu mira : bagus, nanti di
kumpulkan di meja ibu ya angga
Angga : baik bu,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan