Jumat, 06 Oktober 2017

KRITIKUS SASTRA DALAM KONSTELASI MASYARAKAT SASTRA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Kritik Sastra


Dosen Pengampu      : Dra. Lisdwiana Kurniati, M.Pd.


Disusun Oleh: Kelompok 3

1.      Ana Wahyu Kusniati                  NPM 14040004
2.      Sri Ayu Septia Ningsih               NPM
3.      Sinta Bela Putri                           NPM
4.      Fitriyah                                        NPM


 












SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Sang Maha Pencipta dan Pemilik jiwa dan ruh seluruh makhluk dan telah menjadikan Muhammad, Rasulullah saw sebagai teladan dan anutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi termulia, Muhammad saw, segenap keluarganya, sahabat-sahabat, dan umat yang senantiasa memegang teguh ajarannya sampai hari berbangkit. penyusun doakan semoga kita semua berada dalam rahmat dan ridho-Nya, sehingga tak sedikitpun ruang dan waktu, melainkan memberikan manfaat untuk umat dalam keseharian kita, Aamiin.
Dengan terselesaikannya makalah dengan Judul “Kritikus Sastra Dalam Konstelasi Masyarakat Sastra”, ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu Dra. Lisdwiana Kurniati, M.Pd. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Kritik Sastra. Penulis  menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, ’’tidak ada jalan yang tidak berlubang’’ maka tidak ada manusia yang sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan makalah dimasa yang akan datang. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.



Pringsewu,   Maret 2017
Penyusun,


Kelompok 3


DAFTAR ISI






















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan kita sehari-hari , kata kritik bukanlah sesuatu yang asing. Kata kritik sangat luas digunakan dalam bermacam-macam hubungan, seperti politi, masyarakat, sejarah, musik, dan filsafat. Kita pun sering mengkritik sesuatu yang ada di sekitar kita. Misalnya mengkritik dandanan seorang teman yang menurut kita tampak amat menor, berlebih-lebihan, atau tidak serasi antara warna baju dengan warna kulitnya. Dalam hal ini kritik sebenarnya berkaitan dengan kegiatan mengamati dan menilai. Dalam kasus tersebut kita mengamati dan menilai dandanan seorang teman.
Analog dengan pengertian diatas, maka secara sederhana kritik sastra pun dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan membahas dan menilai karya sastra. Pemebahasan dan penilaian tersebut secara konkret terwujud dalam penentuan baik atau buruk karya sastra yang dinilai dengan disertai alas an-alasan tertentu sesuai dengan fenomena yang ada dalam karya yang dinilai dan pendekatan penilaian yang digunakan kritikus.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra?
2.      Apakah Fungsi Kritik Sastra?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui Kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra
2.      Mengetahui Fungsi Kritik Sastra





BAB II
PEMABAHASAN
A.    Kritikus Sastra Dalam Konstelasi Masyarakat Sastra
Dalam kegiatan belajar  ini kita akan meninjau kedudukan kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra. Ibarat hakim yang kedudukannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat demi tegaknya keadilan, demikian halnya dengan kritikus sastra. Hanya saja, kedudukan kritikus sastra penting bukan pertama-tama dalam konteks penegakan keadilan sastra, tetapi dalam konteks penilaian terhadap sastra. Hasil penilaian itulah yang kemudian sangat bermanfaat bagi kedinamisan kehidupan masyarakat sastra.
Adapun yang dimaksud dengan masyarakat sastra dalam konteks pembicaraan kali ini adalah ilmuwan sastra, sastrawan, dan penikmat. Kemudian, dalam lingkungan ilmuwan sastra itu sendiri ada ahli teori sastra, ahli sejarah sastra dan kritikus sastra. Demi sistematisnya pembahasan, dalam menjelaskan kedudukan kritikus sastra dalam konstelasi masyarakat sastra, terlebih dalulu akan kita uraikan hubungan yang terjadi dalam lingkungan ilmuwan sastra. Setelah itu, pembicaraan akan melebar dengan mengaitkan dengan satrawan dan penikmat sastra.
Ahli teori sastra adalah ilmuwan sastra yang pekerjaannya melakukan penyelidikan sastra dalam hal-hal yang bersifat teoritis. Pekerjaan teoritis itu secara garis besar akan menghasilkan pengertian-pengertian sastra, hakekat sastra, prinsip-prinsip sastra, latar belakang sastra, jenis-jenis sastra, susunan dalam karya sastra, dan prinsip-prinsip tentang penilaian sastra.
Ahli sejarah sastra adalah ilmuwan sastra yang pekerjaannya melakukan penyelidikan tentang perkembangan sastra sejak awal tumbuhnya di masa dulu sampai hidupnya di masa sekarang. Perkembangan sastra dimaksud misalnyamenyangkut jenis sastra (genre), aliran, gaya dan unsur-unsur lainnya.
Kritikus sastra adalah ilmuawan sastra yang menyelidiki sastra dengan menafsirkan, menjelaskan, menguraikan, dan kemudian melakukan pertimbangan bernilai tidaknya suatu karya sastra.
Bidang garap masing-masing spesialisasi keahlian sastra seperti terurai tersebut tampaknya berjalan sendiri-sendiri. Akan tetapi, bila kita memasukinya dan kemudian melakukan praktik, akan kita ketahui bahwa hubungan ketiganya sangat erat. Bahkan, pada pelaksanaannya ketiga spesialis itu harus dikuasai oleh ahli teori sastra, ahli sejarah sastra, ataupun kritikus sastra. Dengan kata lain, sesorang yang menekuni sastra haruslah menjadi seorang ilmuwan sastra. Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan hubungan diantara ketiganya.
Ahli teori sastra, karena wilayah penyelidikannya yang berkaitan dengan persoalan teoritis dalam ilmu sastra, dapat memberikan bantuan pada ahli sejarah sastra. Misalnya, upaya melakukan penggolongan-penggolongan kedalam periode-periode atau angkatan-angkatan yang merupakan wilayah kerja ahli sejarah sastra hanya bisa dilakukan bila dikaitkan dengan teori tentang gaya, wujud, latar belakang, aliran dan lain sebagainya yang merupakan wilayah garapan ahli teori sastra.
Sebaliknya, ahli sejarah sastra, karena wilayah penyelidikannya berkaitan dengan persoalan historisitas sastra, juga membantu ahli teori sastra. Misalnya, untuk menyusun teori tentang angkatan, gaya, aliran, atau yang lainnya, ahli teori sastra tidak bisa lepas dari pandangan ahli sejarah sastraterhadap perkembangansastra secara menyeluruh.
Ahli teori sastra juga memberikan bantuan yang besar pada kritikus sastra. Agar dapat melakukan penilaian terhadap suatu karya sastra tertentu misalnya, seorang kritikus harus mengetahui teori tentang nilai dan ketentuan-ketentuan yang merupakan syarat-syarat bagi suatu karya yang baik atau bahkan yang agung.
Sebaiknya, ahli teori sastra juga sangat membutuhkan bantuan kritikus sastra dalam menyusun pengetahuan teoritik sastra. Sebagai contoh, dalam menyusun teori tentang teknik cerita yang baik, teori tentang gaya yang berhasil, dan teori-teori penilaian lainya seorang ahli sastra membutuhkan bantuan kritikus sastra karena hal-hal yang berkaitan dengan penilaian, sastra adalah wilayah garapannya kritikus sastra.
Kemudian, ahli sejarah sastra dalam tindak keilmuwannya membutuhkan bantua kritikus sastra. Dalam menyusun sejarah aliran dan periode misalnya, seorang ahli sejarah sastra harusdibantu oleh kritikus sastra. Kritik-kritik konkrit terhadap karya –karya sastra hingga menghasilkan kategori-kategori yang dikerjakan oleh kritikus sastra sangat dibutuhkan untuk menyusun sejarah tersebut.
Sebaliknya, kritikus sastra dalam tindak keilmuannya juga membutuhkan bantuan ahli sejarah sastra. Sebagai contoh, dalam menilai tingkat kualitas sebuah karya tentunya kritikus juga melihat keasliannya. Nah, persoalan keaslian karya sastra bisa diketahui kritikus dengan membaca buku-buku sejarah sastra yang dihasilkan ahli sejarah sastra.
Kritikus Sastra
 
Hubungan diantara ketiga spesialis sastra tersebut tampak saling melengkapi demi kemajuan ilmu sastra. Hubungan tersebut menunjukkan kepada kita akan betapa pentingnya kedudukan masing-masing spesialis sastra. Dan kritikus sastra memiliki kedudukan yang sama penting dengan dua spesialis lainnya. Oleh karena itu, untuk menjadi spesialis untuk menjadi spesialis sastra yang mumpuni, seorang harus menguasai ketiga spesialis tersebut. Dengan demikian, ia menjadi ilmuwan sastra dalam arti yang sesungguhnya.
 





Saat ini kita memasuki pembicaraan tentang masyarakat sastra dalam lingkup yang lebih luas, yaitu antara ilmuwan sastra, sastrawan, dan penikmat sastra. Karena konteks pembicaraan kali ini ditekaknkan pada pembicaraan tentang kritik sastra, maka ilmuwan sastra dimaksud secara khusus menunjuk pada kritikus sastra. Seperti telah kita ketahui bersama, kritikus sastra tidaklah meciptakan karya sastra. Kritikus sastra berhadapan dengan karya sastra yang telah diciptakan sastrawan. Dalam keberhadapannya itu kritikus melakukan penilaian terhadapnya. Hasil penilaian kritikus terhadap karya sastra itu kemudian akan mempengaruhi sastrawan di dalam cipta sastranya di satu sisi, dan penikmat dalam penikmatan terhadap karya sastra yang di bacanya di sisi yang lain. Bagaimana pengaruh itu tergantung bagaimana hasil penilaian kritikus terhadap kritikus karya sastra yang di nilainya.
Bagi sastrawan, penilaian kritikus itu akan sangat bermanfaat karena bisa menyadarkan dirinya untuk bisa mengetahui sisi kebaikan dan kelemahan karya yang diciptakannya. Sebagai contoh bila kritikus mengungkapkan kurang tepat atau tepatnya teknik berbicara, teknik pengaluran, penggunaan bahasa, atau unsur-unsur  lain yang membangun totalitas karya yang diciptakan sastrawan dalam konteks penilaian terhadap novel, atau dalam hal pemakaian diksi teknik persajakan, intensitas, dan unsur-unsur lainnya dalam hal puisi, misalnya hal-hal yang diungkapkan kritikus dalam penilaiannya akan menjadi catatan yang sangat penting bagi sastrawan. Catatan itu bisa dijadikan pijakan bagi sastrawan untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru dalam proses kreatif selanjutnya. Dengan demikian, sastrawan bersangkutan akan berusaha semaksimalmungkin untuk menciptakan karya yang lebih berkualitas.  
Memang untuk bisa menjadi sastrawan yang mau menerima penilaian sepertidiuraikan di atas perlu kesediaan untuk membuka didi menerima masukan dari kritikus. Tanpa sikap yang seperti itu mungkin terjadi adalah statisnya kehidupan sastra. Karya –karya  yang diciptakan sastrawan tidak akan mengalami perkembangan, hanya itu-itu saja. Dalam proses kretifnya sastrawan akan cenderung dikuasai oleh dorongan-dorongan intuitif semata tanpa didukung oleh pertimbangan yang bersifat sastrawi dan wawasan kehidupan yang luas.
Oleh karena itu, kesediaan membuka diri merupakan tuntutan bagi sastrawan. Seharusnya sastrawan mau menyadari bahwa penilaian yang dilakukan kritikus itu sangat bermanfaat bagi kelanjutan kehidupan sastra umumnya, dan kelanjutannya dalam berproses kreatif khususnya. Dengan demikian, kehidupan sastra menjadi lebih dinamis.
Kritikus Sastra
 
Bagi penikmat, hasil penilaian kritikus juga akan sangat bermanfaat karena mereka menjadi tahu mana karya yang berkualitan dan mana karya yang tidak berkualitas, dimana letak kebaikan karya dan dimana kelemahannya, dan berbagai aspek lain yang turut  serta mempengaruhi tingkat kualitas sebuah karya. Tentunya, penilaian mritikus itu akan menjadi pertimbangan oleh sastrawan dalam menciptakan karya selanjutnya. Dan itu berarti, sastrawan akan berusaha keras untuk menciptakan karya yang lebih berkualitas. Bila hal itu tercipta, maka penikmatpun akan menjadi lebih mengetahui seperti apa karya yang berkualitas itu. Karena karya yang diciptakan sastrawan yang dinilai oleh kritikus itu banyak jumlahnya, maka penikmatpun jadi menikmati banyak karya sastra yang berkualitas. Dengan demikian, penikmat pun menjadi memiliki wawasan yang luas tentang kehidupan. Dengan luasnya wawasan kehidupan yang dimilikinya, penikmat pun akan akan menjadi lebih bijaksana dalam bersikap. Apalagi di dalam karya sastra itu diungkapkan berbagai karakter manusia.
 







Tentu saja, untuk menjadi kritikus yang memenuhi kualifikasi yang diharapkan hingga pandangan-pandangannya didengar dan diikuti, baik oleh sastrawan atau penikmat sastra tidaklah mudah. Seorang kritikus harus memiliki wawasan keilmuwan sastra, dan juga ilmu-ilmu lain yang mendukung bagi tindak kritiknya, entah itu psikologi, filsafat, sosiologi, dan lain-lain, secara luas. Dengan keluasan pengetahuannya, itu maka kritikus bersangkutan akan mampu membedah karya sastra secara memadai. Apa yang terungkap didalam karya sastra bisa dianalisis sedemikian rupa sehingga hal-hal yang belum jelas dan masih menjadi tanya bisa diketahui dengan baik.
Sebagimana telah diuraikan, seorang kritikus sastra juga harus menguasai teori juga sejarah sastra. Dengan menguasai dua spesialisasi itu maka hasil kritiknya juga dilandasi dengan pengetahuan teoritis dan historis sastra secara benar. Apalagi bila dihadapkan pada kenyataan bahea kedua spesialisasi itu memiliki hubungan yang erat dengan kritik sastra.
Di dalam melakukan penilaian terhadap  karya sastra seorang kritikus harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip dasar penilaian sastra secara tepat dan benar. Seorang kritikus harus bisa menyodorkan argumentasi yang bisa menjelaskan karya yang dikritiknya. Dengan begitu hasil kritiknya bisa dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakan sastra. Misalnya, dalam menilai kegagalan atau keberhasilan sebuah karya ia akan menyodorkan bukti-buktinya secara konkrit. Ia akan menunjukkan kemungkinan-kemungkinan bahasa yang pas atau kurang pas sehubungan dengan karyanya itu. Ia akan mengungkapkan bukti-bukti lengkap dengan argumentasinya mengapa ungkapan-ungkapan dalam karya-karya itu menyegarkan pikiran dan menggekitik pembaca atau malah membosankan. Ia akan menganalisis pikiran yang tersembunyi di dalam karya yang dikritiknya dan kemudian akan mengatakan secara jujur dan tepat apakah pikiran-pikiran itu mendalam dan berat ataukah murahan dan dangkal saja. Ia akan meninjau latar belakang karya itu dan menguraikan karya itu hingga orang bisa mengetahui apakah susunan dalam karya itu berhasil baik atau tidak.
Dengan ulasan-ulasan yang didasari oleh pengalaman itulah masyarakat bisa mengharapkan karya-karya sastra matang dalam corak yang baru dan asli. Ke arah inilah letak jasa seorang kritikus terhadap perkembangan kepribadian seorang sastrawan dan perkembangan sastra umumnya.
Seringkali kita menemui kenyataan bahwa karya sastra yang baik belum tentu mendapat sambutan yang ramah dari penikmat sastra. Hal itu bukan karena penikmat sastranya yang tidak mau bersikap ramah, karena belum mengetahui di mana nilai sumbangan yang diberikannya. Yang tampak di mata penikmat kadangkala justru kekaburan, ketegangan-ketegangan konflik yang menyelesaikannya tidak gampang atau bahkan kalau toh bisa ditangkap ternyata tidak memuaskan. Belum lagi ditambah dengan kenyataan untuk tidak memuaskan. Belum lagi ditambah dengan kenyataan untuk membaca buku yang belum jelas kualitasnya itu penikmat harus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran yang terlalu banyak. Dalam konteks seperti itu, peranan kritikus sangat vital untuk bisa menjelaskan karya sastra hingga penikmat bisa memahami isi dan mengecap nilai yang disumbangkannya.  Dengan begitu maka pengertian penikmat sastra tentang nilai-nilai sastra yang baik akan semakin kokoh. Dengan demikian sumbangan sastra bagi kehidupan umat manusia semakin nyata.
B.     Fungsi Kritik Sastra
Dalam kegiatan belajar 1 tentang kritik sastra dan karya sastra telah kita uraikan bagaimana hubungan antara kritik sastra dan karya sastra dari mula terjadinya. Karena secara riil memang ada hubungan diantara keduanyan, lalu muncul pertanyaan apa fungsi krtik sastra itu?
Mempertanyakan fungsi kritik sastra akan mengantarkan kita untuk memahami hubungan antara kritik sastra itu sendiri di satu pihak, dan karya sastra di pihak lain. Selanjutnya, membicarakan karya sastra berarti pula membicarakan hubungan antara pencipta karya (baca:sastrawan) dan pembaca atau penikmat. Hal ini dapat dimaklumi apabila didasari bahwa sebagai salah satu sektor kegiatan kultural, secara sistematik, kehidupan sastra memiliki jenjang-jengjang kehidupan intelektual. Pada dasarnya kehidupan intelektual dapat dibedakan menjadi dengan mengikuti shils (1980), tiga kelompok, yaitu kelompok pencipta yang melibatkan para sastrawan, kelompok kritikus, dan kelompok penerima.  Ketiga kelompok itu, disamping diperlukan keberadaannya dalam kehidupan serta yang sehat juga memiliki peranan yang sama pentingnya dalam memajukan kehidupan sastra.
Sektor penciptaan akan hidupsubur apabila hasil kreasi para sastrawan sebagai kelompok cendekiawan produktif mendapat mendapat sambutan yang selayaknya pada penikmat. Dalam hubungan ini, meningkatan penikmat/ pemahaman suatu karya sastra dalam rangka penghayatan secara keseluruhan oleh para penikmat seringkali membutuhkan semacam “resep” dari para kritikus sebagai kelompok cendekiawan reproduktif. Sastra yang sudah diciptakan oleh pengarang belum tentu langsung dapat dinikmati penbacanya. Dalam konteks sastra indonesia, kita dapat mengambil contoh puisi-puisi Sutardji Calzoum  Bachri (dalam kumpulan puisi O Amuk Kapal), misalnya puisi “Q” berikut ini.
Q
! !
! ! !
!   !!   !!   !
!
!  a
Lif    ! !
L
l    a
l   a          m
      !  !
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Bagi sementara orang bisa jadi puisi tersebut sangat susah dipahami. Hal ini mungkin disebabkan oleh sejumlah hal. Misalnya, apakah pembacanya sudah siap untuk membaca karya tersebut dengan bekal pengetahuan dan kepekaan estetikanya? Atau jika pembaca sudah memiliki kesiapan, apakah karya yang dihadapinya sudah memenuhinya persyaratan sebagai karya sastra yang baik?  Di sinilah setelah melakukan interpretasi, analisis dan evaluasi terhadap puisi tersebut, dengan kemampuannya kritikus akan menunjukkan kepada pembaca makna puisi tersebut. Misalnya, dengan mengatakan bahwa puisi tersebut  menggambarkan misteri Aliflamim dalam Alqur’an. Dalam konteks ini sangat boleh jadi akan terbuka jurang pemisah antara karya sastra dan penikmatnya. Disamping itu, sejumlah hal lain pun mungkin akan menjadi sebab terbukanya jurang pemisahan itu, misalnya saja keasingan pembaca terhadap pemandangan, alam pikiran, visi kepengarangan, dan sikap pengarang, atau terhadap bahasa yang dipergunakan oleh pengarang. Oleh karena itu, sering pula terjadi sikap pro dan kontra terhadap seorang pengarang dan karya-karyanya. Dalam hubungan kasus semacam itulah kritik sastra akan menemukan relevansinnya. Kritik sastra berfungsi mendudukkan persoalan yang muncul dalam hal interpretasi, dan evaluasi terhadap karya sastra setepat-tepatnya dan sebaik-baiknya.
Tidak  dapat disangkal, jika semua orang dapat membacakarya sastra dengan baik, dapat menafsirkan dengan baik, dapat pula memahami dan menikmatinya denga baik, tidak perlu adanya kritik sastra. Persoalannya, kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa sering terdapat keluhan atau semacam kecaman bahwa karya Si Dadap atau Si Waru tidak berisi, tidak menawarkan nilai kemanusiaan, tidak bernilai sastra, tanpa pesan, dan sebagainya. Dalam kondisi semacam itu kritik sastra berfungsi sebagai jembatan penghubung antara karya sastra dengan masyarakat penikmat karya sastra. Sumbangan pikiran dan analisis kritikus yang baik niscaya dapat memberikan motivasi bagi pembaca lain untuk membaca karya yang dimaksud. Oleh karena itu, fungsi kritik juga sebagai pemandu pembaca dalam menikmati karya sastra disamping ia juga dapat menjadi pemandu bagi pengarang-pengarang pemula dan dapat mematangkan pengarang-pengarang yang telah berkarya. Bahkan, bagi pengarang, kritikus dapat menjadi seorang propagandis yang baik bagi karya-karya pengarang tertentu. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya kritikus dituntut memiliki rasa tanggungjawab dan kejujuran, baik kejujuran dalam menjalankan kritinya ataupun kejujuran terhadap nuraninya sendiri. Dengan demikian fungsi kritik akan dapat berakar dan tumbuh ditengah-tengah lingkungannya, dan ia pun akan bermanfaat bagi sastrawan, penikmat sastra,serta bagi diri kritikus sendiri. Untuk itu terdapat empat hal yang tidak boleh diabaikan:
1)      Dengan sikap serba menanya melakukan penjelajahan sambil melakukan  penikmantan kemudian membuat tafsiran-tafsiran agar karya itu datang secara utuh dengan jalan melihat keseluruhan karya itu serta memadunya denga pengalaman membaca karya lain;
2)      Menempatkan diri dalam karya sastra itu. Untuk hal ini, kritikus akan terpengaruh oleh unsur-unsur yang melahirkan karya itu serta unsur-unsur tata nilai di mana karya itu dilahirkan;
3)      Memberikan dasar-dasar penilaian sebagai tolok ukur untuk menyatakan pendapat baik atau tidaknya karya yang dimaksud, dan untuk itu dengan sendirinya kepadanya dituntut untuk mengetahui syarat-syarat suatu karya yang dapat dikatakan baik;
4)      Membuka dirinya terhadap nilai baru yang muncul dari karya yang baru dibacakan. Hal ini terkait pada keterbukaan dan kepekaan jiwa yang dimilikinya dan tergantung pada kapasitas karya dalam memberikan nilai baru.

Uraian tadi menunjukkan kepada kita bahwa kritik sastra juga berfungsi sebagai pembina tradisi kultural. Kritik sastra membentuk suatu tempat berpijak bagi cita rasa yang benar. Ia melatih kesadaran dan secara benar mengarahkan serta membina pengertian tentang makna dan nilai kehidupan, yang kesemuanya itu dicapai lewat karya-karya sastra.
Agar kritik sastra dapat mempengaruhi funsdinya secara baik, ia dituntut persyaratan antara lain;
1)      Harus berupaya membangun dan menaikkan taraf kehidupan sastra;
2)      Dijalankan secara objektif tanpa prasangka, dengan jujur dapat mengatakan yang baik itu baik;
3)      Mampu memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan cara bekerja para sastrawan;
4)      Dapat menyesuaikan diri dengan lingkup kebudayaan dan tata nilai yang berlaku dan memiliki rasa cinta dan rasa tanggungjawab yang mendalam terhadap pembinaan kebudayaan dan tata nilai yang benar;
5)      Dapat mengembangkan pembaca berpikir kritis dan dapat menaikkan kemampuan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kritikus sastra adalah ilmuawan sastra yang menyelidiki sastra dengan menafsirkan, menjelaskan, menguraikan, dan kemudian melakukan pertimbangan bernilai tidaknya suatu karya sastra. Bagi penikmat, hasil penilaian kritikus juga akan sangat bermanfaat karena mereka menjadi tahu mana karya yang berkualitan dan mana karya yang tidak berkualitas, dimana letak kebaikan karya dan dimana kelemahannya, dan berbagai aspek lain yang turut  serta mempengaruhi tingkat kualitas sebuah karya. Tentunya, penilaian mritikus itu akan menjadi pertimbangan oleh sastrawan dalam menciptakan karya selanjutnya. Dan itu berarti, sastrawan akan berusaha keras untuk menciptakan karya yang lebih berkualitas.
fungsi kritik sastra akan mengantarkan kita untuk memahami hubungan antara kritik sastra itu sendiri di satu pihak, dan karya sastra di pihak lain. Selanjutnya, membicarakan karya sastra berarti pula membicarakan hubungan antara pencipta karya (baca:sastrawan) dan pembaca atau penikmat. Hal ini dapat dimaklumi apabila didasari bahwa sebagai salah satu sektor kegiatan kultural, secara sistematik, kehidupan sastra memiliki jenjang-jengjang kehidupan intelektual.










Daftar Pustaka

Suminto. A Sayuti. (2001). Kritik Sastra. Pusat Penerbit: Universitar Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar