METODE
PENGAJARAN PUISI DAN DRAMA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Izhar, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 5
Prodi: Bahasa dan Sastra Indonesia
1.
ANA WAHYU KUSNIATI :
14040004
2.
INTAN SITI SOLEHA : 14040023
3.
ANITA SARI : 14040030
4.
YUSUF FEBRI SAPUTRA :
14040034
5.
SHENDI APRILIYAWAN W :
14040035
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala Puji bagi Allah yang telah
memberikan Kami kemudahan sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah ini tepat
pada waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan- Nya mungkin Penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikannya dengan baik. Tidak lupa Sholawat serta Salam
Senantiasa Tercurahkan Kepada Junjungan Kita Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari Zaman Jahiliah ke Zaman yang terang benderang ini.
Makalah
ini memuat materi tentang “Metode Pengajaran Puisi dan Drama”.
Tidak lupa Kami mengucapkan
Terimakasih Kepada Dosen Pengampu yang telah membantu Kami dalam mengerjakan Makalah ini.
Kami juga mengucapkan Terimakasih Kepada Teman-teman Mahasiswa yang juga sudah
memberi Konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Semoga
Makalah ini dapat memberikan Pengetahuan yang lebih luas kepada Pembaca. Penyusun
membutuhkan Kritik dan saran dari Pembaca yang bersifat membangun, guna
Terciptanya Makalah yang lebih baik di masa yang akan datang. Terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh.
Pringsewu, 27 September 2015
Penyusun
Kelompok 5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan........................................................................................
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Puisi..............................................................................
B. Unsur Pembentuk Puisi..............................................................
C. Fungsi Pengajaran Puisi.............................................................
D. Pembelajara Puisi.......................................................................
E. Pengertian Drama.......................................................................
F. Unsur-unsur yang Membangun Drama......................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Karya sastra pada dasarnya merupakan ungkapan
penulis terhadap keadaan dan pengalaman hidup yang menggunakan media bahasa
sebagai perantara atau pengungkapan ekspresi. Oleh sebab itu, karya sastra pada
umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi dalam kehidupan manusia.
Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan eksistensi dirinya.Karya sastra yang perkembangannya sangat pesat
yaitu puisi. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia sebenarnya
telah bersastra yaitu dengan mantra, doa-doa untuk dewa atau nenek moyang. Hal ini menunjukkan bahwa
peran puisi dalam kehidupan merupakan sesuatu yang dominan dalam menunjukkan
jati diri hidup. Begitupun dengan sastra drama.
Di dalam setiap pengajaran sastra drama tentu
memiliki tujuan yang hendak dicapai baik itu secara berkelompok maupun secara
individu. Pengajaran sastra di sekolah, khususnya puisi dan drama merupakan
suatu pengajaran yang membutuhkan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara
berencana. Sebagai suatu kegiatan yang direncanakan, tentu mempunyai tujuan
yang ingin dicapai. Pendalaman dan pemahaman tujuan tersebut ikut menentukan
baik tidaknya pengajaran puisi maupun drama di sekolah. Namun, pada
kenyataannya pengajaran sastra tidaklah seindah yang dibayangkan, oleh karena
banyaknya tenaga pengajar yang tidak mampu untuk mengajarkan sastra dan dengan
berlandaskan atas dasar ketidak tersedianya media ataupun sarana serta metode
untuk pengajaran sastra, sehingga harapan terhadap keberhasilan pengajaran
sastra sulit untuk terpenuhi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus sebab
dapat mengganggu proses pengajaran sastra baik itu puisi maupun drama.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah makalah ini, yaitu:
1. Apakah hakikat puisi?
2. Apa sajakah unsur-unsur
pembentuk puisi?
3. Apasajakah metode pengajaran
puisi?
4. Apakah pengertian drama ?
5. Apasajakah unsur-unsur yang
membangun drama?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dengan
adanya makalah ini, yakni:
1. Mengetahui hakikat puisi.
2. Mengetahui unsur-unsur pembentuk puisi.
3. Mengetahui pengajaran puisi.
4. Mengetahui pengertian drama.
5. Mengetahui unsur-unsur yang membangun
drama
D. Manfaat
1. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat
menjadi referensi dalam pembelajaran sastra khususnya pengetahuan tentang puisi dan drama.
2. Makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman atau wawasan tentang metode pengajaran
drama dan puisi, serta memberikan sumbangan pikiran terhadap tenaga pengajar,
khususnya pada pengajaran drama dan puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Puisi
1. Pengertian Puisi
Kata
puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu Poeima yang berarti membuat, Poeisis
yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggis disebut Poem atau Poetry. Puisi
diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah
menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran
suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminuddin 2011: 134 ).
Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2011: 134), Puisi adalah salah satu cabang
sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan
ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna
dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Ketika
kita membaca suatu puisi sering kali kita merasakan ilusi tentang keindahan,
terbawa dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi,
penciptaan gagasan, maupun suasana-suasana tertentu.
Slametmuljana (dalam Waluyo, 1995: 23), menyatakan bahwa puisi
merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri
khasnya. Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas.
Batasan yang diberikan Slametmuljana tersebut berkaitan dengan struktur fisik
saja.
Coleridge (dalam
Pradopo, 2010: 6), mengemukakan bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah
dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun
secara sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Carlyle, puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan puisi memikirkan bunyi yang
merdu seperti musik dalam puisinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Shelley,
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup kita. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, percintaan, bahkan
kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Menurut Pradopo
(2010: 7), puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,
yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu
merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan
dengan menarik dan memberi kesan.
Dari beberapa
definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa puisi
adalah ungkapan hati penyair dari keseluruhan pengalaman hidup yang menggunakan
bahasa yang khas dalam penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam
dengan menggunakan kolaborasi antara pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan
karya yang sarat makna.
B. Unsur Pembentuk Puisi
Menurut Waluyo
(1995: 71), hakikat puisi disebut struktur batin sedangkan metode puisi disebut
struktur fisik. Adapun wujud konkret hakikat puisi adalah pernyataan batin
penyair, sedangkan metode adalah struktur pembangun bentuk kebahasaan puisi.
a) Struktur Fisik Puisi
Unsur-unsur
bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni
unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur fisik puisi
meliputi: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas),
verifikasi dan tata wajah puisi (tipografi). Berikut akan diuraikan unsur-unsur
fisik puisi.
·
Diksi (Pilihan Kata)
Penyair sangat
cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus
dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata
itu di tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi.
Oleh sebab itu, disamping memilih kata yang tepat, penyair juga
mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan kata-kata tersebut. Hendaknya
disadari bahwa kata-kata dalam puisi bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan
makna yang lebih dari satu.
·
Pengimajian
Ada hubugan erat
antara diksi, pengimajian dan kata konkret. Diksi yang terpilih harus
menghasilkan pengimajian yang dapat dihayati melalui penglihatan, pendengaran,
atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran,
dan perasaan. Puisi seolah-olah mengandung gema suara, benda yang tampak, atau
sesuatu yang dapat dirasakan, diraba, atau disentuh. Oleh karena itu,
pengimajian berhubungan erat dengan diksi dan kata konkret.
Menurut Effendi
(dalam Waluyo, 1995: 80), pengimajian dalam puisi dapat dijelaskan sebagai
usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri
pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat
benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian dan dengan
perasaan hati kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
Menurut
Situmorang (dalam Sugihastuti, 2009: 43), membagi imajinasi menjadi delapan
yaitu:
-
Pertama, imajinasi visual
yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat. Kedua, imajinasi
auditory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah mendengar.
-
Ketiga, imajinasi
articulatory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca mendengarkan
bunyi-bunyian dengan artikulasi tertentu pada bagian mulut.
-
Empat, imajinasi olfaktory
yaitu imajinasi penciuman atau pembauan.
-
Lima, imajinasi gustatory
yaitu imajinasi pencicipan, pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu.
-
Enam, imajinasi tactual
yaitu imajinasi rasa kulit atau pembaca seolah-olah mengalami sesuatu di kulit.
-
Tujuh, imajinasi kinastetik
yaitu imajinasi gerakan tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau
melihat otot-otot tubuh.
-
Delapan, imajinasi organik
yaitu imajinasi badan yang menyebabkan kita merasakan atau melihat badan lesu,
loyo, lemas dan sebagainya.
b) Kata Konkret
Kata konkret ialah
kata-kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan dengan jitu akan apa
yang hendak dikemukakan oleh penyair. Jika penyair mahir
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar atau
merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca terlibat
penuh secara batin ke dalam puisinya. Jika imajinasi pembaca
merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret
ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang
diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau kejadian
yang dilukiskan oleh penyair.
c) Bahasa Figuratif (Majas)
Menurut Waluyo
(1995: 83), bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk
menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Pendapat lain dikemukakan
oleh Pradopo (2010: 62), adanya bahasa kiasan ini menyebabkan puisi menjadi
menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan terutama menimbulkan kejelasan
gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal
dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Bahasa
kiasan atau majas dibagi menjadi tujuh yaitu: perbandingan, metafora,
perumpamaan epos, personifikasi, metonimi, sinekdoki dan alegori.
Fungsi dan
kedudukan gaya bahasa atau majas dikemukakan oleh Ratna (2013: 58), puisi
merupakan struktur gaya bahasa karena dalam puisi tidak menampilkan cerita,
puisi hanya melukiskan tema, irama, rima dan gaya bahasa yang melekat. Oleh
karena itu, gaya bahasa menjadikan puisi lebih segar, menarik dan mempunyai
kedalaman makna. Hal inilah yang menjadikan pembeda antara puisi dengan ilmu
pengetahuan sebagai manifestasi pikiran yang harus dikemukakan secara jelas.
d). Versifikasi
Dalam puisi
terdapat bunyi yang disebut rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi di
dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau pada keseluruhan
baris atau bait puisi.
Menurut Waluyo,
ritma adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau
orkestrasi dengan adanya pengulangan bunyi, penyair juga mempertimbangkan
lambang bunyi puisi akan semakin merdu dan indah jika dibaca. Selanjutnya
Slamet Mulyana, menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi
atau rendahnya suara, panjang atau pendek, keras atau lemah yang mengalun
dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Metrum berupa
pengulangan tekanan kata yang tetap, metrum dalam puisi sulit untuk ditentukan,
namun dalam membaca puisi metrum peranannya sangat penting. Suku kata dalam
puisi biasanya diberi tanda, manakah yang mendapat tekanan keras dan mana yang
mendapat tekanan lemah untuk dibacakan.
e). Tipografi
Tipografi
merupakan bentuk atau perwajahan puisi. Hal inilah yang membedakan antara puisi
dengan prosa. Puisi berbentuk bait, larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf. Baris puisi tidak harus bermula dari tepi
kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang
memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan dan hal ini tidak berlaku bagi
tulisan yang berbentuk prosa.
F). Struktur Batin Puisi
Waluyo, menyebut
struktur batin dengan istilah hakikat puisi. Struktur batin puisi terdiri atas
tema, nada, perasaan, dan amanat. Penjelasan struktur tersebut adalah sebagai
berikut.
·
Tema
Tema merupakan
gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan
itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.
Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan dengan tuhan maka puisinya bertema
ketuhanan. Macam-macam tema menurut Waluyo yaitu: ketuhanan, kemanusiaan,
patriotisme atau kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial.
·
Nada dan Suasana
Nada adalah sikap
penyair terhadap pembaca. Apakah penyair ingin bersikap menggurui, menasehati,
mengejek, menyindir, atau bersifat lugas hanya menceritakan sesuatu kepada
pembaca. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi
itu akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.
·
Perasaan
Dalam menciptakan
puisi, perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh
pembaca atau penikmat terhadap sesuatu hal atau peristiwa yang dirasakan oleh
penyair, maka penyair menyajikan ciptaannya dengan mengemukakan penggambaran
sedemikian rupa sehingga penikmat seakan akan digiring kepada suatu keadaan
dengan perasaan tertentu pula. Perasaan seperti inilah yang disebut dengan rasa
atau feeling dalam puisi.
·
Amanat
Amanat adalah hal
yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat dapat ditemukan
setelah mengetahui tema, perasaan, nada, dan suasana puisi. Amanat dimaknai
sebagai nasehat yang ditangkap oleh pembaca setelah membaca puisi.
C. Fungsi Pengajaran Puisi
Menurut Damono
(2000: 12), fungsi mempelajari puisi yaitu belajar dari segala macam sejarah
yang muncul dalam puisi. Penciptaan sebuah puisi tentunya mencerminkan
kehidupan pada zaman tertentu, dari kebaikan, moral dan etika yang memberikan
dampak positif bagi kehidupan.
Pendapat lain
dikemukakan oleh Gani (dalam Ismawati, 2013: 62), tujuan pengajaran puisi
adalah membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan serta menangkap
isyarat-isyarat kehidupan. Cakupan pengajaran apresiasi puisi sedikitnya mencakup
4 aspek yakni; (1) menunjang keterampilan berbahasa,
(2) meningkatkan
pengetahuan budaya,
(3) mengembangkan
rasa dan karsa, dan
(4) pembentukan
watak.
Tahapan dalam
mengapresiasi sebuah puisi, hal pertama yang harus dilakukan dalam apresiasi puisi
yaitu tahap penjelajahan kemudian tahap penafsiran dan tahap pengkreasian. Tahap
penjelajahan dilakukan dengan kegiatan membaca puisi agar dikenal dan dipahami.
Tahap penafsiran yaitu menganalisis unsur-unsur pembangun puisi sampai pada
pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan puisi. Tahap pengkreasian yaitu
mengekspresikan kembali puisi yang dipelajari dalam bentuk lain atau
menciptakan karya sastra sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki, tahap ini merupakan tingkat apresiasi yang paling tinggi.
D. Pembelajaran Puisi
Pembelajaran
apresiasi puisi tidak lepas dari kegiatan cipta sastra, menikmati dan mengambil
pengalaman atau amanat dari puisi. Pembelajaran puisi bukanlah sekadar
memindahkan pengetahuan guru kepada anak didik namun juga mengajarkan tentang
nilai-nilai yang terkandung dalam puisi. Menurut Rahmanto (dalam Ismawati,
2013: 64), hal terpenting dalam pengajaran puisi di kelas adalah menjaga agar
suasana tetap santai. Jangan sampai seorang guru atau siswa merasakan awal pelajaran
sebagai sesuatu yang menegangkan atau terlalu kaku. Puisi tidak berbeda dengan
bentuk-bentuk sastra lain yang menyampaikan pesan dengan bantuan kata-kata.
Kata-kata itu memang kadang-kadang mengandung berbagai arti dan disusun dengan
pola ketatabahasaan yang khusus agar lebih indah, padat, dan bermakna dalam.
Dalam mengajak para siswa untuk memahami dan menikmati puisi hendaknya guru
tidak terlalu tergesa-gesa membebani para siswa dengan istilah-istilah teknis
seperti gaya bahasa metafora, hiperbola, personifikasi. Istilah-istilah ini
hanya akan dihafalkan dan akan melelahkan ingatan.
Pembelajaran
puisi bertujuan membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan menangkap
isyarat-isyarat kehidupan. Untuk dapat menghargai secara wajar pengalaman-pengalaman
yang tertuang dalam sebuah puisi, kita harus mendekati dan menggaulinya secara
intensif. Tujuan pengajaran puisi adalah memperoleh pengalaman mengapresiasi
puisi, pengalaman berekspresi dengan puisi, dan memeroleh pengetahuan dan sikap
yang baik terhadap puisi. Dalam perinciannya tentu saja tujuan itu disesuaikan
dengan siswa yang akan belajar puisi. Dengan demikian tujuan yang hendak
dicapai dalam pembelajaran apresiasi puisi ialah:
a) Peserta didik hendaknya memeroleh
kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan
sekitarnya sehingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan dan
pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain, serta
masalah-masalah kehidupan sekitarnya.
b) Peserta didik hendaknya memeroleh
kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi hingga tumbuh keinginan membaca
dan mempelajari puisi pada waktu senggangnya.
c) Peserta didik hendaknya memeroleh
pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi hingga tumbuh keinginan
memadukannya dengan pengalaman pribadinya yang diperoleh di sekolah kini dan
mendatang.
Pada hakikatnya
tujuan pembelajaran puisi adalah menanamkan rasa peka terhadap karya sastra,
sehingga tumbuh rasa bangga, senang, atau haru. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pembelajaran sastra khusus puisi berusaha mengakrabkan peserta didik diberbagai
tingkat pendidikan dengan konvensi-konvensi puisi modern, harus mengembangkan
kepekaannya terhadap konvensi itu, sehingga peserta didik mengenal unsur-unsur
dasar yang luas tersebar dalam puisi modern. Konvensi yasng dimaksud menyangkut
latar belakang lingkungan masyarakat pemakai bahasa dan budaya tertentu, dan
keakraban dibidang ini akan menumbuhkan sikap yang apresiatif.
Sesuai dengan
tujuan pengajaran puisi yang telah di ungkapkan di atas yaitu memperoleh
pengalaman mengapresiasi puisi, pengalaman berekspresi dengan puisi, dan
memeroleh pengetahuan dan sikap yang baik terhadap puisi. Menurut Rusyana
(dalam Alfiah, 2009: 84), langkah-langkah pembelajaran yang dapat dilakukan
saat mengajarkan puisi yaitu:
1.
Mempelajari puisi yang akan
dibawakan
Guru hendaknya
terlebih dahulu mempelajari puisi yang akan dibawakan atau diajarkan. Dengan
mempelajari puisi yang akan dibawakan guru akan mempunyai pegangan. Ia
memeriksa bagian-bagian mana yang memerlukan keterangan dan bagian mana yang
tidak. Ia akan dapat menentukan aspek manakah dari puisi yang memerlukan
perhatian khusus. Salah satu hal yang sangat penting adalah menemukan
pendekatan dalam puisi, yaitu apakah penyair dalam puisinya menunjukkan
kata-kata kepada seseorang, ataukah kepada kemanusiaan pada umumnya, apakah
puisi menyajikan suatu percakapan dengan orang lain atau suatu monolog dengan
diri sendiri.
2.
Menentukan kegiatan yang akan
dilakukan
Setelah guru
mengenali puisi yang akan dibawakan, ia menentukan kegiatan apa yang akan
dilakukannya di dalam kelas. Guru bisa berpendapat
beberapa puisi akan langsung saja dibaca oleh guru dan siswa, tanpa memberikan
keterangan apa-apa. Ada pula puisi yang dianggapnya memerlukan pengantar
sebelum dibawakan. Demikianlah guru menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
kelas seperti: guru membacakan puisi dan siswa mendengarkan, siswa membaca nyaring
sendiri atau dalam paduan membaca puisi, siswa bertukar pengalaman tentang
puisi yang mereka baca, siswa dan guru berdiskusi dll. Kegiatan mengenal puisi
dan menentukan apa yang akan dilakukan adalah kegiatan guru sebelum masuk
kelas. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan guru dan siswa di dalam kelas.
3.
Memberikan pengantar
pengajaran
Sebelum masuk ke
dalam kegiatan pengajaran puisi, guru memberikan pengantar yang maksudnya
menarik perhatian siswa pada pokok yang akan dipelajari. Caranya
bermacam-macam, bergantung pada pengalaman guru tentang puisi yang akan
dibawakan. Pengantar ini hendaknya benar-benar mengantarkan siswa ke dalam
suasana yang diharapkan terjadi pada kegiatan pengajaran selanjutnya.
4.
Menyajikan bahan pengajaran
Dalam menyajikan
bahan pengajaran terlebih dahulu guru hendaknya menciptakan suasana
belajar-mengajar yang menyenangkan. Puisi harus menjadi sumber kenikmatan bagi
siswa. Oleh karena itu penyajiannya pun harus menyenangkan. Puisi itu pada
dasarnya untuk didengarkan, oleh karena itu siswa hendaknya berkenalan dengan
puisi secara lisan. Dalam penyampaian secara lisanlah bunyi, irama dan tekanan
dapat ditangkap dan diapresiasi oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu
membacakan puisi dengan baik untuk keperluan menyampaikan puisi kepada
siswanya. Akan tetapi guru harus berusaha agar siswa tidak menjiplak bacaannya
itu. Oleh karena itu, siswa hendaknya dirangsang untuk membaca nyaring sesuai
dengan caranya sendiri.
5.
Mendiskusikan puisi yang
telah dibaca
Diskusi dilakukan
untuk lebih mendalami puisi yang telah dibaca, dalam diskusi tentang puisi yang
telah dibacakan ditanyakan misalnya: Siapakah yang bicara dalam puisi itu?
Kepada siapa pembicaraan ditujukan? Bagaimana gambaran keadaannya? Apa yang
telah ia perbuat? Apa yang dipikirkannya? Apa yang ingin diperbuatnya? Apa ia
merasa bahagia, ketakutan atau kesepian? Dengan melakukan diskusi terhadap
puisi, siswa akan lebih mengetahui dan memahami tentang puisi yang telah mereka
baca.
6.
Memperdalam pengalaman
Guru berusaha
agar siswa memperdalam pengalaman mereka tentang puisi yaitu memberi kesempatan
kepada siswa untuk membaca puisi dengan nyaring, agar mereka dapat lebih
merasakannya. Akan tetapi, siswa harus terlebih dahulu mempersiapkannya dan
melakukan latihan membaca puisi. Kegiatan membaca puisi dapat dirangsang dengan
berbagai cara misalnya: mengadakan acara pembacaan puisi dan pemberian
penghargaan kepada pembacaan yang menunjukkan penafsiran dan penghayatan yang
sesuai dengan isi puisi yang dibacakan.
Pandangan lain
dikemukakan oleh Ismawati (2013: 68), model yang tepat dalam apresiasi puisi
yaitu dengan melakukan kegiatan yang nyata melalui demonstrasi atau pemodelan.
Hal ini dapat memberikan perspektif dan pemahaman yang sama setiap peserta
didik.
·
Berikan puisi yang isi atau
temanya sesuai dengan mental age peserta didik
·
Ajaklah peserta didik
menikmati secara langsung yaitu dengan memahami puisi
·
Setting-lah suasana kelas
yang santai dan penuh kesyahduan dengan irama musik instrumental
·
Gunakan model yang dianggap
mahir atau mampu dalam membaca puisi
·
Berikan waktu pada peserta
didik untuk mengomentari atau menanggapi pembacaan puisi.
E. Pengertian Drama
Istilah “drama”
semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau pertunjukan. Sebagai
sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun berasal dari
kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika cerpen, novel,
atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan dibaca, berbeda
dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya. Selain dengan cara
menonton, cara menikmatinya pun dapat dengan membaca naskah atau skenario,
tetapi hal itu bukanlah menikmati drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah
skenario atau naskah drama, hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur
esensial sebuah “seni drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum
naskah tersebut dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang
diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku
(akting) atau dialog yang dipentaskan.
Drama dalam perkembangannya
mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Selanjutnya, Rahmanto (dalam
Rosdiana,2002: 9) mendefinisikan drama sebagai bentuk karya sastra yang
mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya, yang diperagakan di
atas panggung (pentas). Ia menegaskan bahwa drama yang dipentaskan itu
mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan yang
mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.
Drama atau
sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran dan perasaan orang dengan
mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata. Drama adalah
penyajian atau peragaan (peniruan) semua kejadian atau cerita. Drama adalah hidup
yang ditampilkan dalam gerak. Selain itu, drama adalah cerita yang
dipanggungkan.
umumnya drama-drama
itu berbentuk Closet drama, yaitu drama untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan.
Di dalamnya kurang sekali aksi ataupun pertunjukkan watak, melainkan banyak
sekali percakapan. Namun, rata-rata drama itu pernah juga dipertunjukkan di
atas panggung.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan sumber di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Drama adalah cabang seni,
·
Drama dapat berbentuk prosa
atau puisi,
·
Drama mementingkan dialog,
gerak, dan perbuatan,
·
Drama adalah lakon yang
dipentaskan di atas panggung,
·
Drama adalah seni menggarap
lakon-lakon, mulai penulisan hingga pementasannya,
·
Drama membutuhkan ruang,
waktu, dan penonton,
·
Drama adalah gambaran hidup
yang disajikan dalam gerak,
·
Drama adalah sejumlah
kejadian yang memikat dan menarik hati.
F. Unsur-unsur yang Membangun Drama
Unsur-unsur yang
membangun sebuah karya sastra dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun
karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik
ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra tersebut.
Misalnya; agama, ekonomi, kebudayaan, maupun adat istiadat.
Adapun unsur
intrinsik yang membangun karya sastra drama yaitu
a) Tema
Tema adalah
pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu yang membentuk dan membangun
dasar bahkan gagasan utama dari suatu karya fiksi.
Selanjutnya
dikatakan bahwa tema pokok pikiran atau dasar cerita. Selain itu, tema
juga tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tujuan yang
hendak dicapai oleh pengarang. Jadi, dalam pengertian tema tercakup persoalan
dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca.
Tema dalam sebuah
drama memerlukan kepekaan dan pemahaman yang tinggi. Kepekaan dan pemahaman itu
dapat diperoleh dengan adanya usaha untuk memahami informasi-informasi penting
yang terdapat pada drama tersebut.
b) Latar (setting)
Latar atau
setting adalah merupakan latar belakang fisik, unsur tempat, waktu, dan suasana
dalam sebuah cerita. Akan tetapi, latar sebuah cerita itu akan berkaitan dengan
hal seperti adat istiadat, agama, dan lain sebagainya yang berhubungan dan
hendak diceritakan. Latar merupakan pemandangan yang dipakai dalam pementasan
drama, seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan.
Pemilihan latar
atau setting yang baik itu dapat membentuk tema dan plot tertentu. Setting atau
latar dapat mencakup hal yang lebih luas lagi, seperti tingkat pendidikan
pelaku, usia, bahkan jenis kelamin. Pemilihan latar seperti ini hendaknya
berkaitan dengan peristiwa yang terjadi seperti dalam cerita.
c) Penokohan
Perwatakan atau
penokohan ialah tokoh pemain dalam karya susastra yang hanya diungkapkan satu segi
wataknya, tidak dikembangkan secara maksimal, dan apa yang dilakukan atau
dikatakannya tidak menimbulkan kejutan pada pembaca.
d) Sudut Pandang
Sudut pandang
merupakan visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil oleh pengarang
untuk melihat suatu kejadian cerita. Namun hal itu harus dibedakan dengan
pandangan pengarang sebagai pribadi. Sebab sebuah drama yang diangkat oleh si
pengarang adalah merupakan pandangan pengarang terhadap kehidupan.
Secara struktural
lakon atau cerita drama terdiri atas lima bagian,yakni:
·
Pemaparan atau eksposisi
yaitu bagian lakon drama yang berisi pembeberan atau penjelasan mengenai
situasi awal suatu cerita. Pada bagian ini, akan ditampilkan hal-hal yang
berhubungan dengan waktu, tempat, serta aspek-aspek psikologis tokoh. Melalui
bagian inilah tema cerita atau sering disebut pula dengan premis diperkenalkan
demikian rupa sehingga penonton atau penikmatnya mengetahui konflik. Walaupun
selama berlangsung pemaparan tersebut, situasi masih dalam keseimbangan artinya
belum terjadi konflik yang sebenarnya.
·
Penggawatan atau komplikasi
yaitu drama yang secara jelas menunjukkan adanya konflik yang sebenarnya. Dalam
bagian ini tampak keseimbangan mulai terganggu, terutama karena adanya atau
munculnya perbuatan-perbuatan perangsang. Pada bagian inilah pengarang
mempertemukan protagonis dengan antagonis untuk membranous konflik yang
merupakan dasar sebuah cerita drama.
·
Puncak atau klimaks yaitu
bagian cerita yang merupakan puncak ketegangan cerita, merupakan titik perselisihan
paling tinggi antara protagonis dengan antagonis. Bagian ini merupakan bagian
cerita paling penting. Dengan demikian, sudah tidak mungkin diperhebatkan lagi.
·
Peleraian atau anti klimaks
yaitu bagian tempat pengarang mengetengahkan pemecahan konflik.
·
Penyelesaian atau konklusi
yaitu bagian cerita yang berfungsi mengembalikan lakon pada keseimbangan awal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan puisi adalah ungkapan hati penyair
dari keseluruhan pengalaman hidup yang menggunakan bahasa yang khas dalam
penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam dengan
menggunakan kolaborasi antara pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan karya
yang sarat makna.
Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau
pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun
berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika
cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan
dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara menontonnya.
drama yang dipentaskan itu
mengungkapkan nilai moral dan dalam pementasannya menimbulkan ketegangan yang
mementingkan kesatuan perbuatan, tempat, dan waktu.
Pada dasarnya
pembelajaran sastra atau puisi haruslah dengan model, metode dan teknik yang
nyata yaitu dengan melibatkan peserta didik secara langsung dalam memahami dan
mengkaji puisi, dengan begitu siswa dapat menemukan arti atau amanat dari puisi
yang dipelajari.
B.
Saran
Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak
lagi referensi-referensi mengenai teori dan pengajaran puisi selain makalah
ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam mencari
referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfiah. 2009. Pengajaran Puisi Sebuah Penelitian Tindakan
Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru.
Damono, Sapardi Djoko. 2000. Priyayi Abangan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Pradopo, Rachmat Djoko.
2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha.
2013. Stilistika Kajian Puitika Bahasa,
Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti. 2009. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar