PRINSIP KESANTUNAN LEECH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu : Veria
Septianingtias, M.Hum.
Disusun Oleh:
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM 14040004
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh
makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan
anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap
keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya
sampai hari berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat
dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan
manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
Dengan terselesaikannya
makalah analisis yang“Prinsip Kesantunan Leech” ini, tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
Ibu Veria Septianingtias, M.Hum. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pragmatik. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang. Dan harapan
penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak
yang telah membaca makalah ini.
Pringsewu, 14
Maret 2016
Penyusun
Kelompok 4
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran
dari sang penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan
bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi
tertentu atau dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah
ilmu cabang lnguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan
bentuk tuturan. Dan dalam pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang
bagaimana seorang manusia bertutur dalam situasi tertentu. Salah satu dari
prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau kesopanan. Dengan mengetahui
prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa menerapkan atau
mengimplementasikananya dalam situasi atau konteks tertentu dalam membuat
tuturan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa saja
prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik itu?
2. Apa saja skala
dalam prinsip kesantunan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik.
2. Mengetahui Skala
yang terdapat dalam prinsip kesantunan
BABA II
PEMBAHASAN
A. Kesantunan
Kesantunan (politiness), kesopansantunan, atau etiket adalah
tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan
merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu
masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang
disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut
“tatakrama”.
Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari dari
berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan
sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan
sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu
tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di
masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia
dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu
dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang,
memakan waktu lama
Kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak-gerik
ketika menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu.misalnya ketika menerima
tamu, bertamu ke rumah orang, duduk di ruang kelas, menghadapi orang yang kita
hormati, berjalan di tempat umum, menunggu giliran (antre), makan bersama di
tempat umum, dan sebagainya. Masing-masing situasi dan keadaan tersebut
memerlukan tatacara yang berbeda.
Kesopansantunan sendiri
pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut
sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Pandangan kesantunan dalam kajian
pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff,
Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim
kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim),
maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahhatian (modesty
maxim), maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy
maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan,
yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other).
Maksim merupakan
kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap
tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai
bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan
dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan
B. Prinsip-Prinsip Kesantunan
1. Prinsip kesantunan Leech
a. Maksim Kebijaksanaan (tact
maxim)
Gagasan dasar maksim
kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta petuturan
hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya
sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang
bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat
dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh
pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati,
dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur.
Dengan perkataan
lain, menurut maksi ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan pabila
maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. Sebagai pemerjelas atas
pelaksanaan maksim kebijaksanaan ini dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat
dilihat pada contoh berikut ini.
·
Tuan rumah :
“silakan makan saja dulu, nak!
Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu,”
Di dalam contoh di
atas tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan si Tuan rumah sungguh
memaksimalkan keuntungan bagi sang tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu dapat
ditemukan dalam keluarga-keluarga pada masyarakat tutur desa.
b. Maksim Kedermawaan
(Generosity Maxim)
Dengan maksim
kedermawaan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan
dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan
bagi pihak lain. Contoh :
·
Anak kos A :
“Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok,
Yang kotor.”
Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan
mencuci juga,kok.”
Dari tuturan yang
disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha
memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya
sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan
pakaian kotornya si B. Di dalam masyarakat tutur jawa, hal demikian itu sangat
sering terjadi karena merupakan salah satu wujud nyata dari sebuah kerja sama.
·
Bapak A
: “Wah, oli mesin mobilku agak
sedikit kurang.”
Bapak B : “Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya
ambilkan dulu!”
c. Maksim Penghargaan
(Approbation Maxim)
Di dalam maksim
penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam
bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan
maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek,
saling mancaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang
sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan
sebagai orang yang tidak sopan. Dikatakan demikian, karena tindakan mengejek
merupakan tindakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan
tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.
Contoh :
·
Dosen A
: “Pak, aku tadi sudah memulai
kuliah perdana untuk kelas Business
English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu
jelas sekali dari sini.”
Pemberitahuan yang
disampaikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di atas, ditanggapi
dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan oleh dosen A.
Dengan demikian. Dapat dikatakah bahwa di dalam pertuturan itu dosen B
berprilaku santun terhadap dosen A. Hal itu berbeda dengan cuplikan percakapan
pada tuturan di bawah ini.
·
A (mahasiswi) :
“Maaf, aku pinjam pekerjaan rumahnya.
Aku tidak bias mengerjakan tugas itu
sendiri.”
B (mahasiswa) : “Tolol……ini, cepat kembalikan!”
d. Maksim Kesederhanaan (
Modesty Maxim)
Di dalam maksim
kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat
besikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri.
Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan
bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat
bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan
sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Contoh :
·
Ibu A
: “Nanti ibu yang memberikan
sambutan ya dalam rapat Dasa Wisma!”
Ibu B : “Waduh,……nanti grogi aku.”
·
Sekertaris A :
“Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu,ya!”
Anda yang memimpin!”
Sekertaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.”
e. Maksim Permufakatan
(Agreement Maxim)
Maksim permufakatan
seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini ditekankan agar
para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam
kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur
dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat
dikatakan bersikap santun.
Contoh :
·
Guru A
: “Ruangannya gelap ya, Bu!”
Guru B : “He..eh! Saklarnya mana, ya?”
·
Noni :
“Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!
Yuyun : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.”
f. Maksim Kesimpatisan
(Sympath Maxim)
Di dalam maksim
kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap
simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap
salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagi tindakan tidak santun.
Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap
orang lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap sinis
terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun
di dalam masyarakat.
Contoh :
·
Karyasiswi A :
“Mas, aku akan ujian tesis minggu depan.”
Karyasiwi B : “wah, Proficiat ya! Kapan pesta?”
·
Ani
: “tut, nenekku meninggal!”
Tuti : “Innalillahiwainnalillahi rojiun. Ikut
berduka cita.”
2. Skala Kesantunan
Sedikitnya terdapat tiga
macam skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak
digunakan sebagai dasar acuan dalam penilitian kesantunan. Ketiga macam skala
itu antara lain :
a. Skala Kesantunan Leech
Di dalam model
kesantuna Leech (1983), setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan
untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut skala kesantunan
yang disampaikan Leech itu selengkapnya, antara lain :
1) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan
keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang
diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan.
2) Optionality scale atau skala pilihan,
menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur
kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur.
3) Indirectness scale atau skala
ketidaklansungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak lansungnya
maksud sebuah tuturan.
4) Authority scale atau skala keotoritasan
menunjuk kepada hubungan status social anatar penutur dan mitra tutur yang
terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat social antara penutur
dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun.
Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status social di antara keduanya,
akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam
bertutur itu.
5) Social distance scale atau skala jarak social
menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang
terlibat dalam sebuah pertuturan.
b. Skala Kesantunan Brown dan
Levinson
Di dalam model
kesantunan Brown dan Levinson (1987) terdapat tiga skala penentu tinggi
rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala itu, antara lain:
1) Skala peringkat jarak sosial antara penutur
dan mitra tutur banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin,
dan latar belakang sosiolkultural.
2) Skala peringkat status sosial antara penutur
dan mitra tutur atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan didasarkan
pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur.
3) Skala peringkat tindak tutur atau sering pula
disebut dengan rank rating didasarkan atas kedudukan relative tindak tutur yang
satu dengan tindak tutur lainnya.
c. Skala Kesantunan Robin
lakoff
Robin Lakoff (1973)
menyatakan tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan
bertutur. Ketiga ketentuan itu, antara lain :
1) Skala formalitas, dinyatakan bahwa agar para
peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan
yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh.
2) Skala ketidaktegasan atau seringkali disebut
skala pilihan menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling
merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus
diberikan oleh kedua belah pihak.
Skala kesekawanan
atau kesamaan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah
bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu
dengan pihak lain. Agar tecapai maksud demikian penutur haruslah dapat
menganggap mitra tutur sebagai sahabat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pandangan kesantunan
dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech,
Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim,
yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity
maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahhatian
(modesty maxim), maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim
kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan
dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other).
Maksim merupakan
kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap
tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Sedikitnya terdapat
tiga macam skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai dengan saat ini
banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penilitian kesantunan. Ketiga macam skala
itu antara lain :
a. Skala Kesantunan Leech
b. Skala Kesantunan Brown dan Levinson
c. Skala Kesantunan Robin lakoff
Daftar Pustaka
Rahardi, Kunjana. 2008 . Pragmatik. Kesantunan Imperatif Bahasa
Indonesia . Jakarta:
Erlangga.
http://pengertiankesantunan.blogspot.co.id (dikutip pada tanggal 30 Maret 2016 pukul 22:07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar