BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
saat tahun 70-an puisi sangat digemari para pujangga. Pembuktianya pun ada,
contohnya pada zaman dulu ada lagu yang liriknya dari puisi.pada saat masa
kejayaan puisi, puisi tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis
tapi juga ada sebagai kritik atas pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau
pun seseorang yang mereka benci. Tapi sekarang puisi tidak terlalu digemari
lagi itu dikarenakan perbandingan kemajuan teknologi tidak sebanding dengan
pemikiran dan perasaan masyarakat sehingga seseorang lebih mengutamakan
keinstanan dari pada suatu perosesnya.
Karena perbandingan tak
seimbang tadi sehingga masyarakat terutama para remaja tidak lagi terlalu
tertarik kepada puisi, bukan itu saja puisi yang sangat terkenal pun sudah
mulai dilupakan. Makin lama masyarakat akan makin lupa tentang puisi seperti :
jenis – jenisnya, setrukturnya, perbedaannya, dan lain-lain.
Untuk itu kami membuat
makalah ini berjudul “puisi” agar kita dapat mengingatnya, mempelajarinya,
dan juga memahami perbedaannya, dan strukturnya lebih jelas sehingga kita dapat
membuat puisi sendiri. Apa bila kita sudah bisa membuat puisi dan lebih
mengerti perbedaan juga strukturnya Sehingga kita generasi baru dapat
mempopulerkan puisi kembali.
B. Ruang Lingkup
1.
Puisi Lama
2.
Puisi Baru
3.
Puisi Kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
A. Puisi Lama
Puisi
adalah untaian kata-kata yang merupakan ungkapan perasaan penyair yang memiliki
nilai keindahan dengan kata-kata yang singkat namun bermakna amat luas sesuai
dengan penafsiran atau penggambaran pembacanya. Dunton (dalam Pradopo,
1993:6) berpendapat bahwa
sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik
dalam bahasa emosional serta berirama. Sedangkan menurut Uned (2010:36) puisi
adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Jadi, puisi adalah ragam sastra sebagai media
pengungkapan perasaan dan pikiran yang bernilai indah dan bersifat fiksi.
Berdasarkan
waktunya, salah satu jenis puisi yang kita kenal adalah puisi lama. Menurut
Uned (2010:36) puisi lama adalah puisi Indonesia yang belum terpengaruh puisi
barat. Puisi lama adalah puisi
yang terikat oleh aturan-aturan tertentu. Puisi yang lahir sebelum masa
penjajahan Belanda. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan
bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu.
Aturan-aturan yang mengikat tersebut antara lain:
1.
Jumlah kata dalam 1 baris;
2.
Jumlah baris dalam 1 bait;
3.
Persajakan (rima), yaitu pengulangan bunyi
yang berselang;
4.
Irama, yaitu alunan yang tercipta oleh
kalimat, panjang pendek, dan kemerduan bunyi;
5.
Banyak suku kata tiap baris.
Puisi
lama juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya (anonim);
2.
Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan; dan
3.
Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Berikut
ini adalah contoh puisi lama:
1. Gurindam
Menurut Uned (2010:37) gurindam adalah sajak
dua baris yang mengandung petuah atau nasehat. Gurindam adalah satu bentuk
puisi yang berasal dari Tamil (India) yang terdiri dari dua baris
kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua
berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
Ciri-ciri:
a.
Baris
pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
b.
Baris
kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
c.
Isinyamerupakannasihat
yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.
Contoh:
Cahari olehmu akan sahabat
yang dapat dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
yang mampu memberi ilmu
Cahari olehmu akan kawan
yang berbudi serta setiawan
Cahari olehmu akan abdi
yang terampil serta berbudi
2. Pantun
Pantun adalah sajak pendek, tiap-tiap kolet
biasanya empat baris ab ab dan dua baris yang dahulu biasanya untuk tumpuan
saja (Ali, 2006:288) Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat
luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Lazimnya pantun terdiri atas empat
larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b
(tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan
sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri
atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama,
kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir
merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Ciri-ciri pantun:
a. Setiap bait terdiri 4 baris
b. Baris 1 dan 2 sebagai
sampiran
c. Baris 3 dan 4 merupakan isi
d. Bersajak a – b – a – b
e. Setiap baris terdiri dari 8
– 12 suku kata
f. Berasal dari bahasa Melayu
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
(Roro Mendut, 1968)
3. Syair
Menurut Uned (2010:37) syair adalah puisi
lama yang terdiri atas 4 (empat) baris yang berakhir dengan bunyi yang sama
(berirama aaaa). Puisi lama yang berasal dari Arab, yang memiliki ciri-ciri
setiap bait terdiri dari 4 baris dan semua baris merupakan isi, jadi tidak
memiliki sampiran, setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata yang biasanya
berisi nasehat, dongeng ataupun cerita.
Contoh:
Bulan purnama cahaya terang
Bintang seperti intan
Pungguk merawan seorang-orang
Berahikan bulan di tanah seberang
Pungguk bercinta pagi dan petang
Melihat bulan di pagar
bintang
Terselap merindu dendamnya dating
Dari saujana pungguk
menentang
4. Talibun
Menurut Ali (2006:486) talibun adalah sajak
yang lebih dari empat baris, biasanya terdiri dari 6 atau 20 baris yang
bersamaan bunyi akhirnya. Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan
seterusnya.
Ciri-ciri:
a.
Jumlah barisnya lebih dari empat baris,
tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
b.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya
tiga sampiran dan tiga isi.
c.
Jika satu bait berisi delapan baris,
susunannya empat sampiran dan empat isi.
d.
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b
– c.
e.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a –
b – c – d – a – b – c – d
Contoh:
Panakik pisau siraut
Ambil galah batang lintabung
Silodang ambil untuk niru
Yang setitik jadikan laut
Yang sekapal jadikan gunung
Alam terkembang jadikan guru
(Panghulu, 1978:2)
5. Mantra
Menurut
Uned (2010:37) mantra adalah puisi yang berisi ucapan-ucapan yang dianggap
mengandung kekuatan gaib dan biasanya diucapkan oleh seorang atau beberapa
orang pawang. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah dan
kekuatan gaib. Kekuatan mantra dianggap dapat menyembuhkan atau mendatangkan
celaka. Keberadaan mantra dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai
karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat kepercayaan. Hanya
orang yang ahli yang boleh mengucapkan mantera, misalnya pawang atau dukun.
Ciri-ciri mantra:
a.
Berirama
akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
b.
Bersifat
lisan, sakti atau magis
c.
Adanya
perulangan
d.
Metafora
merupakan unsur penting
e.
Bersifat
esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
f.
Lebih
bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri
satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
6. Seloka
Seloka adalah sajak yang mengandung ajaran,
sindiran, dan sebagainya (Ali, 2006:405). Seloka adalah pantun berkait yang
tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas
beberapa bait. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau
syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Ciri-ciri:
a.
Ditulis empat baris memakai bentuk pantun
atau syair,
b.
Namun ada seloka yang ditulis lebih dari
empat baris.
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati takkan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
B. Puisi Baru
Puisi
baru disebut puisi modern. Bentuk puisi baru lebih bebas daripada puisi lama.
Kalau puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, puisi baru lebih
bebas. Meskipun demikian, hakikat puisi tetap dipertahankan seperti rima,
irama, pilihan kata, dll. Puisi modern hadir saat penjajah Jepang datang ke
Indonesia yaitu pada periode angkatan 1945. Kedatangan Jepang memberikan angin
baru bagi rakyat Indonesia, di mana mereka diperbolehkan memakai bahasa
Indonesia, berbeda saat masa penjajahan Belanda yang melarang penggunaan bahasa
Indonesia. Sehingga kesempatan tersebut dipergunakan oleh para penyair sebagai
senjata dalam melawan penjajah Jepang. Isi dari puisi modern banyak mengangkat
tentang pemberontakan yang lebih dalam jika dibandingkan dengan angkatan
pujangga baru.
Disebut
sebagai puisi modern karena puisi modern lebih menekankan pada isi puisi
tersebut. Puisi modern lebih bebas dari pada puisi lama yang terikat dari
jumlah suku kata, baris, maupun rima. Penyair puisi modern termasuk kategori
dalam angkatan '45, salah satu tokohnya adalah Chairil Anwar yang dinobatkan
oleh H.B. Jassin pelopor puisi modern. Dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul
“Aku” dia sudah menggunakan bahasa Indonesia yang ekspresif, terbebas dari
bahasa Melayu maupun Belanda, dan puisinya memiliki gaya khas yang hanya
dimiliki oleh Chairil Anwar.
Ciri-ciri
Puisi Modern:
- Bentuknya rapi, simetris
- Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair
meskipun ada pola yang lain;
- Sebagian besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan
sintaksis)
- Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian
besar) : 4-5 suku kata.
Berikut
adalah macam-macam puisi baru :
1. Balada
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan)
larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi
a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren
dalam bait-bait berikutnya.
Contoh :
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju
mereka.
Rambut mereka melekat di
bulan purnama.
Orang-orang miskin.
Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam
batin.
Rumput dan lumut jalan
raya.
Tak bisa kamu abaikan.
2. Himne
Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah
lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air,
atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne
menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi
pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang
bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku bawah sayatan
khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu menitikkan darah
dari tangan dan kaki dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka dunia kehilangan
sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa mengenal-Mu tersalib
di datam hati.
(Saini S.K)
3. Ode
Adalah
puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
4. Epigram
Adalah
puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani
epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah
kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
5. Romansa
Adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis
Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu
dendam, serta kasih mesra
Contoh :
Hidup ini tak pernah sempurna.
seperti kata-kata yang ada pahit walau terucap manis..
Hidup ini tak pernah
sempurna.
seperti langit yang
menyimpan hitam meski putih menyelimuti..
Hidup ini tak pernah sempurna.
seperti nyawa yang hanya bisa mati sekali..
Hidup ini tetap tak akan
pernah sempurna bagiku.
jika andai saja kau tak
hadir untukku..
6. Elegi
Adalah
puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama
karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang,
rumah tua, pada cerita tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari
berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi.
Aku sendiri.
Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali
tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan
bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7. Satire
Adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang
berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur jidat
penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(WS
Rendra)
8. Distikon
Adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or.
Mandank)
9. Terzina
Puisi
yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Contoh:
Dalam ribaan bahagia dating
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi
Pane)
10. Kuatrain
Puisi
yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh
:
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M.
Daeng Myala)
11. Kuint
Adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh
:
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakana
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah
gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or.
Mandank)
12. Sektet
Adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris
(puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
13. Septime
Adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
14. Oktaf/Stanza
Adalah
puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi
delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
15. Soneta
Adalah
puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait
pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris.
Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang
berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta
masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam
Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak
Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat
soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi
maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas
baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Perbedaan
dan Persamaan Puisi Lama dengan Puisi Baru /Modern
1. Perbedaan Puisi Lama dan Puisi Modern
a.
Puisi Lama terikat pada aturan tata bahasa
sedangkan puisi baru tidak terikat pad aturan apapun.
b.
Puisi Lama tidak menyebutkan nama pengarang
sedangkan puisi baru nama perengarang disebutkan
c.
Puisi Lama dibicarakan dari mulut ke mulut
sedangkan puisi baru didistribusikan dalam sebuah buku
d.
Puisi baru lebih bebas dari pada puisi Lama,
karena puisi lama biasanya menggunakan pola 444
e.
Puisi Lama terikat pada rima sedangkan puisi
baru tidak
2. Persamaan Puisi Lama dan Puisi Baru yaitu:
a. Sama-sama
sebagai sarana mengungkapkan perasaan
b. Sama-sama
mempunyai makna dan arti tertentu
C. Puisi Kontemporer
Dunia
senantiasa berkembang, berubah dari waktu ke waktu. Hidup pun demikian. Sastra
yang merupakan salah satu blantika perekaman kehidupan selalu mencari bentuk
yang lebih baru. Hal ini pun sejalan dengan sifat seniman yang selalu ingin
menciptakan sesuatu yang baru, yang berbeda dengan sesuatu yang telah ada
sebelumnya.
Puisi
sebagai bagian dari sastra juga mengalami perkembangan, dari segi bentuk dan
nafasnya. Puisi Kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan
konvensional puisi iti sendiri. Misalnya saja Sutardji mulai tidak
mempercayai Kekuatan kata tetapi dia mulai berpaling
pada Eksistensi bunyi dan kekuatannya.
Danarto
justru memulai dengan kekuatan garis dalam menciptakan
puisi. Puisi kontemporer memang cenderung berbentuk aneh dan ganjil. Di
samping Sutardji dan Danarto, juga Sapardi Djoko Damono, penyair lain
mencanangkan bentuk puisi ganjil adalah : Ibrahim Sattah, Hamid Jabar, Husni
Jamaluddin, Noorca Marendra, dan sebagainya.
Lebih
jauh boleh dikatakan bahwa puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang
kurang memperhatikan santun bahasa,memakai kata-kata makian kasar,ejekan,dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi,gaya bahasa,
irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
1. Tema Dan Ciri-Ciri Puisi Kontemporer
a.
Tema Puisi kontemporer
Biasanya
puisi-buisi kontemporer bertemakan
1)
Tema
protes yang ditujukan kepada kepincangan sosial dan dampak negatif dari
industrialisasi
2)
Tema humanisme yang mengemukakan kesadaran
bahwa manusia adalah subjek pembangunan dan bukan objek pembangunan.
3)
Tema yang mengungkapkan kehidupan batin yang
religius dan cenderung kepada mistik
4)
Tema yang dilukiskan melalui alegor dan
parable
5)
Tema tentang perjuangan menegakkan hak-hak
azasi manusia berupa perjuangan untuk kebebasan, persamaan hak, pemerataan, dan
bebas dari cengkeraman dari teknologi modern.
6)
Tema kritik sosial terhadap tindakan
sewenang-wenang dari mereka yang menyelewengkan kekuasaan dan jabatan.
b.
Ciri-ciri Puisi Kontemporer
1)
Puisi bergaya mantra dengan sarana kepuitisan
berupa pengulangan kata, frasa, atau kalimat.
2)
Gaya bahasa paralelisme dikombinasi dengan
gaya bahasa hiperbola dan enumerasi dipergunakan penyair untuk memperoleh efek
pengucapan maksimal.
3)
Tipografi puisi dieksploitasi secara sugestif
dan kata-kata nonsens dipergunakan dan diberi makna baru.
4)
Kata-kata dari bahasa daerah banyak
dipergunakan untuk memberi efek kedaerahan dan efek ekspresif.
5)
Asosiasi bunyi banyak digunakan untuk
memeroleh makna baru
6)
Banyak digunakan gaya penulisan prosaic
7)
Banyak menggunakan kata-kata tabu
8)
Banyak ditulis puisi lugu untuk mengungkapkan
gagasan secara polos.
2. Pengertian Puisi Indonesia Kontemporer
Jika pengertian puisi kontemporer itu di
kaitkan dengan puisi Indonesia, maka puisi Indonesia kontemporer adalah puisi
Indonesia yang lahir di dalam waktu tertentu yang berbentuk dan bergaya tidak
mengikuti kaidah-kaidah puisi lama pada umumnya. Atau puisi Indonsia
kontemporer adalah puisi Indonesia yang memiliki ciri-ciri nilai dan estetika
yang berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya atau pada umumnya.
3. Ragam Puisi Kontemporer
Adapun puisi kontemporer bisa dibedakan
menjadi beberapa ragam sebagai berikut:
a.
Puisi Mbeling
Puisi
ini memakai ungkapan yang blak-blakan, sederhana, tanpa menghiraukan diksi
konvensional ataupun bunga-bunga bahasa. Biasanya mrngungkapkan kritik pada
kehidupan masyarakat, tetapi dengan cara yang lucu dan tak brusaha terlampau
berat.
b.
Puisi tipografi
Puisi
tipografi adalah puisi yang lebih mementingkan gambaran visual dari puisi
tersebut. Dalam puisi tipografi seorang penyair berusaha mengekspresikan
gejolak hatinya dengan lebih menonjolkan lukisan bentuk dari puisinya di
samping melalui kata-kata tentunya.
c.
Puisi Yang menentang idiom-idiom
Puisi
–puisi semacam ini akan bersifat konvensional. Dengan menentang idiom
konvensional maka puisi tersebut tidak lagi menghiraukan hubungan makna setiap
kata, bahkan sering terjadi menjungkir balikkan hubungan makna tersebut.
d.
Puisi yang membalik-balikkan struktur kata
Puisi
ini mterliha mempermainkan suku-suku kata . Sampai-sampai kata-kata itu menjadi
tidak bermakna .Tetapi hal itu tidak lantas menghilangkan makna totalitas puisi
tersebut . Bahkan terasa menjadi sangat konkret. Dengan deretan kata yang
dibolak-balikan susunan suku katanya bila diteriakkan keras-keras seperti
teriakan nelayan di zaman bahari dulu . Bunyi-bunyi yang muncul dari kata-kata
tak bermakna itu mengangkat imajinasi kita untuk membayangkan situasi pada masa
bahari dulu, di mana nenek moyang kita sangat akrab dengan lautan.
e.
Puisi yang lebih mengutamakan unsure bunyi
Puisi
ini mengingatkan kita pada bentuk puisi mantra pada zaman sastra purba. Puisi
mantar pun amat menonjolkan kekuatan bunyi. Bahkan menurut hemat nenek moyang
kita dulu semakin kuat bunyi dalam mantara semakin tinggi nilai magis yang
terkandung dalam mantra tersebut. Dan ternyata dalam perkembangan sastra
Indonesia moderen,ada kencenderungan kembali pada bentuk mantra. Penyair garda
depan yang memproklamasikan bentuk mantra ini adalan Sutardji dan ibrahim
Sattah.
f.
Puisi yang mengkombinasikan bentuk bahasa
Indonesia dengan bahasa asing atau bahasa daerah
Puisi
ini menggunakan berbagai bahasa dalam mengungkapkan apa yang dimaksudkannya.
Tentu saja hal ini mempersulit pemahaman pembaca yang tidak mengerti dan
menguasai bahasa asing maupun bahasa daerah.
g.
Puisi yang banyak menggunakan symbol daripada
kata –kata atau kalimat.
Simaklah
puisi Jeihan berikut ini
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
V
VIVA
PANCASILA
(
Jeihan )
h.
Puisi yang lebih menonjolkan unsure garis
atau gambar seperti dalam seni lukis
Perhatikanlah
puisi yang cukup membikin heboh kalangan sastrawan di Indone- Sia :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
i.
Puisi Konkret
Puisi
konkret benar-benar merupakan penyair yang tidak lagi percaya terhadap eksistensi
kata. Puisi konkret berusaha meninggalkan peranan kata karena kata dianggapnya
terlampau akrab untuk mewadahi penyair. Puisi konkret merupakan puisi yang
diciptakan oleh penyair dengan memakai benda-benda yang konkret ( biasanya
dengan sedikit mungkin kata , bahkan kalau perlu kata itu dihilangkan) sebagai
alat ekspresinya . Misalnya saja puisi Daging Mentah Sutardji Calzoum Bachri,
atau puisi Abdul Hadi WM.
4. Mengidentifikasi Tema Puisi Kontemporer
Perhatikan beberapa puisi Sapardi Djoko
Darmono yang termuat dalam buku Duka-Mu Abadi berikut !
a.
SAAT SEBELUM BERANGKAT
Mengapa kita masih bercakap
hari hamper gelap
Menyekap beribu kata di
antara karangan bunga
Di ruang semakin maya,
dunia purnama
Sampai tak ada yang sempat
bertanya
Mengapa musim tiba-tiba
reda
Kita di mana . Waktu
seorang tertahan di sini
Di kuar pengiring jenazah
menanti
b.
BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH
Berjalan dibelakang jenazah
angina pun reda
Jam mengerdip
Tak terduga betapa lekas
Siang menepi, melapangkan
jalan dunia
Di samping pohon demi pohon
menundukkan kepala
Jam mengambang di antaranya
Tak terduga begitu kosong
waktu menghirupnya
c.
SEHABIS MENGANTAR JENAZAH
Masih adakah yang akan
kautanyakan
Tentang hal itu ! Hujan pun
selesai
Sewaktu tertimbun sebuah
dunia yang tak habis bercakap
Di bawah bunga-bunga mawar,
musim yang senja
Pulanglah dengan payung di
tangan , tertutup
Anak-anak kembali bermain
di jalan basah
Seperti dalam mimpi
kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh
Barangkali kita tak perlu
tahu dalam tanda tanya
Masih adakah ? Alangkah
angkuhnya langit
Alangkah angkuhnya pintu
yang akan menerima kita
Seluruhnya,, seluruhnya
kecuali kenangan
Pada sebuah gua yang
menjadi sepi tiba-tiba
Dalam tiga puisi sapadi
joko damono yang terdapat dalam buku kumpulan puisi dukamu mu
abadi terdapat pertautan tema yang membicarakan tentang maut . Sapardi
joko damono telah membangkitkan kesadaran pembaca akan kematian dan selubung
rahasia akan kematian itu sendiri.
Dalam tiga puisi Sapadi Joko Damono yang
terdapat dalam buku kumpulan puisi Dukamu Mu Abadi terdapat pertautan
tema yang membicarakan tentang maut. Sapardi Joko Damono telah membangkitkan
kesadaran pembaca akan kematian dan selubung rahasia akan kematian itu sendiri.
5. Memahami Isi Dan Maksud Puisi Kontemporer
a.
Perhatikanlah contoh-contoh sajak Sutardji
Calzoum Bachri berikut ini
SOLITUDE
yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling
Kau ! ( 1981:37 )
“ yang
paling mawar “, artinya yang paling mempunyai sifat-sifat seperti mawar, yaitu
biasanya warnanya merah cemerlang, menarik, indah dan harum . Jadi kesunyian
( solitude ) itu mempunyai sifat yang paling menarik , indah, serta
harum . “yang paling duri” artinya paling menusuk, menyakitkan, menghalangi,
seperti duri. ”yang paling dekap” ialah yang paling mesra seperti orang
mendekap. Begitulah kesunyian itu. Dan di samping sifat yang paling itu adalah
“Kau“ yaitu Tuhan . Jadi, bila orang dalam keadaan yang paling itu, orang akan
teringat atau melihat “ Tuhan “
b.
Perhatikan contoh lain sajak Sutarji Calzoum
Bachri
TRAGEDI
WINKA & SIHKA
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
shika
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
( h. 18 )
Sajak
tersebut hanya terdiri dua kata “kawin dan kasih” yang dipotong-potong menjadi
suku kata-suku kata, juga dibalik menjadi “winka dan sihka” . Pada awalnya kata
kawin masih penuh, artinya masih penuh kawin memberi konotasi begitu indahnya
perkawinan. Orang yang hendak kawin mesti berangan-angan yang indah bahwa
sesudah kawin akan hidup berbahagia, ada suami atau istri dan kemudian akan ada
anak, hidup akan bahagia denga kasih saying anak, istri-suami.
Tetapi,
melalui perjalanan waktu kata kawin terpotong menjadi ka dan win, artinya tidak
penuh lagi. Angan-angan perkawinan semula terpotong-potong, ternyata kenyataan
setelah kawin berubah. Dalam perkawinan orang harus memberi nafkah, ada
kewajiban-kewajiban. Ada anak yang harus dibiayai, bahkan sering terjadi
pertengkaran suami-istri, harus membiayai makan, pakaian dan sekolah anak-anak
. Ternyata perkawinan itu tidak seperti diharapkan yang penuh dengan
kebahagiaan, segala berjalan lancar, tetapi penuh kesukaran. Terbalik artinya
kawin jadi winka, kasih pun terpotong-potong menjadi ka dan sih yang kehilangan
artinya menjadi : sih-sih-sih-sih-sih saja, bahkan istri atau suami menyeleweng
terjadilah perceraian. Nah, terjadilah tragedi winka dan sihka, kembalikan dari
angan-angan kawin dan kasih, yang pada mulanya diangankan akan penuh
kebahagiaan.
6. Munculnya Puisi Indonesia Kontemporer Di
Dalam Khazanah Kesusastraan Indonesia
Istilah puisi Indonesia kontemporer mulai di
populerkan pada 1970-an. Gerakan puisi kontemporer yang melanda dunia gaungnya
terdengar di Indonesia dan memberi corak terhadap kehidupan puisi Indonesia
pula.
Puisi Indonesia kontemporer di dalam dunia perpuisisan Indonesia dikejutkan oleh Sutardji Calzoum Bahri dengan improvisasinya yang menjadi bagian penting dari proses penciptaan puisi-puisinya. Berbeda dengan penyair-penyair sebelumnya, Sutardji mengebrak dengan puisi-puisinya bentuk-bentuk baru. Pembaharuan yang dilakukan sutardji benar-benar memberi wajah baru bagi perjalanan dan perkembangan puisi Indonesia.
Puisi Indonesia kontemporer di dalam dunia perpuisisan Indonesia dikejutkan oleh Sutardji Calzoum Bahri dengan improvisasinya yang menjadi bagian penting dari proses penciptaan puisi-puisinya. Berbeda dengan penyair-penyair sebelumnya, Sutardji mengebrak dengan puisi-puisinya bentuk-bentuk baru. Pembaharuan yang dilakukan sutardji benar-benar memberi wajah baru bagi perjalanan dan perkembangan puisi Indonesia.
Di dalam kredo puisinya yang diproklamasikan
pada 30 maret 1973, Sutardji mengatakan kredo berasal dari bahasa latin credo
yang berarti aku percaya, suatu pernyataan atau pengakuan.
7. Tokoh-Tokoh Puisi Kontemporer
a.
Sutardji
Calzoum Bahri
Karyanya
1)
Kumpulan
sajak o, amuk, kapak
2)
Tragedi
sihka dan winka
3)
Batu
b.
Supardi
Djoko Damono
Karangannya:
1)
Dukamu
Abadi (Kumpulan sajak, 1969)
2)
Mata
Pisau (Kumpulan sajak, 1974)
3)
Akuarium
(Kumpulan sajak, 1974)
c.
Goenawan
Muhamad
Karangannya:
Dadaku adalah perisaiku (kumpulan sajak,
1974)
d.
Leon
Agusta
Karangannya:
1)
Catatan
putih (Kumpulan sajak, 1975)
2)
Hukla
(Kumpulan sajak, 1979)
e.
Korrie
Layun Rampan
Karangannya:
Matahan pinsan & ubun-ubun (kumpulan
sajak, 1974)
f.
Entha
Ainun Nadjib
Karangannya:
1)
“M”
Frustasi (kumpulan sajak, 1976)
2)
Nyanyian
Gelandangan (Kumpulan Sajak, 1981)
g.
Hamid
Jabbar
Karangannya:
1)
Paco-Paco
(Kumpulan Sajak, 1974)
2)
Dua
Warna (Kumpulan Sajak Bersama Upita Agustina, 1975)
h.
Toen
Herarti
Karangannya:
Sajak-Sajak 33 (Kumpulan Sajak, 1973)
i.
Linus
Suryadi
Karyanya:
Langit Kelabu (Kumpulan Sajak, 1976)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puisi
tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis tapi juga ada sebagai
kritik atas pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau pun seseorang yang
mereka benci. Membaca puisi bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran
penyair, tapi kita juga harus menghadirkan jiwa sang penyair. Kita harus
menyelami dan memahami proses kreatif sang penyair, bagaimana ia dapat
melahirkan karya puisi.
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa khususnya yang duduk
di jurusan Bahasa Indonesia harus memiliki pengetahuan yang baik tentang bahasa
yang dalam hal ini mengenai puisi lama. Hal itu tentu saja akan terwujud
apabila kita rajin membaca dan menulis. Dengan membaca dan menulis wawasan kita
akan berkembang dan akan semakin matang.
DAFTAR PUSTAKA
Agni,
Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Ali,
Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Imani
Balai Pustaka. 2008. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka
Arifin,
Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akedemika
Pressindo.
Calzoum
Bachri, S. 1981. “O”, dalam “O, Amuk, Kapak” (Kumpulan Puisi).
Sinar Harapan. Jakarta.
Sinar Harapan. Jakarta.
Endraswara,
Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media
Presinfo.
Jassin,
H.B. 1982. Angkatan 66 Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung
Junaedi,
Uned. 2010. Materi Penting Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Ciamis: Mekar
Mandiri
Mahayana,
Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja
Grafindo persada
Pradopo,
R.D. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tarigan,
Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
Purba,
Antilan. 2001. Sastra Indonesia Kontemporer. USU Press. Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar