ANALISIS CERPEN ‘’PEREMPUAN BERCAHAYA’’
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi
Dosen Pengampu : Dra. Ani
Diana, M.Hum.
Disusun Oleh:
1.
Ana Wahyu Kusniati NPM 14040004
2.
IntanSitiSoleha NPM 14040023
3.
LusiMiftahulBaroroh NPM 140400
4.
Marliana NPM 140400
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Karya sastra merupakan gambaran pencerminan dari kehidupan sosial
masyarakat. Demi efektivitas pengungkapan, bahasa sastra disiasati,
dimanipulasi, dieksploitasi, dan diberdayakann sedemikian rupa melalui
stilistika. Oleh karena itu, bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda
dengan karya nonsastra (Wellek dan Warren, 1989: 15), yakni penuh ambiguitas
dan memiliki kategori-kategori yang tidak beraturan dan tidak rasional,
asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks lain atau karya sastra yang
diciptakan sebelumnya. Style, 'gaya bahasa' dalam karya sastra merupakan sarana
sastra yang turut memberikan kontribusi signifikan dalam memperoleh efek
estetik dan penciptaan makna. Style membawa muatan makna tertentu. Setiap diksi
yang dipakai dalam karya sastra memiliki tautan emotif, moral, dan ideologis di
samping maknanya yang netral (Sudjiman, 1995: 15-16).
Salah satu bentuk karya sastra yang berupa fiksi itu adalah cerpen.
Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Jassin dalam
Nurgiyantoro (2000:10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen
menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus
yang lebih bersifat memperpanjang cerita.
Cerpen merupakan jenis karya sastra yang paling banyak dibaca orang
dengan pemahaman yang cukup memadai. Cerpen banyak menggunakan bahasa yang
lugas dan mengacu pada makna denotatif sehingga lebih bersifat transparan.
Namun adapula cerpen yang tidak transparan, bersifat prismatis dan penuh dengan
perlambangan. Menurut Hendy (1989:184) cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu:
panjang kisahannya lebih singkat daripada novel, alur ceritanya rapat, berfokus
pada satu klimaks, memusatkan cerita pada tokoh tertentu, waktu tertentu, dan
situasi tertentu, sifat tikaiannya dramatik, yaitu berintikan pada perbenturan
yang berlawanan, dan tokoh-tokoh di dalamnya ditampilkan pada suatu latar atau
latar belakang melalui lakuan dalam satu situasi.
Kumpulan cerpen Perempuan bercahaya karya Rina Ratih (2011), yang
terdiri dari 6 judul, merupakan kumpulan cerpen yang mengangkat persoalan
persoalan yang dihadapi oleh kaumnya sehingga cerpen cerpennya berupa sosok
perempuan yang subtansial. Dari segi penokohan, cerpen-cerpen Ratih dapat
dikelompokan menjadi dua. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kelompok
perempuan pertama adalah perempuan yang menjadi istri pertama,sedangkan dalam
kelompok perempuan kedua adalah perempuan yang menjadi istri nomor dua, istri
simpanan, ataupun perempuan selingkuhan.
Hampir semua cerpen menghadirkan perempuan kelompok pertama. Hal
itu dapat dilihat pada tokoh Ti dalam “Perempuan Bercahaya”, si anonim dalam
“Perempuan kedua”, tokoh Mona dalam “Perempuan Pengambil Hati”, tokoh kasih
dalam “Perempuan Pemuja ketampanan” , tokoh Lasmi dalam “Malaikat Penjaga
Perempuan”, dan tokoh Nurlita dalam “Perempuan itu Bernama Evie”.
Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih perlu diteliti
karena setiap susunan perkataan yang terjadi dalam cerpen ini dibungkus dengan
gaya bahasa yang dapat menghidupkan kalimat dan cerita sehingga menarik untuk
dibaca. Terlihat pada salah satu kutipan berikut: “kurengkuh dayung bersama
laki laki yang kucintai sampai kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat.
Panorama tampak indah alun gelombang dimalam hari di bawah cahaya bulan adalah
gambaran rumah tanggaku” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa terdapat penggunaan
majas personifikasi, yaitu benda mati diibaratkan seolah-olah melakukan
kegiatan bersifat kemanusiaan. Frasa gelombang di malam hari dianggap
seolah-olah hidup dan dapat melakukan suatu kegiatan.Berdasarkan uraian di
atas, maka perlu dikaji lebih mendalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya
karya Rina Ratih yang diterbitkan atas kerjasama antara Masyarakat Poetika
Indonesia dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2011.
B.
RumusanMasalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen
Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
2. Bagaimanakah bahasa kiasan personifikasi dan metafora, dalam
cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
C.
Tujuanpenelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang.
1. Gaya bahasa paralelisme dan hiperbola dalam cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih.
2. Bahasa kiasan personifikasi dan metafora dalam cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih.
D.
ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Memberikan manfaat dalam segi gaya bahsa
2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dipelajari lebih dalam untuk kajian atau memperdalam pengetahuandimanfaatkan
3. Bagi pengajar, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran memahami dan menerapkan gaya bahasa dalam suatu kaliamat
atau karya sastra.
BAB II
LANDASAN TEORI
Stilistika adalah ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam
kamus linguistik, stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang
dipergunaka dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan
kesusastraan (Kridalaksana, 2001: 202). Gaya bahasa menurut Slamet Muljono
(dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan
yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan
tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa
secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Dalam karya sastra efek ini adalah
efek estetik yang akan membuat karya sastra akan memiliki nilai seni. Nilai
karya sastra bukan semata-mata disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga karena
gaya cerita atau penyusunan alurnya. Namun demikian gaya bahasa sangat besar
sumbangannya kepada pencapaian nilai seni karya sastra. Stilistika merupakan
ilmu yang mempelajari tentang stile. Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam
prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu hal yang akan
dikemukakan (Abrams lewat Nurgiyantoro, 1994: 276). Stile atau gaya bahasa
merupakan cara ekspresi kebahasaan oleh pengarang. Pradopo (1994) menyebutkan
bahwa gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang
dikatakannya. Dengan kata lain bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara
bertutur secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau
efek puitis.
Analisis stilistika merupakan sebuah metode analisis karya sastra.
Analisis karya sastra ini bertujuan untuk menggantikan kritik yang sifatnya
subjektif dan impresif dengan analisis stile yang sifatnya obyektif dan ilmiah.
Untuk memperoleh bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus
dikaji tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra.
Kajian stile dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra
untuk mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan
(estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.
Abrams dalam Nurgiyantoro (1994: 289) mengemukakan bahwa unsur
stile (stylistic feature) terdiri dari unsur fonologi, unsur sintaksis, unsur
leksikal, unsur retorikal (rhetorical berupa karakteristik penggunaan bahasa
figuratif, pencintraan, dan sebagainya). Suatu cara penggunaan bahasa untuk
memperoleh efek estetis adalah unsur retorika. Macam-macam unsur retorika
meliputi pemajasan, penyiasan, struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam
makalah ini penulis hanya menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan
dalam bahasa Indonesia ada bermacam-macam menurut Keraf (2006: 115-145). Namun
hanya beberapa jenis majas yang sering dipergunakan pengarang dalam karya
sastra. Diantaranya majas :
1. Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris
yang sama dalam satu bait
2. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan
yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135)
3. Personifikasi adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan
benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)
4. Metafora adalah majas perbandingan langsung yang tidak
mempergunakan kata pembanding (Keraf, 2006 : 138).
Menurut Tarigan
(1984:153) menjelaskan bahwa:
berhasil tidaknya seorang pengarang fiksi justru tergantung pada
kecakapannya mempergunakan majas atau gaya bahasa dalam karyanya.
Penggunaan majas ini sedikit banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, pendidikan, pengalaman, temperamen
keterampilan serta kecakapan para pelaku itu yang secara tidak langsung
menuturkan cerita tersebut. Selain itu, pengarang juga sering kali
mempergunakan aneka majas seperti metafora, personifikasi, ironi alegori dan
lain sebagainya untuk menjadikan sebuah cerita lebih menarik dan memiliki nilai
rasa yang tinggi.
Gorys Keraf
(2009:112-113) nyatakan bahwa
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).Gaya
atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan style. Kata style
diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya
tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada
keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan
keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.Walaupun kata
style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri
teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu:
·
AliranPlatonik
Menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka
ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style.
·
Aliran Aristoteles
Menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada
dalam tiap ungkapan.
BAB III
PEMBAHASAN
1.a. Paralelisme
Paralelisme merupakan gaya bahasa yang mengulang isi kalimat yang
maksud tujuannya serupa. Gaya bahasa paralelisme yang terkandung di dalam
kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya:
Perempuan Bercahaya:Ø
1. “Rindu ia menjadi imam di setiap shalatku, rindukan ia
melafadzkan ayat ayat suci, rindukan diriku bersimpuh dan mencium tanganny
seusai sholat”(hal 2)
2. “Mengapa Mimpi jauh itu melambung? Mengapa suamiku itu begitu
jauh kurengkuh untuk bersama sama menjalankan perintah Allah?”(hal 4)
3. “Aku semakin sadar apa yang telah terjadi dan apa yang telah aku
lakukan”(hal 7)
Perempuan Kedua:Ø
1. “Aku tidak merebut, Bu. Aku ikhlas jadi istri kedua! Aku ikhlas
Bu. Sungguh! Aku meyakinkan ibu kembali. Ia sangat baik, dan ia sangat mengerti
Sri, Bu! Aku terus membela laki laki beristri itu di depan ibu”.(hal 9)
2. “……Korban kebohongan laki laki, korban
pelampiasan nafsu laki laki seperti ayahmu dan Mas Tami”.(hal 10)
3. “Ia sangat menghargai Sri, Bu. Ia tidak pernah kasar seperti
ayah, Bu. Ia memperlakukan Sri sangat lembut dan penuh perhatian.”(hal 11)
4. “Pernahkah ia memperkenalkan kamu pada teman temannya diluar?
Pernahkah ia mengajakmu jalan jalan tanpa sembunyi sembunyi? Pernahkah ia
memikirkan hidupmu ketika engkau menjadi tua , seumur ibu?”(hal 10)
5. “Aku tidak ingin habiskan waktu untuk menunggu lagi karena laki
laki itu milik orang lain. Aku tidak boleh sia siakan waktu lagi.”Aku tidak
perlu memberinya rasa kasiahn lagi karena rasa kasiahan itu hanyalah topeng
untuk menjeratku agar tetap menjadi istri simpanan. Aku tidak boleh silau
dengan hadiah hadiah seperti itu lagi.(hal 17)
Perempuan Pengambil HatiØ
1. “Engkau tidak tahu Mas, bagaimana Dimas kecil menggigil
sendirian di sudut sekolah, ketika aku telat menjemputnya! Engkau tidak tahu
bagaimana dini mogok sekolah karena diejek temannya tanpa ayah! Engkau tidak
tahu ketika Dimas sakit dan mengigau menyebut namamu! Engkau sudah pergi
Sembilan tahun! Meninggalkanku dan anak anak tanpa alasan. Mungkin engkau bosan
hidup miskin, tapi kepergianmu justru membuatku tegar.”(hal 21)
2. “….Belum menjambak rambutnya, belum menampar wajahnya, dan juga
belum menendang bokongnya!”(hal 23)
3. “Rasanya terlalu mahal air mataku jatuh untuk perempuan perebut
hati ini. Rasanya juga tidak pantas air mata dijatuhkan untuk mengingat laki
laki yang tidak setia dan tidak bertanggung jawab.”(hal 24)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “…….Kamu tidak akan menangis jika putus cinta kan? Kamu juga
pasti tidak akan menangis jika Aris memutuskan hubungannya dengannu, kan? (hal
32)
2. “Aku tidak akan menangis!janji aku tidak akan menangis!
Janjiku”(hal 33)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “………..Sebelum tubuhnya tersangkut batu. Sebelum tubuhnya yang
penuh luka itu ditemukan sesorang di sungai.”(hal 39)
2. Malaikat telah membantu menghilangkan rasa sakit setelah kau
pukuli. Malaikat telah menghilangkan rasa dingin air sungai.”(hal 43)
3. Meskipun suamimu pembunuh?”suaranya seperti erangan. Ya meskipun
suaminya pembunuh asalkan istrinya tidak menawarkan sorga bagi laki laki
lain.”(hal 43)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Ia tidak lagi tersenyum,tidak lagi menemaniku menikmati teh
manis di pagi hari, tidak ada lagi kue lezat buatan tangannya, tidak ada lagi
kehangatan di ranjang, dan rumput di halaman dibiarkan tumbuh liar.”(hal 49)
2. “Anak kita sudah lahir. Anak kita? Aku tidak yakin anak itu
anakku.”(hal 50)
3. “Haruskah ku ingkari bayi ini bukan dari benihku? Haruskah
kupertahankan keraguanku pada perempuan bernama Evie?(hal 53)
4. “Gusti! Maafkan aku!.Gusti mengapa kau ciptakan anak laki laki
itu berambut hitam seperti rambutku. Gusti, akulah laki laki yang banyak
dosa.(hal 53)
Pada kumpulan cerpen karya Rina Ratih tersebut ditemukan empat gaya
bahasa paralelisme. Gaya bahasa ini biasanya digunakan penulis sebagai
penekanan makna, bahwa si tokoh benar-benar merasakan pengalaman hal itu lebih
dari pengalaman yang lainnya.
.b. .Hiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal.
Pada kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya juga ditemukan beberapa gaya bahasa
hiperbola:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kurengkuh dayung bersama laki laki yang kucintai sampai
kulahirkan empat orang anak yang lucu dan sehat.”(hal 2)
2. “Panorama tampa indah, alun gelombang di malam hari dibawah
cahaya bulan adalah gambaran rumah tanggaku.”(hal 2)
Perempuan KeduaØ
1. “Aku terdiam beberapa saat mendengar kata kata ibu yang luar
biasa cepatnya meluncur bagai bola salju”(hal 11)
2. “Bercinta dengannya bagai meniti pelangi.”(hal 12)
3. “Tinggal aku sendiri, seperti bunga melati di pojok taman.”(hal
13)
Perempuan Pengambil HatiØ
1. “Segera kuhapus air mata yang masih mengenang itu.”(hal 21)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Aroma keharuman tubuhnya menawarkan kehangatan, memacu
jantungku lebih cepat berdetak ketika wajah tampan yang bersih itu hamper
menyentuh wajahku.”(hal 26)
2. “Deretan gigi putihnya menebarkan pesona siapapun yang
memandangnya.”(hal 26)
3. “Suatu senja ketika langit di tutupi awan hitam. Ia mendekap dan
berbisik dibelakang telinga”(hal 27)
4. “Di perjalanan hujan turun bagai tercurah dari langit.”(hal 28)
5. “Suara perempuan setengah baya itu bagai petir menyambar
wajahku.”(hal 28)
6. “Hatiku terkesiap, darahku terasa naik ke atas kepala.”(hal 34)
7. “kekasih itu, mencabik cabik jantungku”(hal 34)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “Tatapan matanya menerobos ke kedalaman relung hati.”(hal 38)
2. “Tubuh kekar yang pada malam pengantin dipujanya berubah menjadi
sosok rahwana yang siap menerkamnya.”(hal 40)
3. “Kilatan mata syetan yang menyilaukan kebajikan, tiba tiba
berkelabat.”(hal 44)
4. “Cinta memang buta, tapi saya tidak ingin lagi dibutakan oleh
yang namanya cinta.”(hal 45)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Darahku kemudian terasa hangat mengiringi seluruh pori pori
tubuhku.”(hal 53)
2. “Kepolosannya terasa menelanjangi dosaku.”(hal 53)
3. “Keharuan dan perasaan yang membuncah menyudutkan hati yang
berdosa.”(hal 53)
4. “Menghisap kerinduan yang kutunggu sepuluh tahun lamanya.”(hal
54)
5. “Kenikmatan yang luar biasa menyergapku.”(hal 53)
2.a. Personifikasi
Personifikasi merupakan bahasa kiasan yang mempersamakan benda mati
dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya
seperti manusia. Bahasa Kiasan Personifikasi dalam kumpulan cerpen Perempuan
Bercahaya karya Rina Ratih terdapat pada:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kuelus nisan yang bertuliskan namanya, tergambar segala
kebaikan, kesetiaan, kejujurannya, tetapi air mataku tetap menetes penuh
penyesalan”(haal 1).
2. “ Alun gelombang di malam hari dibawah cahaya bulan adalah rumah
tanggaku.Tetapi selama berlayar di lautan itu, tak jua rinduku pupus. Mas Ripto
memancing dengan mengemudikan kapal”(hal 2)
Perempuan KeduaØ
1. “Pertanyaan pertanyaan ibu menusuk dan menohok jantungku”(hal
11)
2. “Hati melolong kesepian di kegelapan malam sampai matahari
menyeruak di ufuk timur.”(hal 13).
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Suara perempuan setengah baya itu bagai petir menyambar
wajahku.”(hal 28)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “ Air mata yang terurai di wajah anak perempuannya bagai aliran
sungai yang dulu menghanyutkan tubuhnya.”(hal 39)
2. “Wajah yang saat melempar tubuhnya ke sungai tampak beringas itu
kini pucat, layu, bagai daun daun kering yang kotor.”(hal 42)
3. “Tubuh yang lebam dan perih diseret seperti anjing di tengah
malam, melintasi sesaat. Melempar tubuhnya seperti melempar sampah yang berbau
busuk, berteriak di pinggir sungai penuh hinaan, kini membentang bagai layar
film yang mudah dilihat.”(hal 44)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Gusti, mengapa kau ciptakan anak laki laki ini berambut ikal,
hitam seperti rambutku ? Garis hidung dan lekukan bibir seperti milikku? Bayi
itu menatapku. Kepolosannya terasa menelanjangi dosaku.”(hal 53)
b.Metafora
Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak
mempergunakan kata-kata pembanding. Bahasa kiasan metafora yang terdapat pada
kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya antara lain:
Perempuan BercahayaØ
1. “Kami bentangkan layar dan perahu menuju lautan”.(hal 2)
2. “ Matanya yang cekung menerawang, tangannya yang kurus melambai
lemah jika memerlukan sesuatu”(hal 3)
3. “Malam membentang hitam. Aku menghitung biji biji tasbih dalam
keheningan stiap malam.”(hal 4)
4. “Isakku bertambah keras, bahu terasa terguncang”(hal 7).
Perempuan KeduaØ
1. “Urat halus di wajahnya tampak menegang, kebiru biruan”(hal 8)
2. “Air bening mengambang di pelupuk mata lalu perlahan turun ke
pipinya yang tirus”
3. “ Mas Tami tidak dating, halaman rumah pun lengang , dan malam
jadi terasa begitu panjang. Tidak ada ketokan pintu sampai pagi menjelang”(hal
13)
Perempuan Pemuja KetampananØ
1. “Ku tangkap basah, ia menatap dan menelusuri wajahku”(hal 26)
2. “Suaranya melengking mengalahkan curah hujan sore.”(hal 28)
3. “Dengan wajah dan hati yang terasa terbakar, aku remas surat
itu.”(hal 31)
4. “Langit temaram, mendung menggantung, sesekali terdengar gelegar
pertanda akan turun hujan”(hal 34)
Malaikat Penjaga PerempuanØ
1. “Guratan guratan sedih tergores panjang diwajahnya. Tatapan
matanya menerobos ke kedalaman relung hati.”(hal 38)
2. “Air mata anak perempuannya yang membasahi tangannya terasa
dingin. Sedingin air sungai yang menghanyutkannya berjam jam sebelum tubuhnya tersangkut
batu.”(hal 39)
Perempuan itu Bernama EvieØ
1. “Matanya berkilat menahan perasaan hatinya”(51)
2. “Menghisap kerinduan yang kutunggu sepuluh tahun lamanya.
Kenikmatan yang luar biasa menyergapku.
IV. KESIMPULAN
Gaya bahasa menurut Slamet Muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dan hidup dalam hati
penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya
bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapat efek
tertentu. Kata sastra cerpen mempunyai nilai estetik yang tinggi yang
dituangkan dalam tulisan yang mengandung gaya bahasa atau style. Dalam Kumpulan
cerpen Perempuan Bercahaya banyak dijumpai unsur-unsur style dalam penggunaan
gaya bahasanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang antara lain; metafora,
personifikasi, hiperbola, paralelisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ratih, Rina. 2011.Perempuan Bercahaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hendy, Zaidan. 1989. Pelajaran Sastra. Jakarta : Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta :
Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. “Stilistika”. Makalah Penataran
Sastra di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Gramedia.
______________. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta : Pustaka
Utama Graffiti.
Keraf, Gorys.2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
PPustaka Utama..
Rene Wellek & Austin warren.1989. Teori Kesusastaraan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar