KRITIKUS SASTRA DALAM
KONSTELASI MASYARAKAT SASTRA
Makalah Ini Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Kritik Sastra
Dosen
Pengampu : Dra.
Lisdwiana Kurniati, M.Pd.
Disusun
Oleh:
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM
14040004
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2017
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa
dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai
teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap
keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya
sampai hari berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat
dan ridho-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan
manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
Dengan
terselesaikannya makalah dengan Judul “Kritikus Sastra
Dalam Konstelasi Masyarakat Sastra”, ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
Ibu Dra. Lisdwiana Kurniati, M.Pd. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Kritik Sastra. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, ’’tidak ada jalan yang tidak berlubang’’ maka tidak ada manusia yang
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang. Dan harapan penulis
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang
telah membaca makalah ini.
Pringsewu, Maret 2017
Penyusun,
Kelompok 3
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan kita sehari-hari , kata kritik
bukanlah sesuatu yang asing. Kata kritik sangat luas digunakan dalam
bermacam-macam hubungan, seperti politi, masyarakat, sejarah, musik, dan
filsafat. Kita pun sering mengkritik sesuatu yang ada di sekitar kita. Misalnya
mengkritik dandanan seorang teman yang menurut kita tampak amat menor, berlebih-lebihan, atau tidak
serasi antara warna baju dengan warna kulitnya. Dalam hal ini kritik sebenarnya
berkaitan dengan kegiatan mengamati dan menilai. Dalam kasus tersebut kita
mengamati dan menilai dandanan seorang teman.
Analog dengan pengertian diatas, maka secara sederhana
kritik sastra pun dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan
dengan membahas dan menilai karya sastra. Pemebahasan dan penilaian tersebut
secara konkret terwujud dalam penentuan baik atau buruk karya sastra yang
dinilai dengan disertai alas an-alasan tertentu sesuai dengan fenomena yang ada
dalam karya yang dinilai dan pendekatan penilaian yang digunakan kritikus.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan Kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra?
2. Apakah
Fungsi Kritik Sastra?
C. Tujuan
1. Mengetahui Kritikus sastra dalam konstelasi
masyarakat sastra
2. Mengetahui
Fungsi Kritik Sastra
BAB II
PEMABAHASAN
A.
Kritikus
Sastra Dalam Konstelasi Masyarakat Sastra
Dalam
kegiatan belajar ini kita akan meninjau
kedudukan kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra. Ibarat hakim yang
kedudukannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat demi tegaknya keadilan, demikian
halnya dengan kritikus sastra. Hanya saja, kedudukan kritikus sastra penting
bukan pertama-tama dalam konteks penegakan keadilan sastra, tetapi dalam
konteks penilaian terhadap sastra. Hasil penilaian itulah yang kemudian sangat
bermanfaat bagi kedinamisan kehidupan masyarakat sastra.
Adapun
yang dimaksud dengan masyarakat sastra dalam konteks pembicaraan kali ini
adalah ilmuwan sastra,
sastrawan, dan penikmat. Kemudian, dalam lingkungan ilmuwan sastra itu sendiri
ada ahli teori sastra, ahli sejarah sastra dan kritikus sastra. Demi
sistematisnya pembahasan, dalam menjelaskan kedudukan kritikus sastra dalam
konstelasi masyarakat sastra, terlebih dalulu akan kita uraikan hubungan yang
terjadi dalam lingkungan ilmuwan sastra. Setelah itu, pembicaraan akan melebar
dengan mengaitkan dengan satrawan dan penikmat sastra.
Ahli
teori sastra adalah ilmuwan sastra yang pekerjaannya melakukan penyelidikan
sastra dalam hal-hal yang bersifat teoritis. Pekerjaan teoritis itu secara
garis besar akan menghasilkan pengertian-pengertian sastra, hakekat sastra,
prinsip-prinsip sastra, latar belakang sastra, jenis-jenis sastra, susunan
dalam karya sastra, dan prinsip-prinsip tentang penilaian sastra.
Ahli
sejarah sastra adalah ilmuwan sastra yang pekerjaannya melakukan penyelidikan
tentang perkembangan sastra sejak awal tumbuhnya di masa dulu sampai hidupnya
di masa sekarang. Perkembangan sastra dimaksud misalnyamenyangkut jenis sastra
(genre), aliran, gaya dan unsur-unsur
lainnya.
Kritikus
sastra adalah ilmuawan sastra yang menyelidiki sastra dengan menafsirkan,
menjelaskan, menguraikan, dan kemudian melakukan pertimbangan bernilai tidaknya
suatu karya sastra.
Bidang
garap masing-masing spesialisasi keahlian sastra seperti terurai tersebut
tampaknya berjalan sendiri-sendiri. Akan tetapi, bila kita memasukinya dan
kemudian melakukan praktik, akan kita ketahui bahwa hubungan ketiganya sangat
erat. Bahkan, pada pelaksanaannya ketiga spesialis itu harus dikuasai oleh ahli
teori sastra, ahli sejarah sastra, ataupun kritikus sastra. Dengan kata lain,
sesorang yang menekuni sastra haruslah menjadi seorang ilmuwan sastra. Untuk
lebih jelasnya berikut ini diuraikan hubungan diantara ketiganya.
Ahli
teori sastra, karena wilayah penyelidikannya yang berkaitan dengan persoalan
teoritis dalam ilmu sastra, dapat memberikan bantuan pada ahli sejarah sastra.
Misalnya, upaya melakukan penggolongan-penggolongan kedalam periode-periode
atau angkatan-angkatan yang merupakan wilayah kerja ahli sejarah sastra hanya
bisa dilakukan bila dikaitkan dengan teori tentang gaya, wujud, latar belakang,
aliran dan lain sebagainya yang merupakan wilayah garapan ahli teori sastra.
Sebaliknya,
ahli sejarah sastra, karena wilayah penyelidikannya berkaitan dengan persoalan
historisitas sastra, juga membantu ahli teori sastra. Misalnya, untuk menyusun
teori tentang angkatan, gaya, aliran, atau yang lainnya, ahli teori sastra
tidak bisa lepas dari pandangan ahli sejarah sastraterhadap perkembangansastra
secara menyeluruh.
Ahli
teori sastra juga memberikan bantuan yang besar pada kritikus sastra. Agar
dapat melakukan penilaian terhadap suatu karya sastra tertentu misalnya,
seorang kritikus harus mengetahui teori tentang nilai dan ketentuan-ketentuan
yang merupakan syarat-syarat bagi suatu karya yang baik atau bahkan yang agung.
Sebaiknya,
ahli teori sastra juga sangat membutuhkan bantuan kritikus sastra dalam
menyusun pengetahuan teoritik sastra. Sebagai contoh, dalam menyusun teori
tentang teknik cerita yang baik, teori tentang gaya yang berhasil, dan
teori-teori penilaian lainya seorang ahli sastra membutuhkan bantuan kritikus
sastra karena hal-hal yang berkaitan dengan penilaian, sastra adalah wilayah
garapannya kritikus sastra.
Kemudian,
ahli sejarah sastra dalam tindak keilmuwannya membutuhkan bantua kritikus
sastra. Dalam menyusun sejarah aliran dan periode misalnya, seorang ahli sejarah
sastra harusdibantu oleh kritikus sastra. Kritik-kritik konkrit terhadap karya
–karya sastra hingga menghasilkan kategori-kategori yang dikerjakan oleh
kritikus sastra sangat dibutuhkan untuk menyusun sejarah tersebut.
Sebaliknya,
kritikus sastra dalam tindak keilmuannya juga membutuhkan bantuan ahli sejarah
sastra. Sebagai contoh, dalam menilai tingkat kualitas sebuah karya tentunya
kritikus juga melihat keasliannya. Nah, persoalan keaslian karya sastra bisa
diketahui kritikus dengan membaca buku-buku sejarah sastra yang dihasilkan ahli
sejarah sastra.
|
Hubungan diantara ketiga spesialis
sastra tersebut tampak saling melengkapi demi kemajuan ilmu sastra. Hubungan
tersebut menunjukkan kepada kita akan betapa pentingnya kedudukan masing-masing
spesialis sastra. Dan kritikus sastra memiliki kedudukan yang sama penting
dengan dua spesialis lainnya. Oleh karena itu, untuk menjadi spesialis untuk
menjadi spesialis sastra yang mumpuni, seorang harus menguasai ketiga spesialis
tersebut. Dengan demikian, ia menjadi ilmuwan sastra dalam arti yang
sesungguhnya.
Saat ini kita memasuki
pembicaraan tentang masyarakat sastra dalam lingkup yang lebih luas, yaitu
antara ilmuwan sastra, sastrawan, dan penikmat sastra. Karena konteks
pembicaraan kali ini ditekaknkan pada pembicaraan tentang kritik sastra, maka
ilmuwan sastra dimaksud secara khusus menunjuk pada kritikus sastra. Seperti
telah kita ketahui bersama, kritikus sastra tidaklah meciptakan karya sastra.
Kritikus sastra berhadapan dengan karya sastra yang telah diciptakan sastrawan.
Dalam keberhadapannya itu kritikus melakukan penilaian terhadapnya. Hasil
penilaian kritikus terhadap karya sastra itu kemudian akan mempengaruhi
sastrawan di dalam cipta sastranya di satu sisi, dan penikmat dalam penikmatan
terhadap karya sastra yang di bacanya di sisi yang lain. Bagaimana pengaruh itu
tergantung bagaimana hasil penilaian kritikus terhadap kritikus karya sastra
yang di nilainya.
Bagi
sastrawan, penilaian kritikus itu akan sangat bermanfaat karena bisa
menyadarkan dirinya untuk bisa mengetahui sisi kebaikan dan kelemahan karya
yang diciptakannya. Sebagai contoh bila kritikus mengungkapkan kurang tepat
atau tepatnya teknik berbicara, teknik pengaluran, penggunaan bahasa, atau
unsur-unsur lain yang membangun
totalitas karya yang diciptakan sastrawan dalam konteks penilaian terhadap
novel, atau dalam hal pemakaian diksi teknik persajakan, intensitas, dan
unsur-unsur lainnya dalam hal puisi, misalnya hal-hal yang diungkapkan kritikus dalam
penilaiannya akan menjadi catatan yang sangat penting bagi sastrawan. Catatan
itu bisa dijadikan pijakan bagi sastrawan untuk mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan baru dalam proses kreatif selanjutnya. Dengan demikian,
sastrawan bersangkutan akan berusaha semaksimalmungkin untuk menciptakan karya
yang lebih berkualitas.
Memang
untuk bisa menjadi sastrawan yang mau menerima penilaian sepertidiuraikan di
atas perlu kesediaan untuk membuka didi menerima masukan dari kritikus. Tanpa
sikap yang seperti itu mungkin terjadi adalah statisnya kehidupan sastra. Karya
–karya yang diciptakan sastrawan tidak
akan mengalami perkembangan, hanya itu-itu saja. Dalam proses kretifnya
sastrawan akan cenderung dikuasai oleh dorongan-dorongan intuitif semata tanpa
didukung oleh pertimbangan yang bersifat sastrawi dan wawasan kehidupan yang
luas.
Oleh
karena itu, kesediaan membuka diri merupakan tuntutan bagi sastrawan.
Seharusnya sastrawan mau menyadari bahwa penilaian yang dilakukan kritikus itu
sangat bermanfaat bagi kelanjutan kehidupan sastra umumnya, dan kelanjutannya
dalam berproses kreatif khususnya. Dengan demikian, kehidupan sastra menjadi
lebih dinamis.
|
Bagi penikmat, hasil penilaian kritikus
juga akan sangat bermanfaat karena mereka menjadi tahu mana karya yang
berkualitan dan mana karya yang tidak berkualitas, dimana letak kebaikan karya
dan dimana kelemahannya, dan berbagai aspek lain yang turut serta mempengaruhi tingkat kualitas sebuah
karya. Tentunya, penilaian mritikus itu akan menjadi pertimbangan oleh
sastrawan dalam menciptakan karya selanjutnya. Dan itu berarti, sastrawan akan
berusaha keras untuk menciptakan karya yang lebih berkualitas. Bila hal itu
tercipta, maka penikmatpun akan menjadi lebih mengetahui seperti apa karya yang
berkualitas itu. Karena karya yang diciptakan sastrawan yang dinilai oleh
kritikus itu banyak jumlahnya, maka penikmatpun jadi menikmati banyak karya
sastra yang berkualitas. Dengan demikian, penikmat pun menjadi memiliki wawasan
yang luas tentang kehidupan. Dengan luasnya wawasan kehidupan yang dimilikinya,
penikmat pun akan akan menjadi lebih bijaksana dalam bersikap. Apalagi di dalam
karya sastra itu diungkapkan berbagai karakter manusia.
Tentu
saja, untuk menjadi kritikus yang memenuhi kualifikasi yang diharapkan hingga
pandangan-pandangannya didengar dan diikuti, baik oleh sastrawan atau penikmat
sastra tidaklah mudah. Seorang kritikus harus memiliki wawasan keilmuwan
sastra, dan juga ilmu-ilmu lain yang mendukung bagi tindak kritiknya, entah itu
psikologi, filsafat, sosiologi, dan lain-lain, secara luas. Dengan keluasan
pengetahuannya, itu maka kritikus bersangkutan akan mampu membedah karya sastra
secara memadai. Apa yang terungkap didalam karya sastra bisa dianalisis
sedemikian rupa sehingga hal-hal yang belum jelas dan masih menjadi tanya bisa
diketahui dengan baik.
Sebagimana
telah diuraikan, seorang kritikus sastra juga harus menguasai teori juga
sejarah sastra. Dengan menguasai dua spesialisasi itu maka hasil kritiknya juga
dilandasi dengan pengetahuan teoritis dan historis sastra secara benar. Apalagi
bila dihadapkan pada kenyataan bahea kedua spesialisasi itu memiliki hubungan
yang erat dengan kritik sastra.
Di
dalam melakukan penilaian terhadap karya
sastra seorang kritikus harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip dasar
penilaian sastra secara tepat dan benar. Seorang kritikus harus bisa
menyodorkan argumentasi yang bisa menjelaskan karya yang dikritiknya. Dengan
begitu hasil kritiknya bisa dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakan sastra.
Misalnya, dalam menilai kegagalan atau keberhasilan sebuah karya ia akan
menyodorkan bukti-buktinya secara konkrit. Ia akan menunjukkan
kemungkinan-kemungkinan bahasa yang pas atau kurang pas sehubungan dengan
karyanya itu. Ia akan mengungkapkan bukti-bukti lengkap dengan argumentasinya
mengapa ungkapan-ungkapan dalam karya-karya itu menyegarkan pikiran dan
menggekitik pembaca atau malah membosankan. Ia akan menganalisis pikiran yang
tersembunyi di dalam karya yang dikritiknya dan kemudian akan mengatakan secara
jujur dan tepat apakah pikiran-pikiran itu mendalam dan berat ataukah murahan
dan dangkal saja. Ia akan meninjau latar belakang karya itu dan menguraikan
karya itu hingga orang bisa mengetahui apakah susunan dalam karya itu berhasil
baik atau tidak.
Dengan
ulasan-ulasan yang didasari oleh pengalaman itulah masyarakat bisa mengharapkan
karya-karya sastra matang dalam corak yang baru dan asli. Ke arah inilah letak
jasa seorang kritikus terhadap perkembangan kepribadian seorang sastrawan dan
perkembangan sastra umumnya.
Seringkali
kita menemui kenyataan bahwa karya sastra yang baik belum tentu mendapat
sambutan yang ramah dari penikmat sastra. Hal itu bukan karena penikmat
sastranya yang tidak mau bersikap ramah, karena belum mengetahui di mana nilai
sumbangan yang diberikannya. Yang tampak di mata penikmat kadangkala justru
kekaburan, ketegangan-ketegangan konflik yang menyelesaikannya tidak gampang
atau bahkan kalau toh bisa ditangkap ternyata tidak memuaskan. Belum lagi
ditambah dengan kenyataan untuk tidak memuaskan. Belum lagi ditambah dengan
kenyataan untuk membaca buku yang belum jelas kualitasnya itu penikmat harus
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran yang terlalu banyak. Dalam konteks
seperti itu, peranan kritikus sangat vital untuk bisa menjelaskan karya sastra
hingga penikmat bisa memahami isi dan mengecap nilai yang disumbangkannya. Dengan begitu maka pengertian penikmat sastra
tentang nilai-nilai sastra yang baik akan semakin kokoh. Dengan demikian
sumbangan sastra bagi kehidupan umat manusia semakin nyata.
B.
Fungsi
Kritik Sastra
Dalam
kegiatan belajar 1 tentang kritik sastra dan karya sastra telah kita uraikan
bagaimana hubungan antara kritik sastra dan karya sastra dari mula terjadinya.
Karena secara riil memang ada hubungan diantara keduanyan, lalu muncul
pertanyaan apa fungsi krtik sastra itu?
Mempertanyakan
fungsi kritik sastra akan mengantarkan kita untuk memahami hubungan antara
kritik sastra itu sendiri di satu pihak, dan karya sastra di pihak lain.
Selanjutnya, membicarakan karya sastra berarti pula membicarakan hubungan
antara pencipta karya (baca:sastrawan) dan pembaca atau penikmat. Hal ini dapat
dimaklumi apabila didasari bahwa sebagai salah satu sektor kegiatan kultural,
secara sistematik, kehidupan sastra memiliki jenjang-jengjang kehidupan
intelektual. Pada dasarnya kehidupan intelektual dapat dibedakan menjadi dengan
mengikuti shils (1980), tiga kelompok, yaitu kelompok pencipta yang melibatkan
para sastrawan, kelompok kritikus, dan kelompok penerima. Ketiga kelompok itu, disamping diperlukan
keberadaannya dalam kehidupan serta yang sehat juga memiliki peranan yang sama
pentingnya dalam memajukan kehidupan sastra.
Sektor
penciptaan akan hidupsubur apabila hasil kreasi para sastrawan sebagai kelompok
cendekiawan produktif mendapat mendapat sambutan yang selayaknya pada penikmat.
Dalam hubungan ini, meningkatan penikmat/ pemahaman suatu karya sastra dalam
rangka penghayatan secara keseluruhan oleh para penikmat seringkali membutuhkan
semacam “resep” dari para kritikus sebagai kelompok cendekiawan reproduktif.
Sastra yang sudah diciptakan oleh pengarang belum tentu langsung dapat
dinikmati penbacanya. Dalam konteks sastra indonesia, kita dapat mengambil
contoh puisi-puisi Sutardji Calzoum
Bachri (dalam kumpulan puisi O Amuk Kapal), misalnya puisi “Q” berikut
ini.
Q
! !
! ! !
! !! !! !
!
! a
Lif ! !
L
l a
l a m
! !
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Bagi
sementara orang bisa jadi puisi tersebut sangat susah dipahami. Hal ini mungkin
disebabkan oleh sejumlah hal. Misalnya, apakah pembacanya sudah siap untuk
membaca karya tersebut dengan bekal pengetahuan dan kepekaan estetikanya? Atau
jika pembaca sudah memiliki kesiapan, apakah karya yang dihadapinya sudah
memenuhinya persyaratan sebagai karya sastra yang baik? Di sinilah setelah melakukan interpretasi,
analisis dan evaluasi terhadap puisi tersebut, dengan kemampuannya kritikus
akan menunjukkan kepada pembaca makna puisi tersebut. Misalnya, dengan
mengatakan bahwa puisi tersebut menggambarkan
misteri Aliflamim dalam Alqur’an.
Dalam konteks ini sangat boleh jadi akan terbuka jurang pemisah antara karya
sastra dan penikmatnya. Disamping itu, sejumlah hal lain pun mungkin akan
menjadi sebab terbukanya jurang pemisahan itu, misalnya saja keasingan pembaca
terhadap pemandangan, alam pikiran, visi kepengarangan, dan sikap pengarang,
atau terhadap bahasa yang dipergunakan oleh pengarang. Oleh karena itu, sering
pula terjadi sikap pro dan kontra terhadap seorang pengarang dan
karya-karyanya. Dalam hubungan kasus semacam itulah kritik sastra akan
menemukan relevansinnya. Kritik sastra berfungsi mendudukkan persoalan yang
muncul dalam hal interpretasi, dan evaluasi terhadap karya sastra
setepat-tepatnya dan sebaik-baiknya.
Tidak dapat disangkal, jika semua orang dapat
membacakarya sastra dengan baik, dapat menafsirkan dengan baik, dapat pula
memahami dan menikmatinya denga baik, tidak perlu adanya kritik sastra. Persoalannya,
kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa sering terdapat keluhan atau semacam
kecaman bahwa karya Si Dadap atau Si Waru tidak berisi, tidak menawarkan nilai
kemanusiaan, tidak bernilai sastra, tanpa pesan, dan sebagainya. Dalam kondisi
semacam itu kritik sastra berfungsi sebagai jembatan penghubung antara karya
sastra dengan masyarakat penikmat karya sastra. Sumbangan pikiran dan analisis
kritikus yang baik niscaya dapat memberikan motivasi bagi pembaca lain untuk
membaca karya yang dimaksud. Oleh karena itu, fungsi kritik juga sebagai
pemandu pembaca dalam menikmati karya sastra disamping ia juga dapat menjadi
pemandu bagi pengarang-pengarang pemula dan dapat mematangkan
pengarang-pengarang yang telah berkarya. Bahkan, bagi pengarang, kritikus dapat
menjadi seorang propagandis yang baik bagi karya-karya pengarang tertentu. Oleh
karena itu, dalam menjalankan fungsinya kritikus dituntut memiliki rasa
tanggungjawab dan kejujuran, baik kejujuran dalam menjalankan kritinya ataupun
kejujuran terhadap nuraninya sendiri. Dengan demikian fungsi kritik akan dapat
berakar dan tumbuh ditengah-tengah lingkungannya, dan ia pun akan bermanfaat
bagi sastrawan, penikmat sastra,serta bagi diri kritikus sendiri. Untuk itu
terdapat empat hal yang tidak boleh diabaikan:
1) Dengan
sikap serba menanya melakukan penjelajahan sambil melakukan penikmantan kemudian membuat
tafsiran-tafsiran agar karya itu datang secara utuh dengan jalan melihat
keseluruhan karya itu serta memadunya denga pengalaman membaca karya lain;
2) Menempatkan
diri dalam karya sastra itu. Untuk hal ini, kritikus akan terpengaruh oleh
unsur-unsur yang melahirkan karya itu serta unsur-unsur tata nilai di mana
karya itu dilahirkan;
3) Memberikan
dasar-dasar penilaian sebagai tolok ukur untuk menyatakan pendapat baik atau
tidaknya karya yang dimaksud, dan untuk itu dengan sendirinya kepadanya
dituntut untuk mengetahui syarat-syarat suatu karya yang dapat dikatakan baik;
4) Membuka
dirinya terhadap nilai baru yang muncul dari karya yang baru dibacakan. Hal ini
terkait pada keterbukaan dan kepekaan jiwa yang dimilikinya dan tergantung pada
kapasitas karya dalam memberikan nilai baru.
Uraian tadi menunjukkan
kepada kita bahwa kritik sastra juga berfungsi sebagai pembina tradisi
kultural. Kritik sastra membentuk suatu tempat berpijak bagi cita rasa yang
benar. Ia melatih kesadaran dan secara benar mengarahkan serta membina
pengertian tentang makna dan nilai kehidupan, yang kesemuanya itu dicapai lewat
karya-karya sastra.
Agar kritik sastra
dapat mempengaruhi funsdinya secara baik, ia dituntut persyaratan antara lain;
1) Harus
berupaya membangun dan menaikkan taraf kehidupan sastra;
2) Dijalankan
secara objektif tanpa prasangka, dengan jujur dapat mengatakan yang baik itu
baik;
3) Mampu
memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan cara bekerja para sastrawan;
4) Dapat
menyesuaikan diri dengan lingkup kebudayaan dan tata nilai yang berlaku dan
memiliki rasa cinta dan rasa tanggungjawab yang mendalam terhadap pembinaan
kebudayaan dan tata nilai yang benar;
5) Dapat
mengembangkan pembaca berpikir kritis dan dapat menaikkan kemampuan apresiasi
masyarakat terhadap karya sastra.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kritikus
sastra adalah ilmuawan sastra yang menyelidiki sastra dengan menafsirkan,
menjelaskan, menguraikan, dan kemudian melakukan pertimbangan bernilai tidaknya
suatu karya sastra. Bagi penikmat, hasil penilaian kritikus juga akan sangat
bermanfaat karena mereka menjadi tahu mana karya yang berkualitan dan mana
karya yang tidak berkualitas, dimana letak kebaikan karya dan dimana kelemahannya,
dan berbagai aspek lain yang turut serta
mempengaruhi tingkat kualitas sebuah karya. Tentunya, penilaian mritikus itu
akan menjadi pertimbangan oleh sastrawan dalam menciptakan karya selanjutnya.
Dan itu berarti, sastrawan akan berusaha keras untuk menciptakan karya yang
lebih berkualitas.
fungsi
kritik sastra akan mengantarkan kita untuk memahami hubungan antara kritik
sastra itu sendiri di satu pihak, dan karya sastra di pihak lain. Selanjutnya,
membicarakan karya sastra berarti pula membicarakan hubungan antara pencipta
karya (baca:sastrawan) dan pembaca atau penikmat. Hal ini dapat dimaklumi
apabila didasari bahwa sebagai salah satu sektor kegiatan kultural, secara
sistematik, kehidupan sastra memiliki jenjang-jengjang kehidupan intelektual.
Daftar Pustaka
Suminto.
A Sayuti. (2001). Kritik Sastra. Pusat
Penerbit: Universitar Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar