TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu : Dra.
Noerhasmalina, M.Pd.
Disusun Oleh kelompok 3 :
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM 14040004
2.
Intan Siti Soleha NPM 14040023
3.
Dedi Saputra NPM 14040009
4.
Soni Rudiyanto NPM 14040015
5.
Rosita Oktavia Sari NPM 14040032
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh
makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan
anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap
keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya
sampai hari berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat
dan rhido-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan
manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
Dengan terselesaikannya
makalah yang berjudul “Teori Belajar Behaviorisme” ini, tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
Ibu Noerhasmalina, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang. Semoga
Allah SWT senantiasa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan,
dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi
semua pihak yang telah membaca makalah ini.
Pringsewu, 27 September 2015
Penyusun
Kelompok 3
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Teori Belajar
Yang Berpijak Pada Pandangan Behavioristik …….. 3
B.
Belajar Menurut
Teori Behavioristik……………………………… 8
C.
Aplikasi Teori
Behavioristik Dalam Pembelajaran………………... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ………………………………………………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika
mengkaji ilmu-ilmu perilaku. Bagaiman sebenernya proses belajar itu dapat
berlangsung dan bagaimana pembelajaran seharusnya dilakukan, ini merupakan hal
yang menarik bagi pendidik, guru, orang tua, konselor, dan orang-orang yang
bergerak dalam pengelolaan perilaku. Jika belajar merupakan suatu kegiatan yang
bersifat rumit dan kompleks, maka pembelajaran menjadi lebih kompleks dan rumit
karena tujuan pembelajaran adalah untuk memacu (merangsang) dan memicu
(menumbuhkan) terjadi kegiatan belajar. Dengan demikian, hasil belajar
merupakan tujuan dan pembelajaran dari sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil
melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya
sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil
belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi
pribadinya.
Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar
dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat
azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta
dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz
tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata
cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar
kelas. Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar.
Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan mengulas mengenai teori belajar
yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak pada pandaangan behaviorisme
dan aplikasinya dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kami rumuskan permasalahan
yang akan kami bahas sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme?
2.
Bagaimana
definisi belajar menurut pandangan teori Behaviorisme?
3.
Apa saja
kekurangan dan kelebihan dari teori Behaviorisme?
4.
Bagaimana
Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?
C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori
Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik
dalam sistem pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar.
Dalam teori psikologi belajar, terdapat tiga aliran besar yaitu: psikologi
behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi humanistik. Behaviorisme
merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu (apaun yang
dilakukan, verbal dan non verbal, yang dapat diobservasi secara langsung)
dengan menggunakan metode pelatihan, pembiasan, dan pengalaman. Pandangan ini
menekankan bahwa perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman-pengalaman yang
terobservasi, bukan oleh proses mental. Jadi, peristiwa belajar berarti untuk
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai oleh individu. Ciri teori ini
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, yang bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentinganya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan
kemampan dan hasil belajar yang diperoleh adalah berupa prilaku yang dapat dimati
(observable). Santrock (2008) memandag
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan,
pengalaman, dan latihan akan membentuk perilaku mereka. Tokoh penting dalam
teori belajar behaviorisme secara teoretik antara lain: Pavlov, Skinner, E.L.
Thorndike, dan E.R Guthrie.
a. Teori behaviorisme menurut Thorndike
teori belajar Thorndike dikenal dengan istilah Koneksionisme
(connectionism), merupaakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik,
Teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya
asosiasi atau menghubungkan anatara kesan indra (stimulus) dengan dorongan yang
muncul untuk bertindak (respons) yang disebut dengan connecting. Menurut teori
ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa
yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan
berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui
ulangan-ulangan.Thorndike (1874-1 949), dengan eksperimennya belajar pada
binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan trial and
error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan
proses pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu
apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan
respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga
dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan
tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
·
Hukum Kesiapan
(Law of readiness), kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu stimulus yang
dihadapi sehingga reaksi tersebut menjadi memuaskan.
- Jika individu
siap melakukan tindakan, maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan kepuasan.
Contoh : Peserta didik yang merasa sangat siap menghadapi ujian denga belajar
keras, maka mengikuti ujia merupakan suatu tindakan yang menyenangkan karena
dapat mengerjakan dengan benar.
- Jika individu
siap melakukan tindakan, maka tidak melakukan tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
- Jika individu
tidak siap melakukan tindakan, maka melakuka tindakan akan menimbulkan
kekesalan.
Jadi dalam
melakukan suatu perbuatan (belajar) akan dicapai hasil yang memuaskan apabila
individu siap menerima dan melakukan sesuatau dengan tidak ada hambatan.
·
Hukum Latihan (Law
of exercise), Prinsip dalam hukum latidan ini adalah tingkat frekuensi untuk
mempraktikan (seringnya menggunakan hubungan stimulus-respons), sehingga
hubungan tersebut seakin kuat. Hukum ini mengenai istilah law of use dan law of
desuse.
- makin sering
hubunga stimulus dan respon dilakukan maka akan makin kuat koneksinya (law of
use).
- jika hubungan
antara stimulus dan respons dihentikan untuk periode tertentu, maka koneksinya
akan melemah (law of dis-use).
·
Hukum Akibat (Law
of effect), suatu tindakan atau tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan
yang menyenangkan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diulangi, diingat, dan
dipeljari dengan sebaik-baiknya. Suatu tindakan atau tingkah laku yang
mengakibatkan suatu keadaan tidak menyenangkan (tidak cocok dengan tuntutan
situasi) akan dihilangkan atau dilupakan. tingkah laku ini terjadi secara
otomatis.
b.
Teori
Behaviorisme menurut Skinner
B.F. Skinner terkenal dengan teori Pengkondisian operan (operant conditioning),
yaitu suatu bentuk pembelajaran dimana konsekuensi perilaku menghasilkan
berbagai kemungkinan terjadinya perilaku tersebut. Penggunakaan frekuensi yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang
disebut dengan pengondisian operan ( Slavin, 1996). Prinsip teori skinner ini
adalah hukum akibat, penguatan, dan konsekuensi.
1.
Penguatan
(reinforcement),
Penguatan adalah suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang
terjadinya suatu perilaku. Menurut skinner, untuk memperkuat perilaku atau
menegaskan perilaku diperlukan penguatan (reirforcement). Ada dua jenis
penguatan, yaitu: penguatan positif dan penguatan negative (Santrock 2008).
Penguatan positif
(positive reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respons
akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus
menyenangkan.
Penguatan negatif
(negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respons
akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan
yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena
diikuti stimulus yang tidak menyenangkan.
2. Hukuman (Punishment),
Respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan atau
menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak
mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam
istirahat sebagai bentuk hukuman.Pandangan teori behavioristik telah cukup lama
dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah
yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan Skiner.Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses
belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak
pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan
dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat
respons.
c.
Teori
Behaviorisme menurut Pavlov
Ivan Pavlov terkenal dengan teori kondisionig klasik (classical
conditioning), yaitu sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk
menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus dengan respon. Untuk memahami teori
kondisioning klasik secara menyeluruh perlu dipahami bahwa ada dua jenis
stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus tersebut adalah stimulus yang
tidak terkondisi (unconditioned stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun. Dan
stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), Yaitu stimulus yang sebelumnya
bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi setelah diasosiasikan
dengan stimulus tidak terkondisi.
Dua respons
tersebut adalah respons yang tidak terkondisi (unconditioned respons-UCR),
yaitu sebuah respons yang tidak dipelajari secara otomatis disebabkan oleh
stimulus yang tidak terkondisi. Dan respon terkondisi (conditioned respon-CR),
yaitu sebuah respons yan dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang
terjadi setelah stimulus tidak terkondisi dipasangkan dengan stimulus
terkondisi.
Faktor lain yang
juga penting dalam teori belajar pengondisian klasik Pavlov adalah generalisasi,
diskriminasi, dan pelemahan (Santrock, 2008)
- Generalisasi. Melibatkan kecendrungan dari stimulus baru yang
serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respons serupa.
Contoh : seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian
yang jelek pada mata pelajaran fisika. Ketika mempersiapakan ujian statistika
peserta didik tersebut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran tersebut
sama-sama berupa hitungan. Jadi, kegugupan peserta didik tersebut karena hasil
generalisasi dari melakukan ujian mata pelajaran satu dengan yang lainya mirip.
- Diskriminasi. Organisme merespons stimulus tertentu, tetapi tidak
terhadap yang lainnya. Contoh : dalam melaksanakan ujian dikelas yang berbeda,
peserta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa
indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
- Pelemahan(extinction). Proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Contoh : kritikan guru yang
terus-menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak
termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai
ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam bidang
pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang
menguntungkan terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu
guru untuk melatih kebiasaan positif peserta didik.
d.
Teori
behaviorisme menurut E.R. Guthrie
Menurut Guthrie,
tingkah laku manusia itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku
yang terdiri atas unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan
respns-respons dari stimulus sebelumnya dan kemudian unit respons tersebut
menjadi stimulus yang kemudian akan menimbulkan respons bagi unit tingkah laku
yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga merupakan deretan tingkah laku
yang terus-menerus. Jadi, proses terbentuknya rangkaian tingkah laku tersebut
terjadi dengan kondisioning melalui proses asosiasi antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku lainnya menjadi semakin kuat. Prinsip
belajar pembentukan tingkah laku ini disebut “law of Association”.
Menurut Guthrie,
untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak baik harus dilihat dari rentetan
unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau
mengganti unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang
seharusnya.
Selain dengan cara
diatas, Guthrie menyarankan tiga metode untuk mengubah tingkah laku yaitu:
1.
Metode respons
bertentangan (Incompatible Respons Method). Cara mengubah tingkah laku dengan
jalan memberikan stimulus yang dapat menimbulkan reaksi yang berlawanan drngan
reaksi yang akan dihilangkan.
2.
Metode
membosankkan (Exhaustion Method). Contoh, anak kecil suka menghisap rokok.
Mereka disuruh merokok terus sampai bosan dan setelah bosan, mereka akan
berhenti merokok dengan sendirinya.
3.
Metode mengubah
lingkungan (Change of Enviromental Method). Contoh, anak bosan belajar, maka
lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan
memungkinkan mereka senang belajar.
C. Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut
teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari
interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa
menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung
penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih
belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar
karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar. Dalam
teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus
dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat
terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.Faktor lain yang dianggap
penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa
saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga penguatan dikurangi
(negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal jika peserta didik
diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih giat
belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan
meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau
dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat respon.
D. Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran
Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran,
perlu dipahami terlebih dulu mengenai prinsip belajar menurut teori
behaviorisme (Mukminan, 1997). Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan belajar sesuatu jika
yang bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku tertentu.
2.
Hasil belajar
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi karena hubungan
stimulus dan respons., sedangkan proses yang terjadi antara stimulus dan
respons, yang tidak dapat diamati itu tidak penting.
3.
Perlunya
Reinforcement untuk memunculkan perilaku yang diharapkan. Respons akan semakin
kuat jika reinforcement (baik positif maupn negative) ditambah.
Penekanan proses belajar menurut
teori behaviorisme ini adalah hubungan stimulus dan respons. Dengan demikian,
agar pembelajaran di kelas menjadi efektif, hendaknya gguru perlu memerhatikan
hal-hal berikut:
1.
Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk
diberikan kepada peserta didik agar dapat memberikan respons yang diharapkan.
2.
Guru hendaknya
menentukan jenis respons yang harus dimunculkan oleh peserta didik.
3.
Guru perlu
memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan muncul
dari peserta didik.
4.
Guru hendaknya
segera memberikan umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat
mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum.
Metode yang dapat digunakan guru dalam
pembelajaran antara lain: ceramah, demonstrasi, dimana aktivitas ada pada guru sedangkan peserta didik pasif
menerima sesuai yang diberikan guru.
1.
Meningkatkan
perilaku yang diinginkan
Enam strategi
pengondisian operan dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku yang
diinginkan, yaitu:
a.
Memilih penguat
yang efektif
Guru harus
mampu menemukan penguat mana yang berhasil paling baik untuk setiap peserta
didiknya, yaitu membedakan setiap individu dalam menggunakan penguat tertentu.
b.
Membuat penguat
menjadi bergantung pada tepat waktu
Agar penguat
efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu dan segera mungkin
setelah anak menampilkan perhilaku tertentu yang diharapkan.
c.
Pilih jadwal
terbaik untuk penguatan
Guru harus
memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan perilaku peserta didik
yang diharapkan guru.
d.
Pertimbangkan
untuk membuat kontrak
Analisis
perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya merupakan hasil
masukan dari guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak melibatkan pembuatan
ketergantungan penguatan secara tertulis.
e.
Gunakan
penguatan negative secara efektif
Penguatan
negative, meningkatkan frekuensi respons dengan menghilangkan stimulus yang
tidak disukai. Contoh: stimulus guru yang sering mengkritik jawaban serta
pertanyaan peserta didik harus dihilangkan agar frekuensi bertanya dan
frekuensi menjawab semakin meningkat.
f.
Gunakan arahan
dan pembentukan
Arahan
merupakan stimulus ditambahkan sebelum terjadinya kemungkinan peningkatan
respons yang diinginkan. Jika arahan belum mampu membuat peserta didik
menampilkan perilaku yang diharapakan, guru perlu membantu dengan pembentukan.
2.
Mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan
Ada beberapa langkah yang dapat digunakan guru
untuk mengurangi perilaku peserta didik yang tidak diinginkan (Alberto &
Troutman dalam Santrock, 2008) :
a.
Gunakan
penguatan Diferensial
Gdalam
penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang
dilakukan anak tersebut. Contoh: guru dapat memperkuat peserta didik untuk
melakukan aktivitas pembelajaran dengan memanfaatkan computer dari pada
computer hanya dipakai untuk memainkan game.
b.
Hentikan
Penguatan (Extinction)
Tanpa disengaja
guru memberikan penguatan positif yang justru membuat perilaku peserta didik
yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan demikian, guru harus segera
menghentikan penguatan positif tersebut agar perilaku yag tidak diharapkan
menurun atau hilang dan guru memberikan peguatan positif lagi setelah perilaku
yang diharapkan muncul.
c.
Hilangkan
stimulus yang diinginkan
Jika memberikan
penguatan tetap tidak berhasil meingkatkan respons diharapkan, penghilangan
stimulus yang diinginkan harus dilakukan oleh guru, dengan cara time-out dan
respons-cost. Time out adalah penghentian penguatan positif terhadap seseorang
untuk sementara, yaitu hamper sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda
adalah waktu penghilangan penguatan positif lebih lama sampai terbentuk lagi
perilaku yang diinginkan.
d.
Biaya respons
(Respons cost)
Adalah
menjauhkan atau mengambil penguatan-penguatan positif dari seseorang, seperti
peserta didik kehilangan hak istimewa tertentu. Biasanya biaya respons
melibatkan sejumlah sanksi atau denda.
e.
Hadirkan stimulus
yang tidak disukai (Hukuman)
Jenis stimulus
yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah teguran verbal serta
disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini lebih efektif
digunakan ketika guru berada dekat dengan peserta didik.
E. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
·
Membisakan guru
untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
·
Guru tidak
membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·
Mampu membentuk
suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang
tampak.
·
Dengan melalui
pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan
kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam
satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
·
Bahan pelajaran
yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks
dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku
yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·
Dapat mengganti
stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons
yang diinginkan muncul.
·
Teori ini cocok
untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
·
Teori
behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2. Kekurangan Teori Behavioristik
·
Sebuah
konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·
Tidak setiap
pelajaran dapat menggunakan teori ini.
·
Murid berperan
sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan
di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
·
Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
·
Murid dipandang
pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan oleh guru.
·
Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf
siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa.
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang
pasif.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru
sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan bahwa Teori
behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme,
pengkondisian, penguatan, dan Operant conditioning.
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan
tingkah lakunya.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
B. Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita mampu menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan efektif, lalu menerapkan metode dan teori yang tepat, sehingga proses belajar
mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena itu sebagai calon pendidik (guru)
hendaknya kita mempelajari teori-teori pembelajaran yang ada, agar kita mampu
menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.
DAFTAR ISI
Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.
Karwono. Mularsih, Heni. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G
IKIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar