ANALISIS CERPEN ‘’PEREMPUAN BERCAHAYA’’
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi
Dosen Pengampu : Dra. Ani
Diana, M.Hum.
Disusun
Oleh:
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM 14040004
2.
IntanSitiSoleha NPM 14040023
3.
LusiMiftahulBaroroh NPM 140400
4.
Marliana NPM 140400
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Karya sastra
merupakan gambaran pencerminan dari kehidupan sosial masyarakat. Demi
efektivitas pengungkapan, bahasa sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi,
dan diberdayakann sedemikian rupa melalui stilistika. Oleh karena itu, bahasa
karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra (Wellek dan
Warren, 1989: 15), yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori yang
tidak beraturan dan tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada
teks lain atau karya sastra yang diciptakan sebelumnya. Style, 'gaya bahasa'
dalam karya sastra merupakan sarana sastra yang turut memberikan kontribusi
signifikan dalam memperoleh efek estetik dan penciptaan makna. Style membawa
muatan makna tertentu. Setiap diksi yang dipakai dalam karya sastra memiliki
tautan emotif, moral, dan ideologis di samping maknanya yang netral (Sudjiman,
1995: 15-16).
Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen.
Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam
Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen
menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus
yang lebih bersifat memperpanjang cerita.Cerpen merupakan jenis karya sastra
yang paling banyak dibaca orang dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen
banyak menggunakan bahasa yang lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga
lebih bersifat transparan. Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat
prismatis dan penuh dengan perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen
memiliki beberapa ciri, yaitu: panjang kisahannya lebih singkat daripada novel,
alur ceritanya rapat, berfokus pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh
tertentu, waktu tertentu, dan situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik,
yaitu berintikan pada perbenturan yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya
ditampilkan pada suatu latar atau latar belakang melalui lakuan dalam satu
situasi.
Kumpulan cerpen
Perempuan bercahaya karya Rina Ratih (2011), yang terdiri dari 6 judul,
merupakan kumpulan cerpen yang mengangkat persoalan persoalan yang dihadapi
oleh kaumnya sehingga cerpen cerpennya berupa sosok perempuan yang subtansial.
Dari segi penokohan, cerpen-cerpen Ratih dapat dikelompokan menjadi dua. Dalam
hal ini, yang dimaksud dengan kelompok perempuan pertama adalah perempuan yang
menjadi istri pertama,sedangkan dalam kelompok perempuan kedua adalah perempuan
yang menjadi istri nomor dua, istri simpanan, ataupun perempuan
selingkuhan.Hampir semua cerpen menghadirkan perempuan kelompok pertama. Hal
itu dapat dilihat pada tokoh Ti dalam “Perempuan Bercahaya”, si anonim dalam
“Perempuan kedua”, tokoh Mona dalam “Perempuan Pengambil Hati”, tokoh kasih
dalam “Perempuan Pemuja ketampanan” , tokoh Lasmi dalam “Malaikat Penjaga Perempuan”,
dan tokoh Nurlita dalam “Perempuan itu Bernama Evie”.
Kumpulan cerpen
Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih perlu diteliti karena setiap susunan
perkataan yang terjadi dalam cerpen ini dibungkus dengan gaya bahasa yang dapat
menghidupkan kalimat dan cerita sehingga menarik untuk dibaca. Terlihat pada
salah satu kutipan berikut: “kurengkuh dayung bersama laki laki yang kucintai
sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat. Panorama tampak indah
alun gelombang dimalam hari di bawah cahaya bulan adalah gambaran rumah
tanggaku” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa terdapat penggunaan majas
personifikasi, yaitu benda mati diibaratkan seolah-olah melakukan kegiatan
bersifat kemanusiaan. Frasa gelombang di malam hari dianggap seolah-olah hidup
dan dapat melakukan suatu kegiatan.Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
dikaji lebih mendalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih yang
diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika Indonesia dengan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta 2011.
B.
RumusanMasalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen
Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
2. Bagaimanakah bahasa kiasan personifikasi dan metafora, dalam
cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
C.
Tujuanpenelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang.
1. Gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih.
2. Bahasa kiasan personifikasi dan metafora dalam cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih.
D.
ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Memberikan manfaat dalam segi gaya bahsa
2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipelajari lebih dalam untuk kajian atau memperdalam pengetahuandimanfaatkan
3. Bagi pengajar, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran memahami dan menerapkan gaya bahasa dalam suatu kaliamat
atau karya sastra.
BAB II
LANDASAN TEORI
Stilistika adalah
ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam kamus linguistik, stilistika
adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunaka dalam karya sastra; ilmu
interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan (Kridalaksana, 2001: 202).
Gaya bahasa menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan
perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati
penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya
bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek
tertentu. Dalam karya sastra efek ini adalah efek estetik yang akan membuat
karya sastra akan memiliki nilai seni. Nilai karya sastra bukan semata-mata
disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga karena gaya cerita atau penyusunan
alurnya. Namun demikian gaya bahasa sangat besar sumbangannya kepada pencapaian
nilai seni karya sastra. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang
stile. Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang
pengarang mengungkapkan sesuatu hal yang akan dikemukakan (Abrams lewat
Nurgiyantoro, 1994: 276). Stile atau gaya bahasa merupakan cara ekspresi
kebahasaan oleh pengarang. Pradopo (1994) menyebutkan bahwa gaya bahasa adalah
bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya. Dengan
kata lain bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara bertutur secara khusus
untuk mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau efek puitis.
Analisis
stilistika merupakan sebuah metode analisis karya sastra. Analisis karya sastra
ini bertujuan untuk menggantikan kritik yang sifatnya subjektif dan impresif
dengan analisis stile yang sifatnya obyektif dan ilmiah. Untuk memperoleh
bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus dikaji tanda-tanda
yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra. Kajian stile
dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra untuk
mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan
(estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.Abrams dalam
Nurgiyantoro (1994: 289) mengemukakan bahwa unsur stile (stylistic feature)
terdiri dari unsur fonologi, unsur sintaksis, unsur leksikal, unsur retorikal
(rhetorical berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencintraan, dan
sebagainya). Suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis adalah
unsur retorika. Macam-macam unsur retorika meliputi pemajasan, penyiasan,
struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam makalah ini penulis hanya
menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan dalam bahasa Indonesia ada
bermacam-macam menurut Keraf (2006: 115-145). Namun hanya beberapa jenis majas
yang sering dipergunakan pengarang dalam karya sastra. Diantaranya majas :
1. Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris
yang sama dalam satu bait
2. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan
yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135)
3. Personifikasi adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan
benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)
4. Metafora adalah majas perbandingan langsung yang tidak
mempergunakan kata pembanding (Keraf, 2006 : 138).
Menurut Tarigan
(1984:153) menjelaskan bahwa:
berhasil tidaknya seorang pengarang fiksi justru tergantung pada
kecakapannya mempergunakan majas atau gaya bahasa dalam karyanya.
Penggunaan majas ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, pendidikan, pengalaman, temperamen
keterampilan serta kecakapan para pelaku itu yang secara tidak langsung
menuturkan cerita tersebut. Selain itu, pengarang juga sering kali
mempergunakan aneka majas seperti metafora, personifikasi, ironi alegori dan
lain sebagainya untuk menjadikan sebuah cerita lebih menarik dan memiliki nilai
rasa yang tinggi.
Gorys Keraf
(2009:112-113) Menyatakan bahwa
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).Gaya
atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan style. Kata style
diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya
tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada
keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan
keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.Walaupun kata
style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri
teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu:
·
AliranPlatonik
Menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka
ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style.
·
Aliran Aristoteles
Menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada
dalam tiap ungkapan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Gaya Bahasa Paralelisme
Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang
maksud tujuannya serupa. Gaya bahasa paralelisme yang terkandung di dalam
kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya:
Perempuan Bercahaya:
1. “Rindu ia menjadi imam di setiap shalatku, rindukan ia
melafadzkan ayat ayat suci, rindukan diriku bersimpuh dan mencium tangannya
seusai sholat”(hal 2)
2. “Mengapa Mimpi jauh itu melambung? Mengapa suamiku itu begitu
jauh kurengkuh untuk bersama sama menjalankan perintah Allah?”(hal 4)
3. “Aku semakin sadar apa yang telah terjadi dan apa yang telah aku
lakukan”(hal 7)
B.
Gaya BahasaHiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal.
Pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya juga ditemukan beberapa gaya bahasa
hiperbola:
Perempuan Bercahaya
1. “Kurengkuh dayung bersama laki laki yang kucintai sampai
kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat.”(hal 2)
2. “Panorama tampa indah, alun gelombang di malam hari dibawah
cahaya bulan adalah gambaran rumah tanggaku.”(hal 2)
C.
Gaya BahasaPersonifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda mati
dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya
seperti manusia. Bahasa Kiasan Personifikasi dalam kumpulan cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih terdapat pada:
Perempuan Bercahaya
1. “Kuelus nisan yang bertuliskan namanya, tergambar segala kebaikan,
kesetiaan, kejujurannya, tetapi air mataku tetap menetes penuh penyesalan”(haal
1).
2. “ Alun gelombang di malam hari dibawah cahaya bulan adalah rumah
tanggaku.Tetapi selama berlayar di lautan itu, tak jua rinduku pupus. Mas Ripto
memancing dengan mengemudikan kapal”(hal 2)
D.
Gaya BahasaMetafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak
mempergunakan kata-kata pembanding. Bahasa kiasan metafora yang terdapat pada
kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya antara lain:
Perempuan Bercahaya
1. “Kami bentangkan layar dan perahu menuju lautan”.(hal 2)
2. “ Matanya yang cekung menerawang, tangannya yang kurus melambai
lemah jika memerlukan sesuatu”(hal 3)
3. “Malam membentang hitam. Aku menghitung biji biji tasbih dalam
keheningan stiap malam.”(hal 4)
4. “Isakku bertambah keras, bahu terasa terguncang”(hal 7).
KESIMPULAN
Gaya bahasa
menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang
terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang
menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan
cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Kata sastra
cerpen mempunyai nilai estetik yang tinggi yang dituangkan dalam tulisan yang
mengandung gaya bahasa atau style. Dalam Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya
banyak dijumpai unsur-unsur style dalam penggunaan gaya bahasanya. Gaya bahasa
yang digunakan pengarang antara lain; metafora, personifikasi, hiperbola,
paralelisme.
·
Paralelisme
merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa.
·
Hiperbola
merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal.
·
Personifikasi
merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda mati dengan manusia,
benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti
manusia.
·
Metafora adalah
bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata
pembanding.
Ratih, Rina.
2011.Perempuan Bercahaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hendy, Zaidan.
1989. Pelajaran Sastra. Jakarta : Gramedia.
Kridalaksana,
Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 1993. “Stilistika”. Makalah Penataran Sastra di Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Sudjiman,
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta : Pustaka Utama Graffiti.
Keraf,
Gorys.2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia PPustaka Utama..
Rene Wellek
& Austin warren.1989. Teori Kesusastaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar