Rabu, 22 Maret 2017

Proses Perkembangan dan Pemerolehan Bahasa

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Teori belajar bahasa


Dosen Pengampu      : Rohmah Tussolekha, M.Pd


Disusun Oleh :
Ana Wahyu Kusniati (14040004)



 



















SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015








KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya, sahabat-sahabat; dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari berbangkit. Penulis doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk ummat dalam keseharian kita, Amien.
Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa” ini, tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu Rohmah tussolekha, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Teori belajar bahasa..
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan laporan berikutnya.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan, dan harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi semua pihak yang telah membaca laporan ini.
Pringsewu, 06 maret 2015
Penulis


Ana Wahyu Kusniati











DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .................................................................................   i
KATA PENGANTAR ...............................................................................   ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................   iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................  
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................  
1.3 Tujuan .......................................................................................  

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Bahasa Anak
a. Hakikat Perkembangan Bahasa
b. Perkembangan Pragmatik
2.2 Perbedaan Bahasa Anak Laki-laki dan Perempuan
2.3 Perkembangan Semantik dan Proses Kognitif
2.4 Perkembangan Morfologis dan Sintaksis
2.5 Perkembangan Fonologis
2.6 Perkembangan Membaca dan Menulis

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan ...............................................................................  

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkanmulti bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut.
Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.
Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwi bahasa bahkan multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut. Dalam bahasa anak pun terdapat perbedaan baik itu anak laki-laki dan anak perempuan.




1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan,diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa anak?
2.      Bagaimana perkembangan bahasa anak?
3.      Apa saja ragam pemerolehan bahasa anak?
4.      Apa saja macam-macam  perkembangan bahasa anak?
5.      Bagaimana tahap-tahap prkembangan bahasa anak (membaca dan menulis)?

1.3  Tujuan
Dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak,mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan hakikat pemerolehan bahasa anak.
2. Menjelaskan bagaimana perkembangan bahasa anak.
3. Menjelaskan ragam pemerolehan bahasa anak.
4. Menjelaskan macam-macam perkembangan bahasa anak.
5. Menjelaskan tahap-tahap perkembangan bahasa anak (membaca dan menulis).


























BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Perkembangan Bahasa Anak
a.      Hakikat Perkembangan Bahasa
Anak –anak memperoleh komponen-komponen utama bahasa ibu mereka dalam waktu yang relative singkat. Ketika mereka mulai bersekolah dan mempelajari bahasa secara formal, mereka sudah mengetahui cara berbicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mereka sudah mengetahui dan mengucapkan sejumlah besar kata. Namun, perkembangan bahasa tidak berhenti ketika seorang anak sudah mulai bersekolah atau ketika mereka sudah dewasa.
Proses perkembangan berlangsung sepanjang hayat. Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuanuntuk menghasilkan tuturan secara spontan, dan kemampuan untuk memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, maka yangdimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman ataupun pengungkapan secara alami,tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan).
Ketika bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa mereka juga memiliki ciri-ciri yang universal. Bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu yang mudah diucapkan dan memiliki arti konkret. Kata-kata tersebut adalah nama benda-benda, kejadian, atau orang-orang yang ada disekitar anak, misalnya mama, papa, meong, maem, dan sebagainya. Perkembangan fonologis mulai tampak pada periode umur ini demikian  juga perkembangan semantik yaitu pengenalan makna oleh anak.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemerolehan bahasa :
1.      Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban dan berlangsung di luar sekolah.
2.      Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
3.      Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan.
4.      Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi anak.
Anak mulai dapat mengucapkan “ma, mimik”, maksudnya “mama, saya minta minum”. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak-anak mulai dapat membuat kalimat-kalimatpendek. Pada waktu mulai masuk sekolah taman kanak-kanak, anak-anak telah memiliki sejumlah besar kosa kata. Mereka dapat membuat pertanyaan, pernyataan negtif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Mereka memahami kosa kata lebih banyak. Mereka dapat begurau, bertengkar dengan temannya dan berbicara dengan sopan dengan orang tua daan guru mereka.
Selama periode sekolah dasar, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini hamper tidak mungkin kalau mereka belum menguasi bahasa lisan. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang.
Pada masa perkembangan selanjutnya, yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan bahasa yang peting. Remaja menggunakan gaya yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari bentuknya identitas diri.
Akhirnya, pada usia dewasa terjadi perbedaan-perbedaan yang sangat besar anatar individu yang satu dan yang lain dalam hal perkembangan bahasanya. Hal ini bergantung pada tingkat pedidikan, peranan dalam masyarakat, dan jenis pekerjaan.
Membaca dan menulis memerlukan perubahan pokok dalam penggunaan bahasa. Bahasa buku atau teks menjadi lebih penting dari pada bahasa untuk hubungan sosial dan hubungan antar pribadi. Anak dituntut dapat menggunakan kata-kata dengan makna yang tepat. Anak-anak Indonesia yang kebanyakan mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua mungkin tidak mudah menghadapi hal ini.
Seperti telah dikemukakan didepan, perkembangan bahasa yang paling jelas tampak pada periode umur sekolah ialah perkembangan prakmatik dan semantik.
b.      Perkembangan Pragmatik
Perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal yang paling penting dalam bidang pertumbuhan bahasa pada periode usia sekolah. Pada usia prasekolah anak belum memiliki keterampilan bercerita secara sistematis.
Selama periode prasekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi komunikator yang lebih efektif. Anak-anak mulai mengenal adanya berbagai pandangan mengenai suatu topik. Mereka dapat mendeskripsikan sesuatu, tetapi deskripsi yang mereka buat lebih bersifat personal dan tidak mempertimbangkan makna informasi yang disampaikannya bagi pendengar. Perkembangan itu meliputi :
·         kemampuan membuat cerita,  yang dialami anak-anak berumur lima dan enam tahun. Kemampuan membuat cerita tersebut seharusnya sudah diperkenalkan pada usia prasekolah, meskipun masih sangat sederhana, yakni selama kegiatan mengasuh anak, bermain, dan membacakan cerita kepada anak-anak. Dengan demikian, ketika memasuki sekolah dasar, anak-anak tidak merasa asing lagi dengan keempat jenis cerita tersebut. Keempat jenis cerita tersebut ialah cerita pengalaman bersama orang lain atau tentang yang dibaca, penjelasan tentang kejadian, cerita pengalaman sendiri, dan cerita fiksi.
·         Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan membuat cerita, yang dialami oleh anak-anak berumur enam tahun. Anak-anak sudah dapat bercerita sederhana tentang acara televisi atau film yang mereka lihat. Kemudian, pada usia tujuh tahun anak-anak sudah dapat membuat yang agak padu. Mereka sudah mulai dengan mengemukakan masalah, cara untuk mengatasi masalah, dan cara penyelesain masalah tersebuat, meskipun belum jelas siapa yang melakukannya. Pada usia delapan tahun, anka-anak menggunakan penanda awal dan akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup rukun”. Kemampua membuat alur cerita yang agak jelas mulai di peroleh oleh anak-anak pada usia lebih dari delapan tahun. Pada usia tersebut, barulah mereka dapat mengemukakan pelaku yang mengatasi masalah dalam cerita.
2.2 Perbedaan Bahasa Anak Laki-laki dan Perempuan
Perbedaan ini dapat dilihat pada kosakata dan gaya bercerita yang digunakan.
·         Penggunaan Kosakata
Perbedaan kosakata yang digunakan oleh anak laki-laki dan perempuan pada umumnya ada pada pilihan katanya. Pada umumnya anak perempuan menghindari bahasa yang berisi umpatan dalam percakapan dan cenderung kata-kata lebih sopan, misalnya silahkan, selamat jalan, dan lain-lain. Perbedaan yang cukup besar juga dapat dilihat dari ekspresi emosional atau rasa sayang. Sedangkan laki-laki cenderung menggunakan umpatan, misalnya sialan, bedebah, dan sebagainya. Bahkan anak-anak kelas satu sekolah dasar sudah menunjukan adanya perbedaan tersebut. Namun, baik anak laki-laki atau perempuan sama-sama memperoleh pendidikan agama yang kuat, biasanya umpatan-umpatan itu tidak digunakan.




·         Gaya bercerita
Wanita cenderung menggunakan cara-csra tidak lagsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak mendengarkan, sedangkan laki-laki cenderung memberitahu. Wanita menganggap bahwa perannya dalam percakapan adalah sebagai fasilisator, sedangkan laki-laki sebagai pemberi informasi. Cara orang tua berbicara dengan anak perempuan dan anak laki-laki mereka bervariasi. Ayah lebih banyak menggunakan peritah ketika berbicara dengan anak laki-lakinya. Ayah juga lebih banyak mengintrupsi pembicaraan anak perempuannya. Anak laki-laki biasanya kurang banyak bercerita dan lebih banyak berbuat. Tindakan (kadang kekerasan) dan perakapan digunakannya utuk berjuang agar tidak dikuasai oleh anak lain atau kelompok lain. Sedangkan anak perempuan biasa berpasangan dengan teman akrabnya, dan saling menceritakan rahasianya. Masalah-masalah pribadinya dikemukakan kepada temannya dan temannya biasanya menyetujuinya serta dapat memahami masalah tersebut.

2.3 Perkembangan Sematik dan Kognitif     
Selama periode usia sekolah dan sampai dewasa, setiap individu meningkatkan jumlah kosakata dan makna khas istilah. Dalam proses tersebut seseorang menyusun kembali aspek-aspek kebahasaan yang telah dikuasainya. Susunan baru yang dihasilkanya itu cerminan dalam cara seseorang menggunakan kata-kata. Sebagai dampaknya ialah danya perkembangan penggunaan bahasa figuratif atau kreativitas berbahasa yang cukup pesat. Keseluruhan proses perkembangan semantik yang mulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar ini dapat dihubungkan dengan keseluruhan proses kognitif (Owens, 1992: 374).
Kita semua mengalami bahwa sepanjang hidup kita akan terus menambah kata-kata baru yang kita peroleh dari mendengarkan atau membaca tulisan orang lain. Penambahan kata tersebut memang tidak sama kecepatannya sepanjang hayat kita, setelah berumur 70 tahun kecepatannya menurun.

·         Perkembangan Kosakata     
Selama periode usia sekolah dan dewasa, ada dua jenis penambahan makna kata. Secara horizontal, anak-anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatau kata dengan makna yang tepat. Dalam proses mengedintifikasikan kata-kata baru atau mendefinisikan kata-kata lama (yang sudah diketahui salah satu artinya) pada dasarnya anak membentuk makna. Makna ini dibentuk kembali atau ditegaskan lewat penggunaan bahasa. Dikelas rendah sekolah dasar juga terjadi perkembangan dalam penggunaan istilah-istilah yang menyatajan tempat. Penggunaan istilah-istilah yang umum atau yang tidak spesifik berkurang dan terjadi peningkatan penggunaan istilah-istilah yang menunjukan tempat yang bersifat khas. Kemampuan anak membuat definisi sangat dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Apabila anak banyak memperoleh kesempatan untuk bercakap-cakap dengan orang tua atau saudara-saudaranya, dia memperoleh kesempatan tantangan untuk menjelaskan maksudnya kepada orang lain. Pengetahuan kosakata mempunyai kolerasi (hubungan) dengan kemampuan kebahasaan secara umum. Anak menguasai banyak kosa kata lebih mudah memahami wacana. Anak berumur lima tahun mendefinisikan suatu kata secara sempit sedangkan anak berumur sebelas tahun membentuk definisi dengan menggabungkan makna-makna yang telah diketahuinya. Dengan demikian definisinya menjadi lebih luas. Kemampuan anak membuat definisi sangat dipegaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Apabila anak banyak memperoleh kesempatan untuk bercakap-cakap dengan orang tua atau saudara-saudaranya, dia memperleh tantangan untuk menjelaskan maksudnya kepada orang lain. Demikian juga kalau di sekolah anak banyak diberi kesempatan untuk praktik berbahasa, anak akan dapat mengembangkan potensi berbahasanya dengan baik, termasuk kemampuannya dalam membuat definisi. Pengetahuan kosakata mempunyai korelasi (hubungan) dengan kemampuan kebahasaan secara umum. Anak yang menguasai banyak kosakata lebih mudah memahami wacana.

·         Bahasa Figuratif
Anak usia sekolah juga mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara benar-benar kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata-kata secara imajinatif, tidak secara literal, untuk menciptakan kesan emosional atau imajinatif. Yang termasuk jenis bahasa figuratif ialah ungkapan, metafora, kiasan, dan perbahasa. Anak-anak persekolahan menciptakan banyak kiasan dan metafora. Namun, hal ini tidak berarti bahwa mereka dapat menggunakan bahasa figuratif. Kreativitas berbahasa pada anak-anak kecil disebabkan oleh ketidak tahuan atau keterbatasan penguasaan bahasa. Setelah berumur lebih dari enam tahun, penggunaan metafora secara spontan dalam percakapan menjadi semakin kurang. Dua kemungkinan sebab penurunan penggunaan metafora ini, yang pertama anak telah memiliki sejumlah kosakata dasar, yang kedua adanya latihan berbahasa berdasarkan kaidah bahasa yang diberikan di sekolah membatasi kreativitas. Anak berumur 5 tahun sampai 7 tahun lebih suka menghubungkan dua istilah daripada menyamakannya. Anak berumur 6-7, atau 8 tahun menafsirkan peribahasa secara literal. Bentuk bahasa figuratif yang terakhir adalah pribahasa, yakni pernyataan pendek yang sudah dikenal yang berisi kebenaran yang terterima, pkiran yang berguna, atau nasehat.
Contoh: Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.
            Menepuk air di dulang, terpecik muka sendiri.
Anak berumur 6,7, atau 8 tahun menafsirkan pribahasa secara literal. Perkembangan pemahaman berlangsung terus sampai pada periode adolesen dan dewasa.ketepatan pemahaman ungkapan dan pribahasa meningkat secara perlahan-lahan pada akhir masa kanak-kanak dan masa adolesen. Bahasa figuratif lebih mudah dipahami dalam konteks dari pada secara terpisah oleh anak adolesen. Makna bahasa figuratif disimpulkan pleh anak dari penggunaaan yang berulang-ulang dalam konteks yang berbeda-beda.



2.4 Perkembangan Morfologi dan Sintaksis
 Perkembangan bahasa pada periode usia sekolah mencakup perkembangan secara serentak (simultan) bentuk-bentuk sintaktik yang telah ada dan pemerolehan bentuk-bentuk baru. Anak memperluas kalimat dengan menggunakan frase nomina dan frase verba. Fungsi-fungsi kata ganti juga diperluas. Anak-anak memepelajari bentuk-bentuk morfem mula-mula bersifat hafalan. Hal ini kemudian diikuti dengan membuat kesimpulan secara kasar tengtang bentuk dan makna fonem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen (masa remaja).


·         Perkembangan frasen nomina dan verba
Anak-anak berumur 5 samai7 tahun menggunakan semua elemen nomina dan verba tetapi serig meninggalkan elemen-elemen tersebut meskipun hal ini diperlukan. Bahkan pada umur 7 tahun, mereka menghilangkan beberapa elemen tetapi memperluas yang lain secara redundan (pengulangan yang tidak perlu). Misalnya utuk menyebut “buku tukisku” hanya dikatakan “bukuku”, sedangkan “pet” (jenis topi) disebut topi pet.
Bagi anak, bentuk-bentuk verbal lebih sulit dari pada bentuk-bentuk nomina. Kesulitan ini mungkin berkaitan dengan berbagai peredaan bentuk kata kerja yang menyatakan arti yng berbeda. Misalnya, kata ditulis, ditulisi, dituliskan, dan bertuliskan memiliki arti yang berbeda.
Dalam memperlajari frase nomina, anak mempelajari penggunaan kata ganti dan kata sifat. Susunan kata sifat juga perlu dipelajari, misalnya “bagus sekali” , “sangat bagus”, “merah muda” dan sebagainya.

·         Bentuk-bentuk kalimat
Anak-anak sering mengalami kesulitan membedakan bentuk pasif dan aktif. Khususnya pengenalan bentuk pasif menimbulkan masalah bagi anak. Anak-anak jarang menggunakan bentuk pasif. Bahkan orang dewasa pun tidak sering menggunakan bentuk pasif. Hal ini berbeda dengan pemakai bahasa Melayu yang lebih banyak menggunakan bentuk pasif  dari pada bentuk aktif.
Pada umumnya nak-anak mengenal bentuk pasif dari preposisi yang digunakan. Ada tiga jenis bentuk pasif : 1. Dapat dibalik, 2. Tidak dapat dibalik yang pelakunya berupa instrumen, dan 3. Tidak dapat dibalik yang pelakunya berupa manusia.
Bentuk pasif yang dapat dibalik artinya objeknya dijadikan subjek dan sebaliknya.
Anak-anak biasanya menggunakan bentuk pasif yang dapat dibalik dan tidak dapat dibalik dalam jumlah yang seimbang. Namun anak-anak sering mengalami kesulitan dalam membuat kalimat dan juga dalam menafsirkan kalimat pasif yang dapat dibalik, kemudian menjelang berumur 8 tahun mereka mulai lebih banyak menggunakan bentuk pasif yang tidak dapat dibalik. Penggunaan kata-kata penghubung juga meningkatkan pada pada periode usia sekolah. Anak-anak dibawah umur 11 tahun serig menggunakan kata ”dan” pada awal kalimat. Kata penghubung yang menghubungkan klausa mulai sering digunakan pada umur 12 tahun. Yang paling banyak digunakan adalah kata penghubung “karena”,jika” dan “supaya”.
Faktor-faktor pragmatik dapat juga mempengaruhi kata penghubug. Anak-anak lebih tepat dalam memperkirakan makna yang disampaikan pembicara dengan kalimat-kalimat yang memiliki hubungan positif. Karena itu kalimat dengan kata sambung “karena” lebih mudah mereka pahami dari pada “meskipun”

2.5 Perkembangan Fonologis
Pada awal usia sekolah anak-anak sudah dapat mengucapkan  semua bunyi bahasa. Namun, bunyi-bunyi tertentu terutama yang berupa klaster masih sulit bagi mereka yang mengucapkannya. Kompetensi fonemik tampak jelas dalam kemampuan anak mengenal irama. Pada usia prasekolah anak-anak menjadi sensitif  terhadap pola  fonetik dan sering membuat irama kata-kata dengan mengganti suatu bunyi atau suku kata, sehingga mengucapkannya: dag, dig, dug atau ini ani, ini ima. Sebelum masa usia sekolah anak-anak belum memahami  dasar kesamaan bunyi , meskipun anak-anak prasekolah mengetahui baha kata “sudah” berbeda dengan kata “mudah”, tetapi berbeda dengan orang orang dewasa mereka tidak menyadari bahwa perebedaan tersebut hanya pada fonem “s” dan “m” pada awal kata.

·         Perkembangan Morfofonemik
Perubahan morfofonemik adalah modifikasi fonologis atau bunyi yang terjadi  apabila morfem-morfem digabungkan.contoh cetak berubah menjadi cetakan (k diucap jelas). Sebelum usia prasekolah, anak juga mempelajari konteks, perubahan vokal. 

2.6 Perkembangan Membaca dan Menulis
a.        Perkembangan Membaca
Sebagai halnya berbicara, kemampuan awal dalam membaca mungkin diperoleh lewat interaksi sosial tidak lewat pembelajaran formal. Dalam kegiatan membacakan cerita yang dilakukan oleh orang tua, tampak baik orang tua maupun anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial Orang tua sebaiknya memperkenalkan buku-buku cerita kepada anak sedini mungkin. Tentu saja bukun yang digunkan adalah yang banyak gambarnya dan berwarna warni sehingga menarik perhatian anak. Ada beberapa fase perkembangan membaca. Dalam frase pembaca, yang terjadi sebelum umur 6 tahun, anak-anak mempelajario tentang huruf dan perbedaan angka yang satu dengan yang lainnya.      Pada fase ke-1, yaitu sampai dengan kira-kira kelas dua, anak memusatkan pada kata-kata lepas dalam sederhana supaya dapat membaca, anak perlu mengetahui sistem tulisan, cara mencapai kelancaran membaca, terbebas dari kesalahan pembaca Pada umur 7 atau 8 kebanyakan anak telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata dan kata yang diperlukan untuk dapat membaca pada fase ke-2, kira-kira ketika berada dikelas tiga dan empat anak menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya menggunakan pola tulisan dan kesimpulan yang didasarkan konteksnya. Pada fase ke-3, dari kelas empat samapi dengan dua SLTP tampak adanya perkembangan pesat dalam membaca yaitu tekanan membaca tidak lagi pengenalan tulisan tetapi pada pemahaman . pada fase ke-4, yakni akhir SLTP sampai dengan SLTA, remaja menggunakan keterampilan tingkat tinggi misalnya inferensi(penyimpulan) dan pengenalan pandangan penilis untuk meningkatkan pemahaman akhirnya pada fase ke-5, tingkat perguruan tinggiseterusnya, atau orang dewasa dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dengan pengetahuan yang dimilikinya dan menanggapi kritis materi.


b.       Perkembangan Menulis
Ada kesejajaran antara perkermbangan kemampuan membaca dan menulis. Pada umumnya penulis yang baik adalah pembaca yang baik, demikian juda sebaliknya. Proses menulis dekat dengan menggambar, dalam hal keduanya mewakili simbol tertentu. Namun, menulis berbeda dengan menggambar dan hal ini diketahui oleh anak ketika berumur 3 tahun.
Anak anak mulai dengan meggambar, kemudian menulis”cakar ayam”, barulah membuat bentuk-bentuk huruf. Mula-mula anak sekolah menulis , meskipun ia tidak mengetahui nama-nama huruf. Anak mencoba menggunakan aturan dalam menulis dan menulis dengan mencocokan bunyi dan tulisan. Bunyi-bunyi dalam nama huruf dicocokan dengan bunyi-bunyi yang didengarnya.

Tahap-tahap Perkembangan Bahasa Anak
1.      Tahap Pralinguistik (masa Meraba) Pada tahap ini bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belum bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Pada perkembangan bahasa anak terdapat beberapa fase yang berlangsung sejak anak lahir sampai berumur 12 bulan.
a.       Pada umur 0-2 bulan anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi reflektif untuk menyatakan lapar, sakit atau ketidaknyamanan.
b.   Pada umur 2 – 5 bulan anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyi bunyi vokal yang bercapur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan.
c.   Pada umur 4 – 7 bulan anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi (rentang waktu) yang lebih lama.
d. Pada umur 6 – 12 bulan anak mulai berceloteh.
Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan  konsonan dan vokal yang sama seperti  ba ba ba, ma ma ma

2.      Tahap satu kata Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada masa ini anak menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu kata meakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu frase ini disebut juga tahap holofrasis Contoh satu kata: mimi !( sambil menunjuk cangkirnya), akut (sambil menunjukan laba-laba).
3.      Tahap dua kata Fase ini berlangsung seaktu nak berusia sekitar 18 – 24 bulan, pada masa ini, kosakata dan gramatika berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Tuturnya mulai bersifat telegrafik. Artinya apa yang dituturkan anak hanyalah kata-kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Kata kata yang tidak pebting seperti halnya kalau kita menulis telegram dihilangkan. Contoh dua kata :  bapak ana! Mamah, makan!
 4.      Tahap banyak kata       Fase ini berlangsung ketika anak berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah. Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tatabahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur  5-6 tahun bahasa anak telah menyerupai  bahasa orang dewasa, sebagian bear aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta tuturannya semakin bervariasi. Pada tahap perkembangan bahasa yang dipelajarinya berkembang pula penguasaan mereka atas system bahasa yang dipelajarinya, system bahasa itu sendiri atas subsistem berikut:
1.      Fonologi, yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi-bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna
2.      Gramatika (tata bahasa) yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan unsure tuturan
3.      Semantikleksikal(kosakata) yaitu pengetahuan tentang kata untuk mengacu kepada sesuatu hal
4.      Pragmatik, yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai keperluan. Sub-subsistem tersebut diperoleh anak secara bersamaan dengan keterampilan berbahasanya itu sendiri.













BAB III
3.1 KESIMPULAN
Anak-anak memperoleh komponen-komponen utama bahasa ibu mereka dalam waktu yang relative singkat. Ketika mereka mulai bersekolah dan mempelajari bahasa secara formal, mereka sudah mengetahui cara berbicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Mereka sudah mengetahui dan mengucapkan sejumlah besar kata. Namun, perkembangan bahasa tidak berhenti ketika seorang anak sudah mulai bersekolah atau ketika mereka sudah dewasa.
Proses perkembangan berlangsung sepanjang hayat. Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan, dan kemampuan untuk memahami tuturan orang lain.
Perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal yang paling penting dalam bidang pertumbuhan bahasa pada periode usia sekolah. Pada usia prasekolah anak belum memiliki keterampilan bercerita secara sistematis.
Selama periode prasekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi komunikator yang lebih efektif.
Perbedaan ini dapat dilihat pada kosakata dan gaya bercerita yang digunakan.
·         Penggunaan Kosakata
Perbedaan kosakata yang digunakan oleh anak laki-laki dan perempuan pada umumnya ada pada pilihan katanya.
·         Gaya bercerita
Wanita cenderung menggunakan cara-csra tidak lagsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak mendengarkan, sedangkan laki-laki cenderung memberitahu.
Pada awal usia sekolah anak-anak sudah dapat mengucapkan  semua bunyi bahasa. Namun, bunyi-bunyi tertentu terutama yang berupa klaster masih sulit bagi mereka yang mengucapkannya. Kompetensi fonemik tampak jelas dalam kemampuan anak mengenal irama.
·         Perubahan morfofonemik
adalah modifikasi fonologis atau bunyi yang terjadi  apabila morfem-morfem digabungkan.contoh cetak berubah menjadi cetakan (k diucap jelas).
Sebagai halnya berbicara, kemampuan awal dalam membaca mungkin diperoleh lewat interaksi sosial tidak lewat pembelajaran formal. Dalam kegiatan membacakan cerita yang dilakukan oleh orang tua, tampak baik orang tua maupun anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial Orang tua sebaiknya memperkenalkan buku-buku cerita kepada anak sedini mungkin. Tentu saja bukun yang digunkan adalah yang banyak gambarnya dan berwarna warni sehingga menarik perhatian anak.
Ada kesejajaran antara perkermbangan kemampuan membaca dan menulis. Pada umumnya penulis yang baik adalah pembaca yang baik, demikian juda sebaliknya. Proses menulis dekat dengan menggambar, dalam hal keduanya mewakili simbol tertentu. Namun, menulis berbeda dengan menggambar dan hal ini diketahui oleh anak ketika berumur 3 tahun.
















DAFTAR PUSTAKA
Mulyanto widodo & Ali mustofa 2001. Diktat Teori Belajar Bahasa.
Lampung : Unila.
Irindiyani.blogspot. com/2014/04/Perkembangan_bahasa_anak. Html; diakses pada Jum’at tanggal 06 maret 2015 pukul 18.20.
www.academia.edu/4797479/_Bahasa_Indonesia_Pemrolehan_dan_Perkembangan_Bahasa_Anak. Diakses pada hari jum’at 06 maret 2015 pukul 17.19.
Broto,A.s. 1975. Membaca. Jakarta: Bina Bahasa.
Tarigan H.G.2011.Pengajaran pemerolehan bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar