Sabtu, 28 Oktober 2017

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA MAHASISWA TERHADAP  DOSEN DI STKIP MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
Kajian Sosiopragmatik



Oleh,
Ana Wahyu Kusniati
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
Email: Ana.nawayusti@Gmail.com.


Abstract

This article aims at describing the forms of politeness of the STKIP Kendari’s students and their lecturers in interaction. The data are any utterances uttered in campus  By using descriptive- qulaitative approach,  it is afound that the students use some kinds of modes in implmenting politeness.  They are  declarative  and  interogative  sentence  to  express  the  politenesand impretive for impoliteness. Besides, the use of complete sentence with commonly chronological order is indicating the politeness. The less complete sentence with inverisive order reflects the impoliteness.

Key words: politeness, college students, lecturers, and STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampng





















1. Pendahuluan

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Dengan bahasa, seseorang dapat  berinteraksi dengan orang lainnya. Dengan bahasa juga hubungan timbale balik antara seseorang dan orang lain akan terjadi. Hal ini senada dengan pandangan Marjusman Maksan bahwa bahasa adalah ucapan pikiran manusia yang dengan  teratur memakai  alat  bunyi. Ucapan pikiran yang disampaikan kepada lawan tutur tidak pernah terlepas dari persoalan sopan santun (Nisja, 2009: 478). Kesantunan berbahasa sangat perlu untuk dikaji, karena kegiatan berbahasa tidak luput dari kehidupan manusia. Kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan kesopanan,  rasa hormat, sikap yang  baik,  atau  perilaku  yang pantas. Dalam kehidupan sehari-hari, keterkaitan kesantunan dengan perilaku  yang pantas mengisyaratkan bahwa kesantunan bukan hanya  berkaitan  dengan  bahasa, melainkan  jugdengan  perilaku nonverbal.

Kesantunan menghubungkan bahasa dengan berbagai aspek dalam struktur sosial sebagaimana dengan aturan perilaku atau etika. Sopan santun dalam bentuk tuturan atau kesantunan berbahasa setidaknya bukan semata-mata motivasi utama bagi penutur untuk berbicara,   melainkan   jug merupakan faktor pengatur yang menjaga agar percakapan berlangsung dengan benar, menyenangkan, dan tidak sia-sia. Leech (1993:38) mengatakan bahwa manusia pada umumnya lebih senang mengungkapkan pendapat-pendapat yang sopan daripada yang tidak sopan. Secara umum, masalah kesantunan berbahasa sangat berhubungan dengan masala menjaga   harga   diri.   Dalam bahasa bugis, istilah ini dikenal dengan sebutan jagai  siri  (Gunawan, 2013: 65), sementara  Brown  dan  Levinson  (1987:65) memopulerkannya dengan istilah tindakan mengancam muka (FTA). Menjaga  keterancaman  muka  atau menjaga harga diri ini penting dilakukan baik penutur maupun mitra tuturnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari saling ketersinggungan yang diakibatkan oleh tutur  kata  dan  berujung  kepada  konflik. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut:

a.       Mohon maaf pak, ada waktunya?
b.      Ada apa?
a.      Kalau bapak ada waktu, saya ingin meminta bimbingan proposal.

Konteks: seorang mahasiswa yang meminta kesedian dosennya untuk melakukan pembimbingan proposal.

Tuturan (1) dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya. Secara eksplisit, tuturan ini menggunakan modus kalimat interogatif yang secara konfensial berfungsi  untuk  bertanya  mengenai  ada atau tidak adanya waktu dari dosen pembimbingnya. Tetapi secara implisit, modus kalimat ini mengisyaratkan permintaan secara tidak langsung kepada lawan tutur. Tujuannya adalah untuk meminimalisir rasa malu penutur jika saja permintaannya tidak disetujui, apalagi jika ada orang lain yang juga berada di sana. Selain itu, permintaan pada tuturan (1) itu ditujukan kepada dosennya, yang tentu lebih  tua,  status  sosialnya    lebih  tinggi, dan hubungan kekerabatannya  tidaklah dekat.

Dengan demikian, untuk memberikan efek kesantunan, mahasiswa itu menggunakan kalimat interogatif tidak langsung yang diawali dengan   menggunakan penanda kesantunan, yaitu permohonan maaf yang menggunaka katamaaf” dan   kata sapaan pak” atau “bapak”.

Hal ini tentu sangat   berbeda   dengan penggunaan     modus  kalimat  imperatif yanseringkali  dijumpai  dalam percakapan antara mahasiswa dengan dosen.

(2)    Pak,  saya  minta  tanda  tangannya, karena besok pagi saya ujian.

Konteks: seorang mahasiswa yang meminta dosen pembimbingnya menandatangani proposal penelitian yang telah dibuat untuk segera melakukan ujian proposal seminar.

Tuturan (2) dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya. Tuturan ini bermodus kalimat imperatif. Jadi, perintah seorang  mahasiswa  kepada  dosennya untuk segera menandatangani proposal penelitiannya karena  waktu  ujian atau seminar proposal sudah diambang   pintu.   Padahal,   proposal   itu belum layak ditandatangani karena masih ada beberapa hal yang harus direvisi. Karena itu, si dosen itu mengatakan:

(3)    say aka tanda   tangan,      tetapi jangan   salahkan   say jika   anda tidak lulus seminar proposal.

Konteks: Tuturan seorang dosen pembimbing yang tersinggung denga tuturan mahasiswa karena merasa tidak dihargai.

Tuturan (2) merupakan contoh ketidak santunan berbahasa seorang mahasiswa kepada dosennya.
Mahasiswa kepada dosennya. Ketidaksantunan  itu  tergambar  dari kalimat   perintah atau imperatif langsung yang digunakan. Padahal, tidak selayaknya seorang mahasiswa yang kelas sosialnya lebih rendah, lebih muda, dan duduk di bangku jurusan pendidikan yang sudah mempelajari etika sopan santun melakukan  tindak tutur imperatif semacam itu. Karena  merasa muka  atau harga dirinya sebagai   seorang dosen seakan tidak diakui,   dengan nadyang agak kesal dan tersinggung, ia mengataka saya   akan   tanda   tangan, tetapi   jangan salahkan  saya jika anda tidak seminar proposal.”

Fakta kebahasaan ini hanya sebagian kecil dari fenomena kebahasaan yang seringkali terjadi. Masih banyak fenomena lain yang dapat dilihat dalam aktivitas pertuturan itu. Dengan demikian, tulisan yang membahas wujud kesantunan berbahasa mahasiswa dala berinteraksi   dengan   dosen   di STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung penting untuk dilakukan.

2.  Wuju Bahasa,  Tindak   Tutur, dan
Kesantunan

Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (declarative), kalimat tanya (interogative) dan  kalimat  perintah  (imperative) (Wijana, 1996:4). Secara konvensional, kalimat berita          digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah,           ajakan,           permintaaan atau permohonan.  Jika  kalimat  perintah difungsikan secara konvensional maka akan terbentuk tindak tutur langsung.

Tindak  tutur  langsung  seringkali dikatakan   sebagai   tindak   tutur   yang kurang  santun,  terlebih  jika  diucapkan oleh    orang  lebih  muda  ke  orang  yang lebih tua, dan orang yang berstatus sosial lebih rendah kepada orang yang berstatus sosial tinggi. Demikian pula halnya, jika kalimat berita dan kalimat tanya dimanfaatkan       untuk memerintah seseorang, maka kalimat itu tergolong kalimat yang santun. Hal ini karena orang yang diperintah tidak akan merasa dirinya diperintah. Wijana, menyebut tindak tutur ini  dengan  tindak  tutur  tidak  langsung. Terkadang,  modus  kalimat  semacam  ini dimanfaatkan oleh  orang yang lebih muda dan berstatus sosial rendah kepada orang yang lebih tua dan berstatus tinggi. Demikian pula, sebuah  tuturan dianggap santun  jika  disampaikan  dengan  kalimat lengkap.  Maksudnya,  kalimat  itu  paling tidak memiliki subjek dan predikat. Jika sebaliknya,  maka  tuturan  itu  dianggap sebagai    tuturan  yang    kurang  santun. Sebuah tuturan juga akan dianggap santun ketika    disampaikan    dengan     kalimat berpola urutan biasa, dan kurang santun jika berpola urutan inversi.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berkaitan dengan hal itu, ada tiga langkah yang dilakukan, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis (Arikunto, 1993:
310). Pengambilan data dilakukan di kampus STKIP  Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Data berasal dari tuturan-tuturan mahasiswa dalam berinteraksi dengan dosennya di lingkup kampus STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Data kemudian dijaring dengan metode simak tekhnik rekam dan catat Sudaryanto, (dalam  Mahsun, 2005:90). Mahasiswa yang dimaksud adalah semua     mahasiswa  STKIP    Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester VI.   Tuturan      yang   dijaring   itu adalah  tuturan  permintaan  yang  terjadi baik di dalam kelas, maupun di luar kelas di wilayah kampus STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung.

Untuk mengetahui wujud kesantunan berbahasa mahasiswa terhadap dosen digunakan teori Wijana mengenai klasifikasi kalimat di dalam tuturan yang dianggap santun karena menggunakan modus kalimat deklaratif dan interogatif, dan dianggap kurang santun karena menggunakan modus kalimat imperatif.

4. Hasil dan Pembahasan

Wijana (1996:4) mengatakan bahwa berdasarkan  bentuk sintaksisnya, kalimat dibagi atas kalimat deklaratif, kalimat imperatif,  kalimat interogatif, dan kalimat ekslamatif. Dilihat dari kelengkapan unsurnya, kalimat dibagi atas   kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap. Dilihat dari pola urutan katanya, kalimat dibagi atas  kalimat biasa dan kalimat inversi.

Wujud kesantunan berbahasa mahasiswa terhadap dosen di STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung direalisasikan dalam beberapa modus kalimat. Berdasarkan penelusuran data, realiasasi kalimat itu terbagi menjadi tiga, yaitu (1) kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya, (2) kalimat berdasarkan kelengkapan unsurnya, dan (3) kalimat berdasarkan pola urutannya.

1)      Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis

Berdasarkan  bentuk sintaksisnya, kalimat dibagi     menjadi kalimat deklaratif, imperatif  dan  interogatif.  Kalimat deklaratif  adalah  kalimayang berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Kalimat interogatif adalah kalimat   yang berfungsi untuk bertanya. Kalimat   imperatif adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan perintah. Berdasarkan penelusuran data, modus kalimat deklaratif dan interogatif   lebih banyak digunakan mahasiswa STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung dalam berinteraksi dengan dosennya daripada modus kalimat imperatif.

Hal ini karena modus  kalimat deklaratif dan interogatif tergolong tindak tutur tidak langsung  yang  dianggap  santun, sementara modus kalimat imperatif tergolong tindak tutur langsung yang dianggap kurang santun digunakan dalam berinteraksi antara seorang mahasiswa dengan dosen.

a.   Kalima Deklaratif

Kalimat deklaratif adalah kalimat yang berfungsi untuk menyampaikan berita atau informasi kepada orang lain. Selain menyampaikan informasi, modus kalimat ini  juga  dapat  dimanfaatkan  untuk meminta sesuatu secara tidak langsung kepada orang lain untuk menyatakan kesantunan. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(1)  Assalamu‘alaikum…ibu,   say mau konsul proposal…

Konteks:   siti, Seorang mahasiswi, yang  meminta  waktu  kepada dosennya untuk   mengonsultasikan proposal penelitian.

(2)  hai bu dosen! saya mau bertanya!

Konteks: Yusuf mahasiswa, meminta waktu untuk menanyakan masalah mata kuliah hari itu kepada dosennya

Tuturan  (1-2)  bermodus  kalimat deklaratif. Tuturan (1) hendak menginformasikan rencana Siti untuk mengonsultasikan proposal penelitiannya. Ia merasa bahwa ada hal-hal prinsipil yang tampaknya harus dikonsultasikan. Namun demikian, untuk menyatakan hal itu, ia lebih memilih menggunakan modus kalimat deklaratif untuk meminta secara tidak langsung. Hal ini selain untuk menunjukkan kesantunan berbahasanya juga untuk menghindari rasa ketersinggungan dosennya ketika diminta waktunya karena waktunya kurang tepat. Selain itu, ia juga menggunakan  penanda kesantunan lainnya yang berupa ucapan salam   ‘assalamu    ‘alaikum’   dan   kata sapaan ‘ibu’.

Tuturan (2) juga    bermodus kalimat deklaratif. Tuturan ini hendak menginformasikan keinginan Bayu untuk menanyakan sesuatu yang belum dimengerti kepada dosennya. Namun demikian, tuturan  ini didahului oleh kata seruan refleks hai’   untuk menunjukkan keakraban kepada dosennya meskipun dianggap tidak sopan. Kata seruan ini selanjutnya    diikuti    oleh penanda kesantunan yang berupa kata sapaan ‘bu dosen.

(3)  Bu,  ini  kartu  bimbingannya;  kartu konsultasi proposal penelitian

Konteks:  wildan  yang  hendak meminta pembimbingan proposal dari dosennya dengan memberikan kartu bimbingan proposal penelitian.


(4)  Bu, makalah say masih ada sama teman

Konteks: Rosita hendak meminta penundaan waktu untuk presentasi karena makalahnya masih di tangan teman satu kelompoknya yang belum hadir.

Tuturan (3) juga tergolong kalimat deklaratif karena hendak memberitahukan bahwa kartu bimbingan atau kartu konsultasi skripsinya sudah ada. Modus kalimat ini sengaja digunakan untuk menyatakan kesantunannya dan berharap maksud tuturannya dapat dipahami. Dengan kalimat sederhana, wildan mengatakan ini kartu bimbingannya. Tuturan   ini didahului oleh   kata sapaan Bu sebagai penanda kesantunan dan diikuti oleh kata   penunjuk ini sebagai unsur pengisi fungsi subjek. Tuturan (4) hendak  menginformasikan  bahwa makalah yang disusun Rosita masih digandakan oleh temannya yang belum sempat hadir ketika diskusi kelas hendak berlangsung. Oleh karena itu, untuk meminta  penundaan  waktu berlangsungnya diskusi kelas, Rosita menggunakan modus kalimat deklaratif untuk menyatakan permintaannya secara tidak langsung kepada dosennya.

b.      Kalimat Introgatif

Kalimat interogatif adalah kalimat secara konvensional berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Jika modus kalimat ini dimanfaatkan untuk tujuan lain, seperti meminta, maka hal itu untuk menyatakan kesantunan seseorang kepada orang lain. Modus kalimat ini terbagi menjadi tiga, yaitu yes-no question, WH question, dan modality question.

Berdasarkan penelusuran data, tuturan mahasiswa terhadap dosennya di STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung juga memanfaatkan yes-no question, WH-question, dan modality question  untuk  tujuan  meminta  secara tidak langsung

a)    Yes-No Question
Yes-no    question   adalah   bentuk
kalimat   tanya yang jawaban adalah   ya atau tidak. Hal ini dapat dilihat sebagaimana contoh berikut.

(6)  Pak, waktu ngajarnya sudah habis ya?

Konteks: seorang mahasiswa   yang meminta dosennya     menyelesaikan perkuliahan karena waktu sudah selesai.

Tuturan (6) bermodus kalimat interogatif. Di dalam tuturan ini, mahasiswa kelas VI A Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia menanyakan  dosennya mengenai   waktu perkuliahan yang sudah selesai.

b)   WH Question

WH Question adalah bentuk pertanyaan yang menggunakan kata tanya. Kata tanya itu dapat berupa apa, siapa, mengapa, bagaimana, dimana, dan kapan. Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah 5W dan 1H, yaitu what, who, why, where, when, dan how. Kalimat tanya yang menggunakan kata tanya ini dapat dilihat sebagaimana contoh berikut.

(1) Assalamu   alaikum   warahmatullah wabarakatuh. Saya. Saya dari kelompok  5.  Ada  yang  ingin saya tanyakan, Apa yang dimaksud dengan unsure wajib dan tidak wajib dalam kalimat?
(2) Tadi      pertanyaan      bapak      itu bagaimana?
(3) Mengapa  pola  urutan  kalimat  harus semacam itu?
(4) Kapan   say bisa   ikut   UTS   pak, soalnya  saya  sakit  kepala  minggu lalu.

Berdasarkan penelusuran data, kata tanya sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya relatif digunakan pada semua kalimat tanya. Kata tanya itu  berupa kata tanya apakah, dimana, bagaimana, mengapa, kapan, dan siapa.  Penggunaan kata tanya apakah digunakan untuk menanyakan  sesuatu  yang  belum dipahami maksudnya. Tuturan     (1) menjelaskan  bahwa  si  penanya, mahasiswa,  belum  mengerti  unsure wajib dan tidak wajib dalam kalimat. Untuk itulah, ditanyakan maksudnya. Tuturan (2) menggunakan kata   tanya bagaimana  untuk mengklarifikasi sesuatu yang masih diragukan. Tuturan (3) menggunakan kata tanya mengapa untuk menanyakan sesuatu secara filosofis, atau menanyakan sesuatu berdasarkan alasan yang dapat diterima akal sehat. Mengapa harus   seperti   itu   dan   mengapa   harus seperti  ini.  Tuturan  (4)  menggunakan kata   tanya kapan untuk menanyakan waktu berlangsungnya sebuah kegiatan. Dalam hal ini,  kata tanya kapan ditujukan untuk  mengetahui  kapawaktunya seorang mahasiswa dapat melakukan ujian susulan.

c. Modality Question

Modality question adalah kalimat tanya yang didahului oleh kata tany ‘dapat’,
‘boleh, akan’ dan harus’. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.
(1) Pak, bisa saya ke rumahnya bapak? soalny pak saya bisa batal untuk tidak  ikut  seminar  hari  selasa  pak. Bisa ya pak saya ke rumah bapak hari ini?

Penggunaan kata tanya modal ditemukan pada kata dapat. Dalam bahasa tidak formal, kata dapat  dapat diubah menjadi kata bisa sebagai bahasa sehari-hari. Tuturan (1) memanfaatkan   kata dapat untuk menanyakan kesediaan seorang dosen untuk didatangi rumahnya pada malam hari.

c.    Kalimat  Imperatif

Kalimat   imperatif   adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan perintah. Jika modus kalimat ini digunakan untuk menyataka perintah   dar oran yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, atau oran yan lebih rendah status sosialnya kepada orang yang lebih tinggi status  sosialnya,  maka  tuturan  itu dianggap sebagai tuturan yang kurang santun  karena  tidak  sepantasnya  orang yang lebih muda dan lebih rendah status sosialnymemerintah  orang  yang  lebih tua dan lebih tinggi status sosialnya.

Berdasarkan penelusuran data, ada beberapa mahasiswa yang menggunakan modus kalimat ini ketika hendak meminta tanda tangan para dosen pembimbing proposalnya menjelang tiba waktu ujian di awal mei. Modus ini akhirnya mereka gunakan sebagai cara terakhir untuk menyelesaikan karya tulisnya yang sudah direvisi beberapa kali, sementara mereka sudah tidak dapat lagi untuk menyelesaikannya. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut.

(2) Pak,  tanda  tanganni  saja   proposal ku kasian. Sudah     selesai ini     semua teman-temanku ujian.

Konteks: Seorang mahasiswa, anwar yang meminta dosen pembimbing proposal penelitiannya  untuk  menandatangani form persetujuan untuk diuji.

Tuturan (2) bermodus kalimat imperatif. Tuturan imperatif ini dapat dilihat dari frase ‘tanda tanganpi’  yang berarti ‘tanda tanganlah’. Ini berarti bahwa sebagai seorang mahasiswa  memerintah dosen pembimbingnya untuk menandatangani belangko   persetujuan   untuk   diadakan ujian proposal, sementara masih ada banyak hal yang harus direvisi dan belum layak untuk diuji. Hal ini tentu membuat dosen pembimbing anwar tersinggung, geram, dan marah. Akibatnya, form proposal tidak ditandatangani dan anwar terancam tidak diluluskan dalam ujian proposal.

Modus kalimat ini banyak ditemukan ketika menjelang ujian proposal penelitian atau seminar proposal di semester VI. Di  STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung, seminar proposal hanya diadakan sekali dalam setahun. Dengan demikian, jika mahasiswa atau mahasiswi tidak dapat menyelesaikan proposal penelitiannya, maka akan ditunda hingga tahun depan. Itulah sebabnya mengapa ada beberapa mahasiswa, terutama mahasiswi, yang menggunakan modus  kalimat  imperatif  kepada dosennya.

4. Kalimat  Berdasarkan Kelengkapan
  Unsurnya

Berdasarkan unsur kelengkapannya, kalimat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kalimat  lengkap  dan  kalimat  tidak lengkap. Kalimat lengkap adalah kalimat yang  unsur  pengisi  fungsi  Subjek, Predikat, dan Objeknya ada, sementara kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang unsur pengisi fungsi subjek, predikat, atau objek tidak ada. Jika sebuah tuturan menggunakan kalimat lengkap, maka tuturan itu dianggap santun. Sebaliknya, jika   tuturan   itu   menggunakan   kalimat tidak lengkap, maka tuturan itu dianggap kurang santun.

c)    Kalimat  Lengkap

Kalimat   lengkap   adalah   kalimat   yang unsur pengisi fungsi subjek atau predikatnya terpenuhi. Ada atau tidaknya objek dalam sebuah kalimat tergantung tuntutan   verbanya Sementara   itu,   ada verba  yang  selalu  membutuhkan kehadiran objek, dan ada juga verba yang tidak membutuhkan kehadiran objek. Hal ini dapat dilihat sebagaimana data berikut.

(1) Saya sudah di ruangan ketua jurusan menunggu bapak

Tuturan (1) menggunakan    kalimat lengkap   karena   unsu pengisi   fungsi subjek dan predikatnya terpenuhi. Fungsi S diisi oleh pronominal persona, saya. Fungsi P diisi oleh verba menunggu. Fungsi O diisi oleh nama diri, bapak. Fungsi  O ini ada karena tuntutan prefiks me- pada verba menunggu. Unsur  pengisi fungsi   KET   diis oleh kata depan di yang diikuti antesede ruangan ketua jurusan.

a)    Kalimat  Tidak Lengkap

Kalimat   tidak   lengkap   adalah   kalimat yang tidak memenuhi salah satu unsur pengisi fungsi subjek dan predikat. Hal ini dapat dilihat sebagaimana data berikut.

(1) Anu, kanda
(2) Sa tidak menger dari tadi
(3) Da pulang sebagian teman-temanku

Tuturan (1) tergolong kalimat tidak lengkap   karen ketidakjelasa pengisi fungsi S dan P. Kata anu   tidak dapat dipahami dengan baik karena merujuk kepada sesuatu yang tidak jelas dan harus menggunaka konteks.   Sementara   itu, kata  kanda  merupakan  nama  diri  yang tidak mungkin dapat mengisi fungsi   P. Hal  ini  karena  pengisi  fungsi  P  hanya dapat diisi oleh verba, nomina, adjektiva, dan kata depan. Kalimat sa tidak menger pada tuturan (2) tergolong kalimat yang tidak jelas karena ketidaksempurnaan katanya. Seharusnya, kata sa diubah menjadi saya dan menger diubah menjadi mengerti. Kata saya dapat menjadi pengisi fungsi S dan mengerti   dapa menjadi pengisi fungsi   P. Hal serupa juga terjadi pada kata da pada tuturan (3). Kata da menjadi tidak jelas karena hanya merupakan kependekan dari kata yang seharusnya ditulis, yaitu dia. Namun demikian, kata dia merupakan redundant dari frase sebagian teman-teman.

Penggunaan kalimat tidak lengkap dalam budaya Kendari tidaklah sopan karena tidak menghargai seorang dosen dalam berinteraksi, meskipun dianggap santun karena  tergolong  dalam  kesantunan positif.

d.      Kalimat Berdasarkan Pola  Urutan Kata

Kalimat berdasarkan pola urutan kata dibagi menjadi  dua, yaitu pola urutan kata biasa dan pola urutan kata inversi. Pola urutan kata biasa adalah  urutan kata  yang sesuai dengan kebiasaan kepenulisan. Maksudnya, urutan kata yang dimulai dari fungsi Subjek, diikuti Predikat dan Objek. Pola urutan kata inversi adalah pola urutan kata   yang   dibalik   susunannya yaitu urutan kata yang dimulai dengan Predikat, diikuti Subjek, dan Objek.

a)      Pola Urutan Kata Biasa

Yang dimaksud pola urutan biasa adalah urutan kata yang  sesuai dengan kebiasaan penulisan, yaitu urutan kata yang dimulai dengan Subjek kemudian diikuti oleh Predikat. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.

(1) Saya mau mengonsultasikan proposal penelitian saya

Tuturan (1) disebut berpola urutan kata biasa karena dimulai dengan  susunan kata Subjek diikuti Predikat dan Objek. Fungsi Subjek  diisi  oleh  pronominal  persona, saya, fungsi Predikat diisi oleh verba mengonsultasikan, dan  fungsi objek diisi oleh frase nominal proposal penelitian proposal saya.

b)      Pola Urutan Kata Inversi

Pola urutan kata inversi adalah pola urutan kata yang tidak sesuai dengan urutan kata biasa,  atau  kebalikan  dari  urutan  kata biasa. Jika urutan   kata biasa dimulai dengan  Subjek,  urutan  kata  inversi dimulai dengan   Predikat. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.

(2) Bingung saya atas penjelasan itu

Tuturan (2) disebut   urutan kata inversi karena dimulai urutan  kata  Predikat yang diikuti Subjek dan Pelengkap. Fungsi Predikat diisi verba bingung,   sementara fungsi Subjek diisi oleh pronominal persona  saya. Fungsi pelengkap diisi oleh frase preposisional atas penjelasan itu.

5. Kesimpulan

Kesantunan berbahasa merupakan hal mutlak yang dibutuhkan dalam berkomunikasi, terutama antara seorang mahasiswa terhadap dosen. Hal ini karena keduanya tergolong orang yang berpendidikan tinggi. Tidaklah layak bagi orang yang berpendidikan dan berilmu pengetahuan untuk tidak menerapkan prinsip kesantunan dalam kehidupannya. Termasuk di antaranya adalah kesantunan berbahasa mahasiswa STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung terhadap dosennya.

Artikel yang membahas wujud kesantunan berbahasa mahasiswa terhadap dosen di STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung ini menemukan bahwa di dalam berinteraksi, mahasiswa STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung lebih  memilih  untuk menggunakan  modus  kalimat  deklaratif dan interogatif untuk menyatakan kesantunannya daripada kalimat imperatif, kecuali  dalam  keadaan  terdesak.  Selain itu, modus kalimat lengkap dan berpola urutan biasa  juga menjadi  pilihan untuk digunakan  karena dianggap kebih santun daripada  kalimat  tidak  lengkap  dan berpola urutan inversi yang dianggap kurang santun.


Daftar Pustaka:

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Brown,  Penelope  dan  Stephen  C. Levinson.  1987.  Universal  in  Language  Use: Politeness Phenomena. Dalam Esther N. Goody (penyunting) Question and Politeness.  Cambridge: Cambridge University Press.

Gunawan, Fahmi. (2013). Politeness Strategy on Request Speech Act in Bugis Kendari Language. Proceedings  The 1st  International  Seminar on Linguistics (ISOL-I), Postgraduate Programe on Linguistics Andalas University and Linguistics Society of Indonesia Universitas Andalas.

Leech, Geoffray (1993). Prinsip-Prinsip
Pragmatik. Terjemahan Oka, M.D.D.
Jakarta: Universitas Imdonesia

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University
Press.

Nisja, Indriani. (2009). ‘Kesantunan Berbahasa dalam Berdiskusi Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia Semester III Tahun 2007-2008 Ummy Solok’. Dalam Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VIII, No. 3, September-Desember.

Sudaryanto.  1993.  Metode  dan  Aneka  Teknik Analisis  Bahasa.   Yogyakarta:Duta Wacana University Press.

Wijana, Dewa Putu. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar